Rembulan membuka pintu rumah dan melihat Raditya berdiri tegak, kedua tangannya dimasukkan kedalam saku hoodie berwarna biru navy. Raut wajahnya keruh, matanya menatap Rembulan, tak ada senyuman yang tersungging untuk Rembulan. Oh, laki-laki ini benar-benar marah padanya.
Rembulan mempersilahkan Raditya masuk. Bahasa tubuhnya canggung dan gugup. Sebenarnya dia belum siap menerima ledakan amarah Raditya. Rembulan menunggu sambil berjalan masuk.
***
Raditya cepat menyambar pergelangan tangan Rembulan, "Duduklah dulu! Kita harus bicara."
"Tapi aku akan membuatkanmu kopi dan menyiapkan sepiring camilan. Tadi aku membelinya."
Rembulan melepas pegangan tangan Raditya yang tidak terlalu kuat dengan sedikit menyentakkannya. Raditya terus menatap Rembulan tajam, dia bergerak maju mendekati Rembulan hingga perempuan itu bergerak mundur dan badannya merapat ke dinding. Bola matanya bergerak-gerak, tatapan matanya antara bingung dan takut. Raditya meletakkan satu tangannya di dinding, dia mengunci Rembulan. Tangannya yang satu lagi bergerak menyentuh rambut Rembulan, membelainya lembut.
"Aku memaafkanmu sayang, tapi jangan pernah lakukan hal itu lagi. Aku tidak akan sanggup melihatnya, aku tidak akan sanggup kehilangan kamu."
"Kamu tidak akan kehilangan aku, tadi Adrian hanya berpamitan dan berjanji tidak akan menemuiku lagi. Aku juga merasa kaget saat dia menyentuhku." Rembulan menjawab, mencoba mengurangi kemarahan Raditya padanya.
Raditya terus membelai lembut rambut Rembulan, bahkan mulai menelusuri wajahnya dengan ujung jari telunjuknya.
"Berjanjilah padaku tidak akan dekat lagi dengan Ari, Adrian atau siapapun laki-laki yang menyukai kamu." Raditya berkata dengan suara lembut.
"Termasuk kamu?"Rembulan tertawa pelan, mencairkan suasana yang terasa menegangkan.
Raditya tersenyum lebar, "Aku rasa tidak perlu menjelaskannya padamu. Kamu tahu jawabnya."
Tangan Raditya bergerak turun menyentuh bagian belakang leher Rembulan. Tatapan mereka berdua berpaut, Raditya memajukan wajahnya dan mencium bibir Rembulan dengan lembut.
"Aku mencintaimu," katanya setelah melepaskan ciumannya pada bibir Rembulan. Dia ingin melakukannya lagi, bibir itu terasa lembut dan manis. Namun Raditya harus menahan hasratnya, dia takut tak bisa mengendalikan hasratnya apabila menyentuh bibir gadis itu lagi.
***
"Ehm, jadi kamu akan membuatkan secangkir kopi untukku?" Raditya menegakkan tubuhnya.
Rembulan menggigit bibirnya, dia merasa kehilangan. Ternyata sedahsyat ini rasanya. Jantungnya masih berdegup kencang, dia merasa heran Raditya sudah bisa bersikap tenang sedangkan dia masih berusaha mengatasi kegugupannya dan menetralkan pikirannya yang bergerak liar kemana-mana. Apakah ini akibat dia sering menulis kisah romantis? Pada saat dihadapkan dengan situasi yang sesungguhnya ternyata dia menjadi terbawa imajinasi seperti dalam novel-novelnya. Terkutuklah dirinya yang berpikiran liar ketika merasakan bibir Raditya berada dibibirnya dan merasakan tubuh laki-laki itu mendekap erat tubuhnya.
Rembulan perlahan-lahan mengangkat kepalanya yang sedari tadi tertunduk, mengarahkan matanya ke mata Raditya dan melihat laki-laki itu tersenyum padanya. Mungkin karena Raditya seorang aktor dia bisa cepat mengatasi situasi ini. Sedangkan Rembulan harus menghembuskan napas berkali-kali. Raditya tersenyum semakin lebar melihat tingkah Rembulan. Perlahan ditariknya perempuan itu ke dalam pelukannya, membelai punggungnya perlahan. "Oh Tuhan..." Rembulan memohon di dalam hati agar Raditya menghentikan semuanya, karena dia tidak akan sanggup menerima sentuhan laki-laki ini.
Raditya berbisik di telinga Rembulan, "Kencan kita di bawah sinar bulan sambil minum secangkir kopi jadi kan?Penawaranmu masih berlaku kan?"
"Ya" Rembulan menjawab pendek. Raditya melepaskan pelukannya dan mencium pipi Rembulan, "Ayo, buatkan secangkir kopi untukku!"
