Apartemen Bayu, dua hari setelah ia berhasil mengajak Aarifa untuk bergabung ke guildnya. Bayu kini berbaring malas di sofa, TV di dinding sedang menyiarkan sebuah film aksi tentang seorang avonturir legenda lama. Bayu berbaring dengan tubuh miring, tangan kanan memopoh kepalanya, dengan tangan kiri yang sekali-kali mengambil keripik dari bungkusnya untuk ia cemil. Di meja tampak beberapa gelas kosong bekas es kopi dan beberapa bungkus kosong bekas keripik dan biskuit.
Bayu kali ini sedang memenuhi keputusan yang ia buat selumbari lalu untuk beristirahat selama tiga hari penuh. Jadi, sudah dua hari ini dia habiskan waktunya dengan menonton film dan bermain game online, Fantasia.
Kriuk kriuk
Ding dong
Kriuk kriuk
Ding dong
"…"
Ding dong
Bayu melirik ke arah pintu depan. Bel pintunya berbunyi, dia sedikit aneh karena merasa tidak akan ada orang lagi yang datang ke tempatnya. Fara sudah pergi Sentral, Rizki juga ada Sentral, Aarifa? Hari masih siang, ia seharusnya sedang bekerja di klinik. Jadi siapa? Bayu lalu terbayang pembunuh bayaran yang disewa keluarga Justicien.
Ding dong
Bayu beranjak, berjalan ke pintu depan, lalu melihat kamera pintu depan yang ada di samping pintu. Berdiri seorang perempuan di luar apartemennya. 'Siapa?'
Bayu membuka pintu, ia kini bisa melihat jelas sosok perempuan yang ada di kamera. Tinggi dengan tubuh atletis, memakai sweeter dengan corak garis berwarna krim, serta celana jeans biru tua. Perempuan itu memakai sepatu boots modis hitam yang menutupi hingga betisnya. Wajahnya lonjong dengan hidung mancung, memakai kacamata hitam, dengan rokok di mulutnya. Rambutnya hitam pendek bergaya bob asimetris. Perempuan itu membawa tas ransel yang di gantung di salah satu pundaknya. Melihat sosok perempuan itu, Bayu kembali bertanya, 'Siapa?'
"Yo! Apa kamu yang bernama Bayu?"
Bayu tidak mengiyakan, dia balik bertanya, "Siapa anda?"
"Anggi Vandanavy, aku diminta Fara untuk bergabung dengan guild milikmu."
"?"
Bayu semakin bingung. Karena dia sudah tidak mengawasi buku Fara lagi, dia tidak tahu kalau jurnalis itu meminta kenalannya untuk masuk ke guildnya. Pertanyaannya, alasan apa yang membuat perempuan ini menerima permintaan Fara?
"Asal kau tahu saja, guild yang anda maksud belum terbentuk."
"Aku tahu itu."
"Jadi, kenapa anda masuk ke guild yang bahkah belum ada?"
"Boleh aku masuk?"
Bayu terdiam sejenak, lalu mempersilahkan Anggi untuk masuk. Dia melihat Anggi mengikutinya dari belakang, Bayu kemudian menyilahkan tamunya untuk duduk. Anggi membuka sweeternya, di balik sweeter itu, dia mengenakan tanktop hitam yang mempelihatkan tubuhnya yang langsing namun juga dengan otot-otot yang terlatih. Melihat itu, Bayu merasa kalau perempuan ini merupakan seorang mantan tentara.
"Kopi atau teh?"
"Air putih saja," Anggi lalu menyilangkan kakinya, ia lalu melihat meja yang penuh dengan sampah keripik dan gelas-gelas kosong. Anggi nyengir, ia ambil rokok di mulutnya lalu membuang abu rokok di salah satu gelas, "Keberatan dengan rokok?"
"Tidak silahkan saja, maaf kalau agak berantakan," Bayu berlalu untuk mengambil dua gelas air putih. Ia kembali dan duduk di sofanya. Bayu memandangi perempuan yang kini sedang meminum air yang ia berikan, Bayu agak aneh, walau Anggi membuka sweeternya tapi kacamata hitam yang ia pakai masih tetap dipakai. Anggi yang sudah minum, kembali menghisap rokoknya lalu menoleh ke Bayu.
"Fara memintaku untuk menjadi semacam pengawal untukmu, tetapi sekarang setelah melihatmu—" Walau terasa samar, namun Anggi merasa kalau firasat dalam dirinya memperingatinya akan sosok Bayu, "—aku tidak yakin kalau kau butuh semacam pengawal."
"…"
Seketika situasi menjadi hening. Anggi sekali-kali menghirup rokoknya. Bayu sedang berpikir sejenak.
