"Kemana Bang Ari?" Raditya bertanya pada Venita.
"Pergi mengantar perempuan tadi. Dit, kita kembali ke hotel , ya?" Venita menarik tangan Raditya. "Aku capek!" Raditya mengangguk.
Mereka berjalan bersisian, melangkah perlahan menikmati malam yang semakin larut.
"Aku sudah mulai merasa jenuh di tempat ini. Kalau kamu?"
"Biasa aja."
"Dit, aku kangen jalan ke mall, nongkrong di kafe. Duh, pokoknya aku pengen syuting cepat selesai!" Raditya tertawa melihat wajah Venita yang terlihat nyaris frustasi.
"Dih, malah ngetawain aku!"
"Katanya suka travelling?"
"Aku suka travelling tapi nggak sampai sebulan juga ditempat kayak gini. Aku nggak betah!"
"Kalau aku kadang-kadang juga butuh kesunyian seperti ini. Rasanya damai aja."
"Kamu sering ke tempat-tempat kayak gini?Sunyi...hanya melihat sawah, gunung."
"Jarang...teman-temanku bukan penggemar tempat-tempat seperti ini. Sama seperti kamu, baru seminggu sudah nggak betah." Raditya tertawa kecil.
"Kayaknya kalau suatu saat kamu sama teman-temanmu mau travelling harus ajak aku. Sepertinya kita cocok."
"Oke, akan ku ingat untuk memasukkan namamu jadi partner travelling."
***
Di lobby mereka berdua melihat Bang Ari sedang duduk sambil memandangi ponselnya. Raditya mampir untuk menyapa, sedangkan Venita memilih terus melangkah ke kamar. Katanya dia sudah terlalu lelah dan ingin segera berbaring.
"Aku kira balik lagi ke warung Bang."
"Nggak lah, tadi langsung ke hotel. Aku suruh Andra yang antar motornya ke warung."
"Dia temanku Dit, teman masa SMA. Tidak disangka ketemu disini." Ari melanjutkan.
"Menyenangkan bisa ketemu teman sekolah lagi. Tapi jauh juga ya ketemunya disini."
"Begitulah, terkadang pertemuan selalu tak terduga."
Ari memandangi wajah Raditya. Dia butuh teman bicara, dan sedang menimbang-nimbang apakah Raditya bisa dijadikan teman untuk menceritakan tentang Rembulan.
"Dia berada di sini karena pekerjaan. Dia seorang penulis, katanya dia membutuhkan suasana baru untuk menyelesaikan tulisannya." Raditya tertegun begitu mendengar Ari bicara. Mungkinkah itu Rembulan?
"Aku pernah menjadi bagian dari hidupnya, lalu kami berpisah. Sepertinya dia tidak bisa menerima perpisahan kami. Aku tahu, aku yang salah telah begitu saja meninggalkannya. Tadi aku meminta maaf, tapi dia sepertinya tidak ingin memaafkanku. Aku merasa harus mendapatkan hatinya kembali."
Tidak seperti biasanya Ari bicara cukup panjang pada Raditya dan yang dibicarakan adalah masalah pribadi. Biasanya Ari membicarakan pekerjaan itu juga seperlunya, atau sesekali bercanda. Tapi malam ini dia butuh seseorang untuk teman bicara.
Raditya hanya diam mendengarkan, matanya terus melihat Ari. Ada gurat kesedihan yang terlihat dari wajahnya. Setelah bicara, lalu Ari terdiam, tatapan matanya menerawang.
Raditya berpikir, "Apakah kami sedang memikirkan perempuan yang sama?"
***
Malam ini Rembulan tidak bisa tidur, dia hanya membolak-balikkan badannya. Pertemuan tadi membuat dia mengenang kembali saat-saat bersama Ari. Hanya beberapa bulan bersama, namun Rembulan tak mampu melupakannya. Ari adalah cinta pertamanya.
***
"Selamat sore Lan, aku datang memenuhi janjiku."
Sore itu untuk pertama kali Ari datang ke rumah Rembulan, dia berharap Rembulan mau menerima kedatangannya.
Rembulan hanya menatap dengan pandangan tak percaya. Dia tak menyangka Ari akan benar-benar datang. Dia mengira Ari hanya sekedar bercanda.
"Janji yang mana?"
"Untuk mendengarkan ceritamu tentang ketiga novel yang akan aku pinjam di perpustakaan. Katanya kamu sudah membacanya. Benar kan?"
"Kamu serius mau mendengarkan aku menceritakan soal novel-novel itu?" Mata Rembulan membulat.
"Iya aku serius." Ari langsung duduk di kursi teras. Dia menatap lurus ke arah Rembulan yang masih berdiri dan merasa canggung. Apa sih maunya Abang yang satu ini?
Selama ini ada beberapa laki-laki yang berusaha mendekatinya. Tapi yang satu ini berbeda, baru laki-laki ini yang mendekatinya karena novel.
"Memangnya novel yang tadi dipinjam sudah dibaca?" Rembulan bertanya sambil mengambil posisi duduk berhadapan dengan Ari.
"Baru satu, itu juga belum tamat." Ari tersenyum lebar.
"Kalau belum selesai, kenapa kesini?"
"Sebenarnya biar aku punya alasan untuk datang menemuimu." Rembulan membuang pandangan wajahnya. Dia ingin tertawa.
Itu adalah awal mula hubungan antara Rembulan dan Ari. Lalu mereka mulai sering bicara di sekolah, Ari sering menanyakan soal novel dan sering meminta Rembulan untuk menceritakannya kembali. Ari suka dengan cara Rembulan bercerita. Seperti seorang pendongeng yang sangat antusias menceritakan suatu kisah. Dari mulai ekspresinya dan nada suaranya yang mengalun indah. Ari mulai suka membaca novel, Rembulan tanpa sengaja telah menularkan hobi bacanya kepada Ari.
"Suatu saat aku akan menjadi seorang penulis. Aku ingin orang lain bisa membaca karyaku dan menyukainya, " kata Rembulan suatu kali.
"Aku orang lain, dan aku sering membaca tulisanmu di majalah dinding sekolah. Aku menyukainya."
"Bukan itu maksudku." Rembulan mencebik.
"Aku salah satu penggemarmu. Apakah masih kurang?" Ari menggoda Rembulan. Dia suka melihat wajah Rembulan yang cemberut.
"Ah, Abang nggak tau maksudku!" Rembulan membuang muka, dia merasa jengkel.
"Hei, duduklah mendekat!" Ari menarik tangan Rembulan, "Aku tahu maksudmu," katanya sambil tersenyum lalu melingkarkan lengannya di bahu Rembulan. Matanya terus menatap gadis yang masih memasang wajah cemberut, lalu Ari mencium pipinya.