Senin itu Kaluna masuk sekolah seperti biasanya, sambil bertanya-tanya dalam hati apakah Estefan sudah tiba di kantor guru dan bersiap mengingatkannya tentang sisa hukuman yang harus dia kerjakan selama seminggu penuh.
“Luna!” Terdengar suara Yohan memanggil saat Kaluna sedang berjalan di koridor. “Gimana urusanmu sama Pak Stefan?”
Kaluna memandang Yohan sekilas dan tidak yakin jika harus membagikan pengalamannya berurusan dengan Estefan. Sejak pengkhianatan yang dilakukan Rara kepadanya dulu, Kaluna sudah tidak percaya lagi dengan yang namanya teman.
Karena itulah dia tidak pernah berminat menjalin pertemanan dengan siapapun di sekolah-sekolah sebelumnya.
“Pak Estefan benar-benar konsisten sama ucapannya,” kata Kaluna tanpa menghentikan langkahnya. “Aku heran dia belum juga mengeluarkan aku dari sekolah.”
“Kan aku sudah bilang, mendingan kamu mengundurkan diri sendiri,” komentar Yohan sambil menaikkan sebelah alisnya. ”Ngapain harus nunggu Pak Stefan yang mengeluarkan kamu?"
“Aku kan sudah pernah kasih tahu apa alasannya ...” ujar Kaluna sambil berjalan pelan. “Kalau aku keluar duluan, itu artinya Pak Estefan yang menang."
“Terserah deh, wali kelasmu itu sama kerasnya kayak kamu,” komentar Yohan, mendahului langkah Kaluna yang tidak tidak terlalu cepat. “Aku duluan. ”
Kaluna hanya mengangguk singkat ke arah Yohan.
Setibanya di kantor guru, suasana masih terlihat sangat sepi. Kaluna cepat-cepat menyapu ala kadarnya, setelah itu akan ada petugas kebersihan sekolah yang sudah lebih dulu kongkalikong dengannya untuk membersihkan kantor guru dengan lebih optimal.
Sementara petugas kebersihan sekolah melakukan tugasnya, Kaluna berjalan pergi meninggalkan kantor guru untuk mencari hiburan.
"Bosan juga lama-lama," gumam Kaluna sambil memandang sekelilingnya. "biasanya setelah satu bulan sekolah, aku langsung dikeluarkan."
Mendadak keinginan membolos itu terbit dalam kepala Kaluna, ditambah kegiatan bimbingan khusus dari Estefan dan Bu Ester membuatnya jadi supersibuk daripada biasanya.
Karena itulah Kaluna segera menyelinap pergi meninggalkan sekolah tanpa pikir panjang lagi. Dia berjalan cepat melintasi gerbang sekolah dan mencegat taksi di jalan depan yang masih lengang.
Saat sedang menunggu taksi, mendadak sebuah mobil hitam berhenti tepat di depan Kaluna yang tidak memiliki kecurigaan apa-apa.
"Hei Lun, apa kabar?" Seorang remaja laki-laki keluar dari mobil dan Kaluna seketika terpaku selama beberapa detik. "Aku pikir aku salah orang, ternyata memang benar kamu."
Kaluna mundur menjauh dengan wajah terkejut.
“Dewangga ...! Gimana ... gimana caranya kamu ...?” katanya tergeragap.
“Akhirnya usahaku buat cari kamu nggak sia-sia,” komentar Dewangga, mantan kekasih Kaluna dengan pandangan menghakimi. “Ayo ikut aku ke suatu tempat, aku mau reuni rahasia sama kamu.”
"Reuni ... rahasia ...?"
Kaluna masih cukup sadar untuk menolak mentah-mentah keinginan Dewangga.
“Aku nggak mau terlibat urusan apa-apa sama kamu lagi, ” kata Kaluna tanpa berbelit-belit. “Lebih baik kamu pergi dari sekolahku sekarang."
“Sekolah? Jangan bercanda!" ejek Dewangga. “Kamu justru kelihatan mau membolos ya ....”
“Siapa bilang aku mau bolos?” potong Kaluna garang. “Sekarang cepat pergi atau aku harus panggil satpam sekolah untuk ngusir kamu?”
Dewangga terdiam cukup lama, dia tentu saja tidak akan bisa diusir semudah itu oleh Kaluna.
“Dewa, ini sekolah orang. Aku harus belajar, mendingan kamu pergi sekarang.” Kaluna berbalik untuk pergi dari hadapan sang mantan kekasih.
Dewangga menyambar jas yang dipakai Kaluna saat gadis itu berbalik, dan nampaklah kemeja putih yang dikenakannya.
“Ayo kita pergi reuni sebentar, Lun?" ajak Dewangga sambil memandang Kaluna lurus-lurus. "Aku kangen banget sama kamu ...."
“Pembohong!” sembur Kaluna cepat-cepat. “Tukang tipu! Selingkuh sama teman aku itu kamu sebut kangen?”
