Download App
2.05% Rumah Tanpa Cinta / Chapter 4: Kehidupan Baru

Chapter 4: Kehidupan Baru

Jakarta

Anika POV

Bagi sebagian orang mengalami perubahan besar terasa sulit. Tekanan yang terlalu besar menimbulkan perasaan lelah. Namun begitu timbul kemauan besar, kita bisa menjadi tonggak untuk

melanjutkan hidup. Takut menghadapi keadaan tidak lagi menjadi hambatan. Semuanya bisa dilakukan begitu saja. Mengalir.

Aku memakai sunglasses menyusuri bandara. Sudah dua jam berlalu sejak keberangkatannya dari Bandung.

Ini hidup baruku. Dan aku harus bisa melewatinya.

Aku tertegun saat melihat wallpaper ponselnya: diriku, ibu, ayah, dan Mina terlihat begitu bahagia. Kalau saja waktu bisa diulang, aku akan berusaha mengumpulkan kebahagiaan yang mungkin takkan pernah lagi aku raih.

Sebenarnya bagaimana keadaan ayah dan keluarga barunya lima tahun itu? Well, aku tak terlalu ambil pusing. Penolakan keluarga tiriku menyakiti hati. Aku sulit melupakan tatapan jijik Luna aunty. Panggilan "gembel" yang dia lontarkan, seperti orang tak berpendidikan saja. Aku menggeleng pelan. Aku harus menyingkirkan segala hal yang mengganggu pikiranku.

Life must go on. You have to move on!

Aku berada di antrean pengambilan bagasi. Begitu berhasil menemukan dua koper besar, Aku langsung menariknya cepat. Baru selangkah aku berjalan, ponsel dalam kantong jaket berdering keras. Nama Om Sultan terlihat di layar ponsel.

Aku berikrar dalam hati, tidak ada yang boleh mengetahui masa laluku sekarang. Siapa pun. Cukup aku dan orang-orang yang terlibat. Masa lalu menjadi pil pahit yang tak ingin aku telan lagi.

Aku menghela napas. "Halo, Om?" jawabku ramah, mencoba bersikap seperti biasa.

Terdengar tawa khas pamannya dari seberang sana. "Kamu terdengar bahagia, berbeda dengan beberapa hari lalu."

Aku tersenyum kecil. "Ada apa?" Suaraku kembali seperti kemarin-kemarin.

Om Sultan menghela napas panjang. "Sikap dinginmu datang kembali. Bagaimana bisa kamu jadi moody seperti itu? Om hanya mau bertanya, kamu mau tinggal di apartemen atau rumah keluarga Om? Om rasa kamu cocok tinggal di apartemen, mengingat kamu terbiasa di asrama putri saat di Hamburg. Bagaimana?"

Aku menerawang. Aku tak punya tempat tinggal di ibu kota.

Aku tak ingin tinggal di apartemen. Suasana sunyi bisa membuat keadaanku tambah buruk. Namun saat mengingat ukuran rumah yang terlalu besar untuk ditinggali sendiri, aku merasa getir.

Kesepiankah aku nanti?

Pro dan kontra berebutan mengisi pikiranku. Setelah menimbang cepat, aku membulatkan tekad. "Aku tinggal di rumah keluarga Om saja."

"Tapi, Anika…" Suho samchon terdengar protes.

"I'm okay. Om tidak usah khawatir." aku tahu Om Sultan begitu mengkhawatirkanku.

"Baiklah, Anika, jemputanmu datang sebentar lagi. Kamu tidak apa-apa menunggu sebentar? Mereka bilang, ada kecelakaan di jalan, jadi mereka terjebak macet."

Aku mengernyitkan dahi. "Mereka?" tanyaku bingung.

Om Sultan terkekeh. "Lihat saja siapa yang akan menjemputmu."

Tuuuttt...

Sambungan telepon terputus. Alisku bertaut. "Mereka? Berapa banyak orang yang akan menjemputku?"

To Be Continued


CREATORS' THOUGHTS
JaneJena JaneJena

Like it ? Add to library!

next chapter
Load failed, please RETRY

Weekly Power Status

Rank -- Power Ranking
Stone -- Power stone

Batch unlock chapters

Table of Contents

Display Options

Background

Font

Size

Chapter comments

Write a review Reading Status: C4
Fail to post. Please try again
  • Writing Quality
  • Stability of Updates
  • Story Development
  • Character Design
  • World Background

The total score 0.0

Review posted successfully! Read more reviews
Vote with Power Stone
Rank NO.-- Power Ranking
Stone -- Power Stone
Report inappropriate content
error Tip

Report abuse

Paragraph comments

Login