"Kenapa kau mau menerima tawaran Fara? Aku belum mempunyai nama, dan kalau masalah uang, aku juga tidak memilikinya. Sejujurnya aku agak bingung, apa alasanmu?"
Anggi tersenyum, "Kau memiliki nama, Bayu Rivertale."
"Kakakku yang terkenal bukan aku."
"Aku tidak butuh uang, aku hanya ingin informasi. Fara berkata kalau kau adalah satu-satunya yang bisa memberikan informasi itu, aku bersedia masuk guild, jadi pengawal bahkan tanpa digaji sekalipun kalau kau bisa memberiku informasi yang kuinginkan."
Bayu meneliti gerak gerik tubuh Anggi, dia merasa kalau perempuan di depannya tidak berbohong, "Informasi apa?"
"Informasi tentang hilangnya keluargaku sepuluh tahun lalu," Ujar Anggi sembari sedikit mengangkat kacamata hitamnya.
"Sepuluh tahun lalu?"
"Ah, kau tak perlu cemas. Harapanku tentang mereka masih hidup sudah tidak ada. Aku hanya ingin tahu alasan mereka menghilang begitu saja."
Anggi sedikit mengingat ketika masih berumur tujuh belas tahun, sewaktu ia pulang ke rumah kala itu, Anggi mendapati rumahnya kosong. Selama tiga hari dia berdiam di rumahnya, menunggu kedatangan keluarganya sebelum akhirnya melapor ke polisi. Sampai saat ini tidak ada petunjuk apapun akan ke mana perginya keluarga Anggi.
Demi mencari petunjuk, Anggi bahkan mendaftarkan diri sebagai agen inteligen di Pusat Intelegensi Nusa (PIN). Selama tujuh tahun dia bekerja di sana, namun satu petunjuk pun ia tidak dapatkan. Tahun lalu, karena mulai putus asa, Anggi mengundurkan dari PIN.
Setelah itu Anggi menghabiskan hidupnya dengan menghibur diri dengan uang yang selama ini ia dapatkan. Sebelum akhirnya Fara datang dan memberikan sedikit harapan padanya.
Anggi tentu tidak langsung percaya, ia masih sinis dengan perkataan Fara kemarin. Namun ia memutuskan untuk menemui Bayu sendiri untuk mengetahuinya. Walau hanya sedikit harapan, setidaknya ini tidak lebih buruk dari tujuh tahun ia di PIN.
"Hmm…" Bayu kembali berpikir, tawaran dari Anggi sesungguhnya membuatnya sedikit tertarik. Informasi yang Anggi butuhkan mungkin bisa ia dapatkan lewat buku di perpustakaan. Belum lagi, Bayu merasa kalau Anggi merupakan orang yang kuat, setidaknya dia merasa kalau Anggi berada pada kelas emas.
Bagi guildnya yang bahkan belum terbentuk, yang bahkan baru ingin ia pikirkan besok, sudah mendapat calon avonturir kelas emas merupakan suatu berkah. Tapi, guildnya saja belum dibuat! Bayu kemudian pusing ketika mengingat masalah dana yang ia pikir kemarin dulu.
"Informasi yang kau inginkan, mungkin bisa aku cari. Tapi, aku bahkan belum membuat guildnya…"
"Hahaha… aku tahu, tapi kalau kau benar-benar bisa mencari informasi tentang keluargaku. Aku tentu akan membantumu membentuk guild. Bagaimanapun aku akan bekerja padamu. Pertanyaannya, apa kau yakin?"
"Tentang keluargamu? Hmm—Sembilan puluh persen aku yakin," Balas Bayu, sepuluh persennya merupakan kemungkinan yang tidak bisa ia prediksi. Bagaimanapun Bayu masih belum begitu mendalami kekuatannya.
Anggi mendengar itu, mata dibalik kacamatanya bersinar. Dia tidak menyangka kalau lelaki di depannya bisa begitu yakin akan mendapatkan informasi yang diinginkannya. Entah mengapa, namun Anggi merasa kalau beban di pundaknya selama ini sedikit berkurang. Sekarang fokus Anggi ia ganti untuk membantu Bayu dalam membuat guild. Dia tidak akan meminta informasi itu begitu saja tanpa bekerja dahulu.
"Kalau begitu, apa rencanamu sekarang dalam membuat guild?"
"…"
"Setahuku sebelum mendaftar, kau harus punya kantor, staf dan tentu saja anggota. Jadi di bagian mana sekarang?"
"Dana."
"…"
Keduanya terdiam sejenak. Bayu lalu memecah keheningan, "Kau tahu cara mendapatkan uang jumlah besar dengan cepat?"
"Judi."