***
"Besok ada pertunjukan premiere filmku di bioskop. Aku berharap kamu mau ikut menghadirinya." Raditya bicara, tangannya menggenggam tangan Rembulan. Mereka berdua sedang duduk di balkon, minum kopi sambil memandangi bintang-bintang.
"Aku?" Rembulan bertanya ragu-ragu. Dia membayangkan akan ada banyak wartawan yang meliput dan akan ada jumpa fans. Rembulan merasa resah, dia tidak akan nyaman tapi dia tidak ingin mengecewakan Raditya.
Beberapa kali laki-laki ini selalu mengajaknya ke tempat syuting sekedar syuting iklan atau pemotretan namun Rembulan selalu menolak dengan berbagai alasan. Untunglah Raditya mengerti.
Malam ini Rembulan melihat tatapan penuh harap di mata Raditya. Dia ingin semua orang mengenal kekasihnya. Sedangkan Rembulan belum siap masuk ke dunia Raditya, bisa jadi dia tidak akan pernah siap. Dia mencintai Raditya tapi bukan dunianya yang hiruk pikuk.
"Aku tidak memaksa, tidak masalah kalau kamu nggak mau." Raditya semakin erat menggenggam tangannya.
"Aku mau...jam berapa?" Rembulan berpikir sampai kapan dia akan begini terus, bagaimanapun itulah konsekuensi yang harus diterimanya saat menerima Raditya sebagai kekasih. Sang aktor terkenal.
"Sungguh?"Raditya seakan tak percaya Rembulan mengiyakan ajakannya. "Jangan memaksakan dirimu kalau kamu belum siap."
"Nggak apa-apa, besok aku akan datang bersamamu." Tangan Raditya terangkat memeluk bahu Rembulan, tersenyum lebar sambil memandangi bintang-bintang.
***
Rembulan tidak bisa tidur, dari tadi dia hanya membolak-balikkan badannya. Gelisah memikirkan besok harus datang ke pertunjukan perdana film Raditya. Dia senang melihat Raditya bahagia, bahkan sebelum pulang Raditya bertanya sekali lagi di depan pintu untuk meyakinkan kalau Rembulan benar akan datang dan tidak berubah pikiran. Dia mendengar Raditya bersiul sambil berjalan pulang. Rembulan tidak mungkin mematahkan kebahagiaan laki-laki itu.
Rembulan bangun dari tempat tidurnya, duduk di sofa dan memasang musik lembut, lagu-lagu klasik karya Chopin, favoritnya. Dia berusaha menenangkan pikiran dan hatinya.
Selalu seperti ini, sejak peristiwa penculikan dirinya beberapa tahun yang lalu, dia tidak pernah siap berada di tempat ramai. Ketika tinggal dengan orang tuanya, dia juga selalu menolak kalau diajak ke pesta. Dia lebih nyaman berada di rumah tepatnya di dalam kamarnya. Dirinya merasa terlindungi. Kalau berada di tempat ramai, Rembulan selalu merasa was-was ada yang menarik tangannya, menutup mulutnya dan membawanya pergi seperti dulu. Cerita itu masih disimpannya, dia belum ingin Raditya tahu.
Raditya berkali-kali juga meminta Rembulan menceritakan tentang keluarganya, Rembulan selalu mengelak dan berjanji suatu saat akan menceritakannya. Entahlah dia belum ingin Raditya tahu terlalu banyak tentang dirinya. Lagi-lagi Raditya sabar menunggu. Bagi Raditya yang penting adalah keberadaan Rembulan dan cinta Rembulan hanya untuknya.
Sekarang keadaannya sudah jauh lebih baik, sudah mau melihat dunia luar walaupun saat itu dipaksa oleh keadaan karena dia harus mempertahankan keinginannya menjadi penulis dan bertindak nekat memilih keluar dari rumah.
Bayangan malam itu selalu hadir menghantui dirinya, Rembulan mengidap insomnia.
***
Raditya mendengar alunan lembut suara piano dari rumah Rembulan. Hanya perempuan itu yang memainkan piano di tengah malam seperti ini. Raditya yakin Rembulan pasti susah tidur dan gelisah memikirkan sesuatu.
Dia jadi teringat akan permintaannya untuk mengajak Rembulan menonton pertunjukan perdana filmnya. Apakah karena itu Rembulan menjadi gelisah? Ada apa dengan gadis itu? Pasti ada sesuatu yang melatarbelakangi mengapa gadis itu selalu menolak berada di tengah pesta. Raditya ingat dia pernah mengajak Rembulan datang ke pesta ulang tahun temannya di suatu klub dan Rembulan langsung menolak dengan spontan, wajahnya menyiratkan ketakutan. Raditya selalu penasaran tapi dia sabar menunggu Rembulan untuk menceritakan secara langsung padanya.
Raditya jadi menyesali keputusannya mengajak Rembulan, dia tidak ingin membuat Rembulan tidak merasa nyaman.