Ravi mengeratkan pakaiannya ketika tubuhnya langsung menerpa udara dingin yang melingkupi dirinya. Dia menoleh ke arah Raymond yang tampaknya tidak terganggu sama sekali dengan suasana dingin yang menerpanya, pria itu justru tersenyum terlalu lebar yang justru tampak mencurigakan ketika mereka berjalan bersama melewati toko-toko yang berbau harum.
Ravi tidak bisa mengabaikan begitu saja tentang bagaimana kehidupannya selanjutnya, walaupun mereka sekarang berada di kota kecil tetap saja uang yang berada di dalam dompetnya akan semakin menipis seiring dengan pengeluaran mereka tanpa adanya pemasukkan. Ravi tidak berani untuk menggunakan kartu banknya atau Daniel akan tahu tentang keberadaan dia di sini.
Mereka berhenti tepat di sebelah lampu merah untuk pejalan kaki, Ravi mendongak merasakan tangan Raymond menarik-narik kaus Ravi pelan. "Ada apa?"
"Apakah Ravi merasakan sakit kembali di tubuh Ravi?"
Dia mengangkat alisnya mendapatkan pertanyaan itu tiba-tiba datang dari Raymond, Ravi lantas menggeleng sebagai jawaban. "Aku tidak."
Raymond tampaknya gelisah di tempatnya berdiri, cengkeraman pada kaus Ravi semakin mengerat dan Ravi menatapnya ingin tahu pada kegelisahan yang Raymond rasakan saat ini.
"Tentang tamparan kemarin?" Ravi otomatis menyentuh pipinya yang tiba-tiba terasa menyengat ketika dia kembali mengingat apa yang terjadi kemarin. Tenggorokannya menjadi kering dan sesuatu yang bergejolak hendak keluar dari perutnya
Mata Ravi menjauhi pandangan Raymond dan menyadari bahwa lampu telah berubah menjadi hijau, dia meraih tangan Raymond untuk menariknya menyebrangi jalan raya. Dia membawa pria itu menuju gang sempit. Tidak butuh waktu lama Ravi menunduk dan terbatuk, tangannya berkeringat berpegangan pada dinding yang kasar.
"Ravi, tidak bisakah kita pulang saja? Ravi sakit."
Ravi masih terbatuk, matanya kemudian melebar ketika dia baru menyadari apa yang dia lihat di lantai, itu adalah percikan darah yang keluar dari mulutnya. Kemarin Raymond telah mencoba mengobatinya, tetapi dia baru tahu sekarang bahwa itu hanya berefek pada pipi bekas tamparan itu dan entah mengapa sekujur tubuh Ravi menjadi sakit. Semuanya pada awalnya menghilang, akan tetapi kembali datang pada saat barusan Raymond mengungkitnya kembali.
Ravi hendak terhuyung hendak jatuh, tetapi Raymond telah lebih dahulu menahannya dengan memeluk pinggang Ravi erat. "Ravi, maafkan aku. Aku tidak bisa menyembuhkan itu. Aku tidak bisa melihat Ravi seperti ini."
Pelukan pada pinggang Ravi semakin mengerat, apalagi sekarang kepala Raymond telah bersandar di punggungnya. "Ravi, ayo kita pulang."
Ravi menyeka mulutnya dengan punggung tangan dan bangkit berdiri tegak.Dia melepas pelukan Raymond serta bergerak menghadapnya. "Aku tidak apa-apa. Jangan memikirkan itu."
Raymond masih menatap Ravi khawatir dan bersikeras agar mereka kembali ke rumah. Ravi sendiri tidak tahu bagaimana rasa sakit dan darah yang keluar dari mulutnya bermula, apakah itu benar-benar datang karena tamparan Ravi terima dari Daniel? Namun, bagaimana itu mungkin?
"Daniel seharusnya tidak menampar Ravi dan aku seharusnya datang lebih cepat untuk melindungi Ravi. Kondisi Ravi tidak baik."
Tatapan Ravi menjadi kosong, dia tahu bahwa Raymond tidak akan berbohong padanya, tetapi bagaimana bisa apa yang terjadi pada Ravi sekarang adalah karena tamparan yang Daniel lakukan padanya? Ravi dibuat tidak mempercayainya. Apakah Daniel selama ini memang membencinya dan baru dapat melampiaskannya dengan pukulan itu, bahkan Raymond tak dapat menyembuhkan Ravi.
"Daniel bukan siapa-siapa lagi bagiku, dengan tamparannya yang berefek sangat buruk bahwa aku sudah tahu kalau Daniel diam-diam telah membenciku." Ravi terbatuk kecil kembali, tiba-tiba merasa sangat lemah. Tenggorokkannya sakit juga sekujur tubuhnya terasa dicengkeram kuat-kuat.
Raymond datang memeluk bahu Ravi dan berkata dengan nada mantap mengejutkan Ravi. "Aku tidak akan membiarkan Daniel atau siapapun menyakiti Ravi lagi. Aku berjanji. Apakah aku bisa membalas apa yang Daniel lakukan pada Ravi?"
Ravi cepat-cepat menggeleng tidak setuju. "Tidak. Jangan, biarkan mereka hidup tenang. Aku hanya bertanya-tanya bagaimana tamparan ini bisa berakibat buruk seperti ini padaku?"
Ravi melepaskan tangan Raymond yang melingkari tubuhnya, matanya berkeliling untuk melihat apakah ada seseorang yang memperhatikan mereka di sini. Tempat umum dengan banyak orang yang berlalu lalang membuat Ravi menjadi tidak nyaman. Ravi memijat pangkal hidungnya, tetapi dia segera berdiri tegak kembali ketika mendengar sebuah isakan teredam dari Raymond yang berdiri di sampingnya.
"Apa yang Daniel lakukan dalam kekerasan fisik selalu berakibat buruk. Dia tidak hanya melukai kulit terluar, tetapi otomatis melukai hingga menembus ke dalam tubuh. Aku tahu rasanya sangat menyakitkan dan aku tidak akan pernah memaafkan Daniel karena telah melakukan itu pada Ravi." Raymond berkata panjang di antara isak tangisnya yang masih dia coba tahan.
Dia masih belum mengatakan apapun setelah itu, Ravi terkejut dengan Raymond yang mengetahui hal itu di saat Ravi sendiri tidak mengetahuinya. Padahal Raymond baru muncul dalam hidupnya yang bahkan belum genap satu bulan. "Bagaimana bisa Daniel melakukan hal itu? Dan mengapa kamu mengetahuinya?"
Ravi melihat ke arah Raymond, pria itu lagi-lagi menjauhi pandangannya. Semua menjadi aneh bagi Ravi, dia yakin bahwa Daniel memiliki rahasia lainnya yang dia tutupi selama ini pada Ravi dan menolak untuk memberitahunya sedikitpun. Bahkan di dalam pukiran Ravi bahwa Daniel pastilah telah mengenal Raymond jauh sebelum Ravi melakukannya. Raymond tidak bisa memberitahunya pada Ravi, atau rentetan erangan kesakitan akan terjadi kembali pada Raymond, Ravi yakin bahwa hal itu akan terjadi.
"Aku terhubung pada Ravi, jadi aku mengetahuinya. Jika aku bisa melakukannya maka aku akan mengatakan semuanya pada Ravi. Semuanya tanpa terkecuali."
Ravi melihat ke arah Raymond dengan sungguh-sunguh. "Hanya saja, apakah Daniel seperti dirimu?"