"Gak punya modal."
Anggi sedikit merenung, lalu mengingat pekerjaan lamanya di PIN.
"Kita bisa mencari orang-orang yang ada di daftar pencarian orang. Kriminal atau orang hilang, kalau ingin jumlah yang banyak kriminal kelas kakap adalah solusinya."
"Ooooh!"
"Tapi tentu mencari kriminal itu saja pastinya membutuhkan waktu yang lama. Kriminal kelas atas sangat cerdik dalam menghilangkan jejak. Makanya Union dan Guild Fedaration membuat daftar pencarian bagi mereka."
Bayu senyum menyeringai mendengar itu. Ia lalu beranjak mengambil tablet miliknya di kamar. Setelah dia dapat ia kembali duduk di sofa.
"Dari daftar pencarian Union dan Federasi, apa ada yang kabur ke Nusa?"
"Hm? Selain kriminal dari Nusa sendiri, mungkin hanya ada satu atau dua. Tapi—entahlah, kalau ada juga mereka seharusnya masuk ke daftar pencarian di Nusa." Anggi kemudian melihat Bayu yang sibuk dengan tabletnya.
"Union atau Federasi, mana yang paling menguntungkan?"
"Union. Kriminal di daftar mereka biasanya lebih kejam dan mematikan. Ngomong-ngomong, apa kau serius untuk memburu mereka? Kau tahu, aku hanya sedikit bercanda waktu mengusulkan ini. Kita bisa cari jalan lain untuk mengumpulkan uang."
"Tunggu sebentar," Ucap Bayu. Dia membuka situs daftar pencarian kriminal milik Union. Lalu mensortir kriminal yang kemungkinan berada di daerah Nusa. Bayu sedikit terkaget ketika melihat daftar yang cukup panjang. Dia tidak mengira kalau ada banyak kriminal di negaranya, belum lagi yang membuat hatinya tertawa adalah ketika dia menemukan foto Panji yang diambil dari video pengawas di rumah Adi. Dia tidak mengira kalau dirinya sekarang termasuk dalam daftar.
Bayu lalu membuka satu persatu daftar orang di situs itu. Membaca nama lengkap dan tempat tanggal lahir mereka.
'Ayu, berikan aku informasi tentang keberadaan setiap individu di semua buku yang akan terbentuk.'
<Siap dilaksanakan, tuan.>
Selang satu jam lebih, Bayu kemudian mengangkat wajahnya yang sedari tadi melihat tablet. Dia melirik ke Anggi yang sedang menonton TV.
"Anggi," Panggilnya.
Anggi menoleh ke Bayu. Dia melihat lelaki itu kini memperlihatkan sebuah foto seorang lelaki di tabletnya.
"Dari ketiga orang ini, siapa yang kira-kira bisa kau hadapi?" Tanya Bayu sembari menggeser layar tablet dengan jarinya. Setelah selesai memperlihatkan foto ketiganya, dia memberikan tablet itu ke Anggi untuk dibaca lebih jelas.
Anggi mengambil tablet itu dan melihat informasi ketiga orang yang ditunjuk oleh Bayu. Ketiganya merupakan kriminal kelas atas dengan perkiraan kekuatan minimal kelas perak hingga emas. Dua laki-laki dan satu perempuan. Anggi sesungguhnya tertegun ketika menerima tablet dari Bayu.
'Kenapa dia menunjukkan ini? Apa mungkin Bayu mengetahui kebaradaan mereka?'
Anggi masih tidak percaya, tapi ia masih menilik-nilik infomasi ketiga orang itu di tablet. Anggi merasa kalau ketiga orang itu bukan suatu masalah baginya. Karena uang adalah tujuan utamanya, Anggi akhirnya memilih laki-laki dengan total buronan paling tinggi. Namanya, Antony Poliester, jumlah hadiah tiga puluh lima juta Uni.
Bayu melihat orang yang dipilih oleh Anggi, dia lalu mengkorfimasi keberadaan Antony sekarang kepada Ayu. Bayu lalu meminta nomor kontak Anggi, yang tentu saja Anggi berikan karena mulai saat ini dia bekerja padanya. Setelah mendapatkan kontaknya, ia lalu mengirimkan sebuah pesan berisikan alamat kepada Anggi.
"Kota Akademi…" Anggi melihat Bayu setelah membaca alamat di ponselnya. Dia terkejut sekaligus terkesan. Walau masih kurang percaya, karena belum dapat dibuktikan. Namun, jantungnya kini berdegup kencang. Anggi tidak sadar kalau ia sedang tersenyum lebar.
"Go! Dapatkan uang itu," Kata Bayu, sembari mengangkat kepalan tangan ke atas.