" Lalu apa? Kamu lebih memilih masuk penjara dan Yasmin kehilangan kehormatannya?" tanya Harun datar.
" Zab tidak mengambil kehormatan...Zharah, Ba!" kata Zab pelan.
Kata-kata itu keluar dari bibirnya dengan sangat dipaksakan, membuat tenggorokannya seakan tercekik.
" Astaughfirullah!" ucap Fatma dan semua adiknya, mereka terkejut mendengar perkataan Zab.
" Kakak!" ucap mereka lagi.
Fatma menutup mulutnya yang terbuka dengan kedua telapak tangannya, dia sangat kecewa pada putra sulungnya.
" Apa ini hasil dari kamu bekerja diluar sana? Apa Aba harus mengembalikanmu lagi ke pesantren?" teriak Harun kecewa.
Putra yang sangat dibanggakannya bisa berbicara dengan mudahnya tentang seorang wanita yang bukan muhrimnya.
Fatma menutup wajahnya dengan kedua tangannya, perlahan dia menangis, hatinya begitu sedih dan dia merasa tidak kuat menghadapi semua ini.
" Ummi!" panggil Ezzah dan Fiza, keduanya memeluk Fatma sambil ikutan terisak.
" Kenapa keluarga kita jadi seperti ini? Apa kita sudah membuat Allah murka?" ucap Fatma disela-sela tangisnya.
" Ummi!" ganti Anil dan Ezzar yang mendekat pada Fatma.
" Ummi!" panggil Zab lirih.
Hatinya sangat sakit, bagai ribuan sembilu menusuk jantungnya mendengar tangis wanita yang telah banyak mengorbankan diri untuknya.
" Kamu lihat apa yang kamu lakukan? Kamu telah membuat surgamu meneteskan airmata dan merasakan sakit di hatinya!" kata Harun sedih.
" Ummi! Maafkan Zab!" ucap Zab berlari menyibak dua adiknya yang duduk didepan Fatma dan bersimpuh di kaki Fatma.
Dia mencium kaki wanita yang telah bertarung nyawa demi bisa melahirkannya.
" Maafkan Zab!" ucap Zab berkali-kali dengan airmata yang membasahi pipinya.
" Zab akan menikahi Yasmin! Zab akan menikahi dia!" kata Zab menatap wajah Fatma.
Fatma membuka kedua tangannya dan menatap wajah putranya, dia bisa melihat penyesalan yang teramat sangat di kedua mata putra sulungnya.
" Maafkan Zab!" ucap Zab lagi.
" Ummi tahu kamu tidak bersungguh-sungguh!" kata Fatma menangkup wajah putranya.
" Rapikan kembali semuanya, kita berangkat!" kata Harun dengan nada datar.
Dikediaman Yasmin, kedua orang tua Yasmin dan keluarga besarnya sangat gelisah, karena sudah jam 8 lewat, keluarga Zab masih belum ada tanda-tanda akan datang. Para tamu undangan sudah mulai resah juga, mereka berbisik-bisik ingin tahu apa yang terjadi.
" Apa Aba sudah menelpon Ustadz Harun?" tanya Bilqis.
" Sudah, tapi tidak diangkat!" kata Kabir.
Sementara Yasmin yang melihat ke arah jam di nakasnya, mulai gelisah juga. Apa kamu benar-benar akan membatalkan pernikahan kita? batin Yasmin takut.
" Bagaimana, Kak? Penghulunya bertanya, karena dia harus menikahkan orang lain lagi jam 10!" kata Jamil, adik Kabir.
" Kita tunggu sebentar lagi!" kata Kabir.
Beberapa menit kemudian, terlihat iring-iringan mobil memasuki gerbang rumah Yasmin.
" Mereka datang!" teriak Fadil, sepupu Yasmin yang berjaga di luar.
" Alhamdulillah!" ucap semua orang.
Mobil yang ditumpangi Zab dan keluarganya memasuki halaman rumah Yasmin. Zab hanya membawa keluarga dan beberapa teman juga tetangga saja. Keluarga besar Brian tidak ada yang diberitahu, karena Zab melarangnya.
" Assalamu'alaikum Wr. Wb!" sapa Harun.
" Wa'alaikumsalam Wr. Wb!" balas Kabir.
" Maaf, kami terlambat! Ada sedikit masalah tadi!" kata Harun tersenyum.
" Tidak apa-apa, Ustadz! Yang penting semua sudah datang dan baik-baik saja!" balas Kabir.
" Alhamdulillah!" kata Harun.
" Silahkan, Ustadz!" ajak Kabir.
Zab duduk di depan penghulu dan Kabir, dia merasa gelisah karena Zib yang terus-menerus menghubunginya.
" Bisa kita mulai?" tanya Penghulu.
" Zab!" panggil Harun.
Zab terkejut mendengar Harun memanggilnya.