Dewangga menatap tajam Kaluna tanpa berkata apa-apa untuk sesaat. Sial, umpatnya dalam hati. Meski sudah lama mereka tidak bertemu, penampilan mantannya ini tetap saja terlihat cantik walaupun sedang dalam keadaan marah.
“Lepas Wa, aku mau sekolah!” pinta Kaluna sambil meronta. “Aku bisa terlambat.”
Namun, Dewangga tetap menarik paksa Kaluna untuk masuk ke mobilnya.
“Dewa, kamu gila?!” Kaluna segera berbalik badan memunggungi mantan kekasihnya. “Aku sedang nggak mau bertemu sama kamu lagi ...”
“Aku tahu,” kata Dewa sambil menyeringai. “Aku ingin kita reuni secara tertutup dan rahasia."
Kaluna berdecak marah.
“Wa, ini kelewatan! Kamu bukan siapa-siapa aku, seharusnya kamu nggak perlu kayak gini” seru Kaluna.
Dengan sadar Dewangga menghirup aroma wangi dari belakang kepala Kaluna. Dia tahu ini gila, tidak ada seorang pun mantan yang segigih itu untuk mencari keberadaan sang tambatan hati.
Tetapi Kaluna pengecualian untuknya, karena dia terlalu cantik, memesona, dan membutakan mata hatinya hingga membuat Dewangga nyaris tidak dapat melupakan jalinan asmara dirinya dengan Kaluna meski sempat berhubungan dengan Rara.
"Masuk!" Dewangga menarik lengan Kaluna dan menjebloskannya ke dalam mobil dengan paksa.
"Dewa, kamu mau bawa aku ke mana?!" seru Kaluna dengan wajah tegang.
Dewangga tidak menjawab dan langsung tancap gas memacu mobilnya.
Bertepatan dengan itu, Estefan muncul dengan mobilnya yang berwarna silver.
"Kaluna?" Guru muda itu sempat melihat salah satu muridnya ditarik paksa ke dalam mobil asing tepat di depan sekolahnya sendiri. Tanpa pikir panjang, Estefan bergegas membuntuti mobil itu sebelum terlalu jauh.
Estefan terus memacu mobilnya tanpa sepengetahuan pengemudi mobil yang sedang membawa Kaluna pergi. Dia berusaha memperhalus gerakannya agar siapa pun orang yang menculik Kalina tidak sadar bahwa dirinya sedang dibuntuti.
Hingga kemudian, mobil yang membawa Kaluna itu berhenti tepat di halaman sebuah gedung apartemen mewah di salah satu sudut kota.
Estefan terus mengawasi saat remaja itu turun sambil menarik Kaluna dengan paksa ke dalam gedung apartemen. Sehebat apa pun Kaluna melawan, tetap saja dia harus kalah di tangan Dewangga yang tenaganya jauh lebih besar.
Terlebih saat Dewangga mencekokinya dengan segelas orange juice begitu mereka tiba di kamar, membuat Kaluna tidak dapat berkutik lagi.
"Aku kangen sama kamu, Lun." Dewangga memandang liar ke arah Kaluna yang merasakan ada sesuatu tak beres sedang menjangkiti tubuhnya yang indah berisi. "Inilah reuni rahasia yang aku maksud, aku mau menjalin cinta kita lagi."
Kaluna menggelengkan kepalanya untuk mempertajam pandangannya yang mulai kabur, dia sudah tidak bisa berpikir jernih sekarang.
Dewangga terus mengawasi Kaluna dengan penuh gairah, tapi sebelum dia sempat mendekat sebanyak tiga langkah, mendadak terdengar dentingan bel di kamar yang dia huni. Tak lama setelahnya, gedoran bertubi-tubi mulai menyerang pintu kamarnya.
"Berengsek," umpat Dewangga sambil memandang Kaluna yang mulai teler, dia cepat-cepat mengangkat cewek itu ke tempat tidur dan sudah setengah jalan melucuti kancing kemeja Kaluna, ketika suara bel dan gedoran itu terdengar silih berganti.
Dengan terpaksa, Dewangga meninggalkan Kaluna dan mendekat ke pintu.
“Kamu cari siapa?” tanya Dewangga ketika dia membuka pintu dan mendapati seorang pemuda bertubuh tegap sedang berdiri di hadapannya.
“Saya cari murid saya yang bernama Kaluna,” jawab Estefan tegas.
Dewangga, nama remaja itu, memandang Estefan dengan agak sangsi. Dia tidak percaya bahwa pemuda yang ada di depannya ini adalah seorang guru sampai Estefan menunjukkan tanda pengenalnya sebagai salah seorang staf pengajar di SMA Oasis.
“Jadi di mana Kaluna?” ulang Estefan. “Saya bisa melacak nama dan sekolah kamu ....”
Bersambung –