Download App
5.64% Rumah Tanpa Cinta / Chapter 11: Ruby dan Sepatu Sialan

Chapter 11: Ruby dan Sepatu Sialan

Ruby's Store

Ruby POV

Aku melepaskan sepatu yang kukenakan dan meletakkannya dengan sangat hati-hati di sebelah kaki kanan.

"Kenapa juga aku membuatnya secantik ini? Bodohnya..." desahku sambil mengangkat sisi sebelah kanan sepatu itu ke depan wajahnya dan memandangi setiap detailnya dengan seksama.

Betapa ironis hidupnya ini. Keluargaku bergantung pada keluarga yang sangat tidak aku sukai, mengingat betapa sombongnya keluarga Wardana itu.Aku kembali menatap sebelah sepatu milik kakakku ini. Emosi yang kembali memenuhi hati dan menutupi isi otak, membuatku melakukan tindakan spontan.

"Dasar sialannnnnn!"

Teriakan penuh rasa sakit terdengar melengking saat aku yakin hak sepatu yang runcing itu aku lempar dan jatuh tepat di kepala seorang laki-laki.

Oh Tuhan! Apa yang baru saja aku lakukan? Apa aku baru saja melempar kepala salah satu customer toko ini dengan sepatu sialan itu?

Aku melotot, terkejut. Kedua tanganku menutupi mulut yang menganga lebar. Seorang laki-laki tinggi berjalan ke arahku. Laki-laki itu membawa beberapa botol minuman di kedua tangannya.

Aku masih tetap melotot dengan mulut terbuka lebar saat lelaki itu menghampiriku sambil mengusap salah satu lengan yang menggenggam dua botol minuman ke keningnya yang sudah berbekas kemerahan.

"Aku pikir toko ini akan sama membosankannya dengan toko yang lain. Tapi sekarang... aku berubah pikiran," kata lelaki itu padaku sambil cengar-cengir.

Aku mencoba menghirup udara di sekeliling dalam-dalam. Berharap tidak mencium bau alkohol dari tubuh laki-laki ini. Dan entah harapanku memang terwujud atau hidungku yang tidak dapat mendeteksi bau alkohol, yang tercium hanyalah aroma samar-samar bunga yang berderet rapi di sekitar toko sepatu itu.

"Tidak ada kata sorry? Hmm... maaf mungkin?" Laki-laki itu menaikkan alisnya dan menatapku bingung karena aku hanya bergeming dan terlihat menarik napas panjang berulang-ulang seperti orang yang sesak napas. "Hei! Kamu kan yang tadi melemparku dengan sepatu. Meski menyenangkan bertemu dengan gadis secantik kamu di tempat terpencil ini, tapi aku berharap paling tidak mendengar kata maaf darimu." Laki-laki itu merentangkan tangan dan menatapku dengan senyum menggoda. Menunggu dengan sabar sampai aku membuka mulut dan meminta maaf padanya.

"Hm... Maafkan... Aku..." gumamku kata demi kata, mataku masih menjelajahi wajah tampan yang ada di depanku.

"Ada sesuatu di wajahku?" tanya laki-laki itu dengan penuh percaya diri. Aku kembali mengerjapkan mata. Bola mataku yang tadi memperhatikan bibir laki-laki itu kini bergerak ke atas dan menatap kedua bola mata laki-laki itu. "Kalau ada sesuatu yang aneh di wajahku, aku bisa pastikan itu karena ulahmu tadi." laki-laki itu mengangkat tangannya dan menunjukku, masih dengan botol-botol di genggamannya.

"Sorry. Tapi aku tidak bermaksud melempar sepatu itu ke kepalamu. Aku hanya sedang kesal pada seseorang. Aku ingin melemparkan sepatunya ke taman kecil itu supaya tidak ada yang bisa menemukannya." Aku mencoba tersenyum ramah dan berusaha membela diri setelah yakin laki-laki yang berdiri di hadapanku bukanlah pemabuk seperti yang kusangka tadi.

"Ke taman kecil itu?" tanya laki-laki itu sambil kembali menaikkan alisnya dan menunjuk ke satu arah. Gerakan spontan itu membuatku merasa pernah melihat laki-laki itu entah di mana. "Sekarang ada apa lagi dengan wajahku?" tanya laki-laki ini lagi setelah memergokiku yang kembali mengerutkan kening sambil mengamati lekat-lekat wajahnya.

Mataku membesar, terkejut karena laki-laki itu menyadari bahwa aku masih memperhatikan wajahnya. "Aku hanya merasa pernah melihatmu entah di mana," jawabku ketus.

Laki-laki itu tergelak mendengar jawabanku. Dia mencondongkan tubuh ke arahku. "Hah... aku sudah sering mendengar kalimat yang sama."

Aku tidak mengerti apa yang akan dilakukan laki-laki itu saat dia keluar dari toko dan mencari-cari di keremangan cahaya taman. Tak lama kemudian laki-laki itu kembali, menenteng sebelah sepatu yang tadi mengenai kepalanya.

"Jadi kamu ingin menyingkirkan sepatu menyebalkan ini?" tanya laki-laki itu sambil menggantungkan sepatu itu di ujung jarinya tepat di depan wajahku. Aku mengangguk pelan dan menanti apa yang akan dilakukan laki-laki itu selanjutnya. "Dan sepertinya, yang ini pasangannya." Lelaki itu menunduk menatap bangku dekat toko, kemudian meraih pasangan sepatu itu. Sepatu yang besok akan dikenakan kakakku. "Jika kamu ingin menyingkirkannya, lakukan dengan sepenuh hati. Seperti ini..."

Belum sempat aku menahannya, laki-laki itu sudah melemparkan sepatu itu dengan gerakan cepat dan kuat. Sekarang sepasang sepatu itu lenyap, jauh ke taman kecil sebelah toko ini. Jatuh di dalam kegelapan malam. Entah di sebelah mana.

Aku terbelalak tak percaya. Jantungku berdetak kencang saat kepalaku menyakinkan bahwa sepatu keramat itu sudah tak terlihat lagi.

Hilang sudah...

"Siapa yang menyuruhmu melempar sepatu itu?!" pekikku panik dan sedikit histeris.

"Bukannya kamu memang ingin menyingkirkannya? Kamu yang tadi melemparkannya ke kepalaku? Ingat? Lihat bekas merah di keningku!" balas laki-laki itu sengit.

"Itu tadi! Saat aku sedang kalut dan tidak berpikir jernih. Sekarang aku sudah tidak ingin lagi menyingkirkannya!" teriakku marah. "Gara-gara kamu sepatu itu jatuh entah di mana, mungkin semakin rusak. Dan yang pasti, kamu membuatku dalam kesulitan!"

Aku memukul bahu laki-laki itu kuat-kuat lalu berlari pergi menuju taman gelap itu.

To Be Continued


CREATORS' THOUGHTS
JaneJena JaneJena

Like it ? Add to library!

next chapter
Load failed, please RETRY

Weekly Power Status

Rank -- Power Ranking
Stone -- Power stone

Batch unlock chapters

Table of Contents

Display Options

Background

Font

Size

Chapter comments

Write a review Reading Status: C11
Fail to post. Please try again
  • Writing Quality
  • Stability of Updates
  • Story Development
  • Character Design
  • World Background

The total score 0.0

Review posted successfully! Read more reviews
Vote with Power Stone
Rank NO.-- Power Ranking
Stone -- Power Stone
Report inappropriate content
error Tip

Report abuse

Paragraph comments

Login