" Berikan tanganmu pada calon mertuamu!" kata Harun.
Zab melihat ke arah Kabir yang telah meletakkan tangannya di atas meja. Dengan perlahan Zab mengulurkan tangannya dan dipegang oleh Kabir.
" Apa mempelai pria siap?" tanya penghulu lagi.
Zab melihat ke arah Fatma dan Fatma tahu kegelisahan putranya. Fatma menganggukkan kepalanya agar Zab merasa yakin dengan yang dilakukannya.
" Zabran!" panggil Kabir.
" Saya siap!" ucap Zab.
" Baik! Silahkan, Pak Kabir!" ucap penghulu.
" Ankahtuka wazawwajtuka makhtubataka binti Yasmin Zhafirah Kabir alal mahri althab 200 jarram haalan" kata Kabir.
Kabir menarik tangan Zab, dengan cepat Zab membalas ucapan Kabir.
" Qabiltu nikaahahaa wa tazwiijahaa 'alal mahril..."
Zab tiba-tiba saja lupa dengan apa yang akan dikatakan.
" Tidak sah!" teriak para undangan.
" Ulang!" ucap penghulu.
Harun memejamkan kedua matanya, Fatma menatap sedih kepada putranya, adik dan keluarga Zab merasa was-was.
" Zabran! Apa kamu yakin?' tanya Kabir.
" Iya, Om!" jawab Zab.
" Baik, kita ulang sekali lagi!" kata Kabir.
" Ankahtuka wazawwajtuka makhtubataka binti Yasmin Zhafirah Kabir alal mahri althab 200 jarram haalan" kata Kabir.
Kabir menarik lagi tangan Zab, dengan cepat Zab membalas ucapan Kabir.
" Qabiltu nikaahahaa wa tazwiijahaa 'alal mahril madzkuur wa radhiitu bihii..."
" Tidak sah!" teriak para undangan lagi.
" Ulang lagi, Pak!" ucap penghulu lagi.
" Zab! Ikut Aba sebentar! Maaf, Mas, saya bawa Harun sebentar!" kata Harun.
" Silahkan, Ustadz! Maaf Pak, harus menunggu!"
" Iya, Pak!" jawab penghulu itu.
Harun berjalan ke ruang ganti yang ada di rumah Kabir, yang kebetulan terletak di balik dekorasi ruangan untuk akad nikah.
" Apa yang terjadi?" tanya Yasmin ambigu.
Yasmin bisa melihat dari ponselnya kejadian itu karena Kabir telah menghubungkan CCTV di ruang itu dengan ponsel Yasmin.
" Ada apa denganmu, Kak? Apa kamu ragu?" ucap Yasmin lagi, setetes airmata jatuh dari bola mata cantiknya.
" Aba hanya ingin kamu menjawab dengan jujur!" kata Harun setelah Zab menutup pintu ruangan tersebut.
" Pilih penjara atau menikah!" kata Harun.
Zab menatap Aba yang selama ini dia banggakan dan jadikan idola dalam kehidupannya. Kabir memang memberikan pilihan untuknya, jika dia mau menikahi Yasmin, maka dia tidak akan membawa masalah Zab ke pengadilan, tapi jika Zab menolak, maka Kabir akan melaporkan kasus pelecehan Yasmin ke kepolisian dan membuat Zab menerima hukuman semaksimal mungkin. Zab membayangkan wajah Fatma yang pastinya akan sangat kecewa jika dia membatalkan pernikahan ini, tapi dia juga tidak mau jika menyakiti hati Zib yang pastinya saat ini dia sudah mengetahui tentang pernikahannya. Hatinya bimbang, sejak pengumuman hari dan tanggal pernikahannya dengan Yasmin, Zab tidak pernah bisa merasa tenang. Bayang-banyang kemarahan Zib begitu nyata bermain di pikirannya. Dia takut kehilangan adiknya, dia takut keluarganya akan terpecah akibat perbuatannya. Sementara dia masih belum mengetahui siapa dalang di balik ini semua.
" Semua orang menunggumu!" ucap Harun menyadarkan lamunan Zab.
" Zab akan menikahi Yasmin, Ba!" jawab Zab pelan.
" Ini terakhir kali kesempatanmu untuk mengucap ijab qobul, jangan kecewakan Aba dan Ummi!" kata Harun yang mendekati putranya lalu memeluknya erat.
" Aba menyayangi kalian berdua! Aba akan mencari cara agar adikmu tidak kecewa pada keputusan Aba!" kata Harun pelan di telinga Zab.
" Trima kasih atas semua kasih sayang Aba! Zab tidak akan pernah bisa membalasnya!" balas Zab yang merasa sangat nyaman dalam pelukan bapak sambungnya itu.
" Sudah! Ayo, kita keluar!" ajak Harun.
Zab menganggukkan kepalanya dan mereka keluar menuju ke tempat semula.