"L-Lho? W-Wanita itu... Wanita itu k-kenapa terlihat mirip denganku?" Honey sangat terkejut begitu untuk pertama kalinya wajah sang tuan putri ditunjukkan. Memandang kedua pria di sampingnya secara bergantian. "A-Apa wanita itu, si tuan putri, adalah… diriku? Huh?"
Night tak menyahut. Sang raja terlihat sedang bertarung dengan dirinya sendiri dan kenangannya yang telah terkubur lama. Sementara Larry tampak langsung menganggukkan kepalanya.
"Lebih tepatnya itu adalah kehidupan anda yang sebelumnya, Nona. Anda adalah wujud reinkarnasi dari wanita itu."
"A-Apa? R-Reinkarnasi" tanya Honey tak percaya.
Yang benar saja. Dia bahkan tak percaya dengan hal itu sebelumnya. Tentu saja dia kaget menerima kabar ini. Rasanya tidak nyata sama sekali.
Namun kini kalau dipikir-pikir… sejak Night hadir memang tak ada lagi yang namanya nyata atau tidak. Logis atau mustahil. Honey sudah menyaksikan banyak hal untuk banyak keajaiban walau baru beberapa hari saja mereka tinggal bersama.
Kembali dengan kejadian di masa lalu.
Night malah terlihat terdiam begitu akhirnya melihat sang putri dengan jelas. Matanya mengerjap beberapa kali begitu menatap perempuan itu, seakan iris itu mampu menghirup seluruh nyawanya, menghipnotisnya hingga tak sadar. Hal yang sama juga dialami oleh sang putri. Untuk beberapa wanita itu juga terlihat terpana begitu menatap Night. Ditatapnya kedua mata mahluk itu dengan sedalam-dalamnya.
"T-Tidak apa-apa. Tak perlu meminta maaf." Night tersadar setelah beberapa saat. Sedikit tersenyum membalas ucapan wanita itu padanya. "Mohon berhati-hati saja di lain hari."
"Terima kasih atas kemurahan hati Anda, Tuan," kata Gadis itu sambil sedikit menundukkan kepalanya. Dia tak bisa menjelaskan apa yang terjadi padanya, namun wajahnya tiba-tiba saja memanas. Dia jadi canggung dan gugup di depan Night. "Kalau begitu saya permisi dulu, tuan. Permisi—"
"Nama!" Night sedikit panik begitu gadis itu hendak pergi dari hadapannya, sehingga tanpa sadar ia sedikit berteriak untuk menahan gadis itu lebih lama. "Boleh saya tahu nama Anda, Nona?"
Sang putri tampak kebingungan menjawabnya. Dia bahkan melirik ibu dayangnya untuk meminta pendapat. Wanita paruh baya itu hanya memberikan senyuman. Mendukung setiap keputusan dari gadis itu.
"Eliana. Namaku Eliana."
"Eliana?"
Night mengulang nama itu dengan suaranya. Tidak tahu mengapa, ada sejenis perasaan sedikit bergejolak di dada ini begitu lisannya menyebut nama itu. Dia sangat menyukainya.
"Putri Eliana, begitu? Baiklah. Saya akan mengingatnya."
Night tiba-tiba teringat tentang cerita yang pernah didengarnya dari penduduk desa ketika ia menyamar dan berbaur dengan mereka. Menurut mereka pemimpin kerajaan di negeri ini memang memiliki seorang putri tunggal yang terkenal dengan kecantikannya. Kalau Night tidak salah ingat, putri itu memang bernama Putri Eliana. Nama yang sama dengan yang barusan didengarnya dari wanita ini.
Namun belum puas berbincang lebih banyak, kehebohan malah terjadi dengan tiba-tiba ketika pasukan kerajaan sampai di tempat itu. Sang Putri dan dayangnya langsung terlihat sedikit panik.
"Sepertinya kami harus pergi, Tuan. Sekali lagi terima kasih atas kebaikan hati Anda," ucap sang dayang sambil membantu Putri Eliana mengenakan kembali selendang dan cadar tadi. Kedua orang itu mulai bersiap untuk pergi.
"Selamat tinggal. Sampai jumpa di lain hari, Tuan Putri," ucap Night sebelum membiarkan kedua orang itu pergi.
Putri Eliana terlihat sedikit keheranan mendengar ucapan itu, namun dia tak bisa terlalu memikirkannya ketika sang dayang segera menariknya pergi.
***
Saat malam menjelang, sosok Night terlihat berjalan dengan terburu-buru memasuki istana dari kerajaan vampir. Ekspresinya terlihat panik. Karena tadi ia tiba-tiba mendapat kabar buruk dari dalam.
