Diruang ICCU terjadi sedikit kesibukan, karena tiba-tiba saja perawat yang menjaga Fatma memanggil dokter jaga. Dokter itu kemudian menghubungi Regina yang saat ini sedang berada di ruangannya karena ada jadwal untuk praktek.
" Tante Regina?" ucap Zabran yang melihat Regina berlari memasuki ruang ICCU.
" Ummi!?" ucap Zabran pelan.
Dengan cepat dia berjalan ke arah depan ICCU dan berusaha untuk melihat dari sela-sela gorden ICCU, tapi sepertinya tidak ada celah sedikitpun disana. Jantung Zabran berdetak sangat kencang, dia merapalkan do'a-do'a untuk memohon pada Allah SWT agar memberikan mukjizat pada umminya. Ternyata Ezzah melihat kakaknya saat akan pergi ke kamar kecil, dia langsung mendekati Zabran.
" Ada apa, Kak? Kenapa Kak Zab seperti orang panik?" tanya Ezzah.
" Tidak ada apa-apa! Kamu kembali saja ke ruang tunggu!" kata Zabran yang tidak mau membuat adiknya ikut khawatir.
" Baik!" jawab Ezzah yang selalu menuruti perintah kakaknya itu.
Dengan langkah gontai Ezzah berjalan menjauhi ruang ICCU.
" Zab!" panggil Regina yang membuka pintu ruang ICCU dan melihat keponakan sahabat suaminya itu sedang berdiri di depan kaca.
Zabran menolehkan wajahnya ke arah Regina.
" Tante! Bagaimana Ummi? Apa sesuatu terjadi pada Ummi? Tolong, Tante, Tante harus menolong Ummi dan membuat Ummi sembuh!" pinta Zabran dengan mata berkaca-kaca.
Ezzah yang melihat Kakaknya memohon seperti itu, menjadi ketakutan dan berlari mendekati Zabran dan Regina, dia takut terjadi sesuatu pada umminya.
" Tante?" panggil Ezzah.
" Tolong, Tante!" ulang Zabran sambil bersimpuh di hadapan Regina.
" Zab! Apa yang kamu lakukan? Istighfar! Tante hanya perantara!" kata Regina yang terkejut melihat sikap Zabran.
" Kakak!" gumam Ezzah dengan airmata sudah membasahi kedua pipinya.
" Ayo, berdiri! Hanya Allah SWT yang bisa menolong kita!" kata Regina menuntun Zabran untuk berdiri.
" Astaughfirullah! Ampuni hamba, Ya Allah! Ampuni hamba!" gumam Zabran menangkup wajahnya yang basah dengan airmata.
" Ummi kalian sudah melewati masa kritisnya dan kita harus segera melakukan operasi!" kata Regina.
" Zab akan bertanggung jawab atas Ummi, Tante!" kata Zabran.
Regina menganggukkan kepalanya lalu membawa Zabran ke ruangannya dan menanda tangani dokumen kesepakatan dengan rumah sakit. Sementara Harun yang tidak juga bangun, merasa melihat Fatma dalam mimpinya.
" Ummi!" panggil Harun.
Fatma tersenyum melihat suami yang sangat dicintainya itu.
" Aba? Kenapa disini?" tanya Fatma mengusap wajah suaminya.
Harun memejamkan kedua matanya menikmati usapan lembut dari halusnya tangan sang istri yang rasanya sudah bertahun-tahun tidak dirasakannya.
" Aba terlihat pucat, apa Aba sakit?" tanya Fatma lagi.
Dibukanya kedua mata Harun perlahan, dikerjap-kerjapkannya dan dilihatnya wajah cantik Fatma yang ternyata tidak lagi nyata, berganti dengan langit-langit rumah sakit.
" Ummi!" gumam Harun lemah.
Airmatanya menetes perlahan membasahi kedua pipinya yang putih dan terdapat sedikit kerutan.
" Alhamdulillah, Aba!" terdengar suara putri bungsunya
" Alhamdulillah, Ya Allah! Aba sudah sadar!" ucap Fiza lagi sambil mencium tangan dan pipi Abanya yang basah dengan airmata.
" Aba menangis? tanya Fiza dengan mata berkaca-kaca.
" Ummi?" tanya Harun yang menatap sayu pada putri bungsunya.
" Fiza panggil Tante Regina dulu buat periksa Aba!" kata Fiza.
Harun hanya terdiam tanpa ingin melakukan apapun, seakan gairah hidupnya turut hilang akibat memikirkan keadaan istrinya yang dia pikir tidak ada perubahan sama sekali. Pria tengah baya itu mencoba memejamkan kedua matanya dengan harapan bisa kembali memimpikan istri yang sangat dicintai dan dirindukannya itu.
" Ustadz!" panggil Regina membangunkan Harun.
" Dokter Aksa akan memeriksa Ustadz!" ucap Regina pelan saat melihat kedua mata Harun terbuka.
Harun hanya diam saja dan membiarkan dokter yang bernama Aksa itu tersenyum padanya.
" Maaf, Ustadz!" ucap Aksa sambil meraih stetoskop yang ada di dalam kantong snellnya lalu memasang kedua ujungnya ke telinganya. Tangannya bergerak perlahan memeriksa dada Harun lalu mendengarkan apa yang terdengar di telinganya.
" Alhamdulillah, keadaan Ustadz sudah baik, hanya perlu makan dan istirahat yang teratur!" kata Aksa.
" Alhamdulillah!" sahut Regina.
" Ustadz! Saya akan meresepkan beberapa vitamin dan harus Ustadz minum setiap hari!" kata Regina.
" Bagaimana keadaan istri saya?" tanya Harun menatap Aksa dengan sayu.
" Aksa bukan dokter yang menangani Ustadzah Zahirah! Dia dokter spesialis penyakit dalam!" kata Regina.
" Mana Fiza?" tanya Harun.
" Fiza? Ada diluar!" jawab Regina.
" Kamu muslim?" tanya Harun pada Aksa.
" Iya!" jawab Aksa.
" Sudah berkeluarga?" tanya Harun lagi.
" Belum!" jawab Aksa.
" Shalat dan ngajimu bagus?" tanya Harun.
Aksa mengalihkan tatapannya pada Regina, tapi wanita itu hanya diam saja.
" Kenapa?" tanya Harun.
" Tidak! Saya hanya shalat sekadarnya dan mengaji tidak lancar!" jawab Aksa jujur.
" Apa kamu mau mengkhitbah putri saya?" tanya Harun tegas.
" Apa? Khit...bah?" tanya Aksa membeo.
" Ustadz! Maaf, Dokter Aksa sudah memiliki tunangan dan akan menikah saat tunangannya menyelesaikan S2 nya di London!" jawab Regina menyela.
" Apa kamu pernah mengajaknya menikah?" tanya Harun lagi.
" Maaf, Ustadz! Ini kehidupan pribadi saya dan Ustadz tidak berhak ikut campur di dalamnya!" kata Aksa kesal.
" Astaughfirullah! Maafkan saya, saya salah memilih!" kata Harun.
" Apa maksud Ustadz salah memilih?" tanya Aksa yang merasa direndahkan oleh Harun karena merasa dianggap tidak pantas untuk putrinya.
" Saya pikir anda pasangan yang tepat untuk putri saya, tapi saya salah!" kata Harun.
" Dari sudut pandang mana Ustadz mengatakan saya tidak tepat untuk putri Ustadz?" tanya Aksa mulai emosi.
" Banyak!" jawab Harun.
" Ap...apa?" sahut Aksa.
" Ustadz! Sebaiknya Ustadz istirahat saja, agar kesehatan Ustadz bisa pulih kembali!" kata Regina kembali menyela perbincangan para pria itu.
" Tidak Dok! Saya ingin tahu jawaban dari pertanyaan saya barusan!" kata Aksa memaksa.
" Ok! Saya harus pergi, karena ada jadwal visite! Dan bukannya Dokter juga?" tanya Regina.
" Saya akan kembali dan meminta jawaban pada Ustadz setelah tugas saya selesai!" kata Aksa penasaran.
Belum pernah ada orang yang meremehkan dirinya hingga membuatnya merasa rendah seperti sekarang ini. Semua orang sangat kagum dan bangga padanya karena diusianya yang masih 26 tahun dia sudah menjadi seorang dokter spesialis penyakit dalam dan kandungan yang dicari banyak rumah sakit untuk menjadi dokter disana.
" Assalamu'alaikum!" ucap Harun saat mereka berdua akan keluar.
" Wa'alaikumsalam!" jawab Aksa pelan.
Mereka berdua membuka pintu dan keluar dari kamar inap tersebut. Fiza yang sedang duduk di kursi tunggu, langsung melihat ke arah pintu kamar inap Abanya. Netra Fiza yang coklat jernih bertemu dengan netra hitam milik Aksa. Deg! Jantung Aksa berdetak keras. Mata yang indah! Bibir yang mungil dan sangat belia! batin Aksa yang masih saja terpaku melihat Fiza yang sudah menundukkan kepalanya.
" Bagaimana, Aba, Tante?" tanya Fiza dengan suara lembutnya tanpa berani melihat ke arah Regina.
" Aba kamu baik-baik saja! Berikan makan dan vitamin yang cukup juga istirahat yang banyak!" kata Regina.
" Alhamdulillah! Trima kasih, Tante!" kata Fiza.
" Berterima kasihlah pada dokter Aksa juga, karena dia yang menangani Aba kamu!" kata Regina.
" Terima kasih banyak, Dokter Aksa!" kata Fiza menundukkan kepalanya.
" Dok!" panggil Regina yang melihat Aksa terdiam menatap Fiza tanpa berkedip.
" Eh, iya. Sama-sama!" jawab Aksa menggaruk tengkuknya.
" Tante!" panggil seseorang.
" Zib!" sapa Regina.
"