"Anda sudah datang, Pangeran. Baginda raja sudah menunggu Anda sejak tadi," ucap Larry di masa lalu yang menampakkan dirinya untuk pertama kali. Sang penasehat kerajaan tampak langsung menghampiri sang pangeran dan berjalan bersamanya.
"Bagaimana keadaan Ayahanda, Paman."
"Beliau terlihat semakin parah, Pangeran. Beliau begitu lemah."
Jawaban Larry itu membuat Night lebih mempercepat langkahnya. Ingin segera memastikan keadaan sang ayah dengan kedua matanya sendiri.
Sementara itu tanpa mereka sadari beberapa pasang mata tampak memperhatikan mereka dari kejauhan. Honey hampir berteriak begitu mengenali mereka semua.
"Itu adalah saudara-saudara anda, Pangeran." Giliran Larry yang bersuara di tengah keseriusan mereka.
"Astaga. Jadi salah satu pangerannya memang Kris? Taksirannya Hana?!" seru Honey masih saja kaget.
Walau dandanannya terlihat jauh berbeda dengan si super modis Kris William, namun dia masih dapat mengenalinya. Honey bahkan juga dengan cepat mengenali sosok lain yang duduk di hadapannya, Justin. Tak bisa dipercaya kalau aslinya mereka itu bersaudara.
"Apa mereka benar-benar membenciku? Segitunya? Kenapa?" tanya Night tak mengerti. Ia melirik Larry lagi untuk meminta penjelasan.
"Anda akan segera mengetahuinya, Yang Mulia," ucap sang penasehat sambil tersenyum miris.
Kembali dengan cerita di masa lalu.
"Aku masih tak percaya dengan yang sedang terjadi. Bagaimana bisa Ayahanda memilihnya sebagai penerus? Ini tidak adil, padahal kita juga anak-anaknya…."
Kris memulai pembicaraan dengan nada penuh kebencian. Matanya terus menatap tajam ke arah Night dan Larry yang kini memasuki pintu masuk kastil.
"Aku tidak mengerti apa yang membuatnya terpilih. Bisa dikatakan kalau dia adalah Pangeran yang paling lemah di antara kita berempat. Jangan lupakan kalau dia adalah seorang pemberontak yang sering kabur dari istana untuk mencari kesenangan di luar sana. Apa yang ayahanda harapkan dari penerus seperti itu?"
Sementara Justin tak menyahut. Pangeran yang satu itu tampak hanya sibuk menglus-elus bulu seekor burung hantu yang hinggap di lengannya. Sesekali pandangannya kembali beralih menuju arah pergi Night tadi.
Di dalam istana.
"Night, kau akhirnya datang?"
Sapaan lemah langsung menyambut kedatangan sang Pangeran. Sesampainya di kamar dilihatnya tubuh sang ayah yang terbaring lemah di atas ranjang bertitahkan emas. Vampir yang disebut sebagai yang terkuat di golongan mereka itu kini tak lebih dari seorang pria tua yang tengah sekarat.
"Ayahanda…" panggil Night sedih. Dengan cepat mendekati tempat tidur.
"Aku senang melihatmu lagi, Putraku…" ucap sang raja dengan senyuman bahagia yang terlihat lelah. Salah satu tangannya tampak terangkat berusaha menyentuh wajah putra kesayangannya itu. Night meraih tangan itu, menggenggamnya dengan erat.
"Ayahanda, maafkan keegoisanku yang begitu terlambat menemuimu. Maafkan putramu ini yang tidak berada di sini untuk merawatmu…" bisik Night pelan. Jemari itu terasa begitu lemah di genggamannya, begitu rentan, terasa sangat berbeda dari pribadi kuat sang ayah yang dia tahu.
Kondisi ayahnya memburuk sejak beberapa tahun yang lalu. Pertahanan beliau runtuh secara perlahan sepeninggal sang permaisuri. Padahal setahunya seorang vampir akan hidup secara abadi, namun untuk sebuah alasan ibunda mereka tiba-tiba terserang sebuah penyakit yang sampai sekarang tak diketahui penyebabnya. Penyakit itulah yang membuat beliau akhirnya berpulang layaknya manusia yang memiliki batas hidup.
Sejak kepergian sang ratu, secara perlahan sang raja juga kehilangan semangat hidupnya. Keadaannya malah terus memburuk belakangan ini sehingga membuat beliau harus terbaring tak berdaya seperti ini. Semua itu juga secara perlahan menggerogoti tubuh perkasanya.
"Night, apa kau tahu mengapa aku memanggilmu untuk datang?" Sang raja bertanya kembali dengan nada yang bergetar. Sama halnya dengan tangannya di genggaman Night saat ini. "Karena ada yang ingin kutitipkan padamu."
"A-Ayahanda ingin menitipkan sesuatu padaku? A-Apa itu, Ayahanda?"
***