"Sudahlah ibu, berpikir terlalu keras tidak akan baik bagi kesehatanmu," ujar Wan Lie setelah selesai meletakkan makanan di meja. Ia tidak tahu sudah berapa kali ia mendengar ibunya menghembuskan napas kasar sejak memasuki ruangan itu.
***
Tak terasa malam semakin larut, sayup-sayup terdengar suara hewan malam yang memecah keheningan. Udara malam yang begitu dingin namun menyegarkan. Langit yang tampak cerah akibat bintang-bintang bertebaran memenuhi cakrawala ditemani sang bulan yang mengintip malu-malu di balik awan. Seorang gadis tak pernah beranjak dari tempatnya berada. Entah sudah berapa lama ia berdiri menyesap kesunyian malam, tenggelam dalam pikiran bak labirin tiada akhir.
Meskipun seharian ini ia tidak pernah meninggalkan kamarnya, namun semua hal baru yang terjadi padanya benar-benar menguras energi dan pikirannya. Fu Xie Lan, entah mengapa gadis itu belum terlelap, matanya yang enggan diajak kerja sama, memaksanya tetap terjaga. Angin malam bertiup pelan menerbangkan surai hitamnya yang sudah terurai indah. Saat ini ia berada di balik jendela yang setengah terbuka, menatap kosong pada udara hampa.
"Hmmmm," Hembusan napas kembali terdengar, seperti seorang yang mengalami beban yang sangat berat.
Beberapa detik setelahnya, ia mencoba mengedarkan pupilnya untuk melihat situasi sekitar gedung tempatnya berada, sangat sepi. Mungkin semua orang sudah terlelap. Ia kemudian mengambil ancang-ancang dan mulai bergerak meninggalkan kamar itu melalui jendela.
Meskipun kamarnya berada di lantai dua, namun hal itu bukanlah hal yang sulit baginya jika ingin meninggalkan ruangan itu. Ternyata berada dalam kamar seharian penuh membuatnya suntuk, dan memutuskan untuk berjalan-jalan menikmati udara malam seorang diri tanpa adanya gangguan. Perlahan namun pasti ia bergerak pada sisi gedung, melompat dari satu jendela ke jendela lainnya untuk mendapat pijakan dengan sangat lihai. Namun, ketika ia kembali melompat untuk pijakan terakhir sebelum menyentuh tanah, posisi kakinya tiba-tiba goyah karena menahan bobot tubuhnya, akibatnya ia kehilangan keseimbangan dan terjatuh ke tanah.
"Awww," suara bedebum bersamaan dengan teriakan tertahan terdengar.
"Siapa di sana?"
Sontak Fu Xie Lan segera beranjak meninggalkan tempatnya terjatuh dengan kaki terseok, bersembunyi di balik pohon yang berada tak jauh darinya.
"Aww, Ssshh..." hampir saja ia ketahuan. Kakinya terkilir hebat. Lagi-lagi ia menjadi ceroboh. Fu Xie Lan lupa, bahwa tubuh yang ia gunakan saat ini bukanlah tubuhnya yang terlatih seperti di kehidupannya dulu. Ia tak mengira bahwa ternyata fisiknya yang sekarang akan menjadi selemah ini.
Duduk bersandar pada pohon yang tidak begitu besar, perlahan meluruskan kakinya pada bidang tanah yang datar, membiarkan otot kakinya beristirahat sejenak. Ia tidak memaksa dirinya untuk segera berjalan karena hal itu akan semakin memperparah kondisi kakinya. Niatnya keluar untuk berjalan-jalan menghirup udara segar, tapi malah celaka yang ditemuinya. Sekarang, ia tidak tahu lagi, dengan kondisi kakinya yang cedera bagaimana caranya ia kembali?
Ia mencoba meraih beberapa bagian kain pakaian yang dikenakannya, merobeknya sekilas untuk dijadikan sebagai pengganti perban untuk memberi tekanan agar rasa sakitnya sedikitnya berkurang. Sesaat kemudian, kain itu sudah terbalut sempurna pada kakinya. Dan benar saja, hal itu berhasil mengurangi rasa sakitnya walau hanya secuil.
"Hei, apa yang kamu lakukan di sana?"
Sebuah suara tiba-tiba membuatnya terkesiap.
"Ah, aku hanya sedang memeriksa sesuatu," jawab seseorang lagi. Beberapa saat yang lalu ia mendengar suara terjatuh dari sebelah ruangannya.
Suara pria itu membuat Fu Xie Lan menghembuskan napas sedikit lega. Beberapa detik yang lalu, ia mengira seseorang tengah mengajaknya berbicara, tampaknya setelah ia periksa, tak jauh dari tempatnya berada terdapat dua insan yang sudah berumur, salah seorang dari mereka adalah tetua Bao dan seorang lagi yang ia tidak tahu siapa itu.
"Sejauh ini?"
"Err, malam ini aku menginap di sini, memangnya apa salahnya jika aku berada di kediaman sahabatku sendiri?" jawab sosok itu malas.
"Kamu sendiri, apa yang kamu lakukan berkeliaran tengah malam begini?" tambahnya lagi sembari menatap heran pada pria tua yang kira-kira seumuran dengannya.
"Oh itu, aku hanya sedang berjalan-jalan, menghirup udara segar dan tak sadar ternyata aku sudah berjalan sejauh ini, ngomong-ngomong apa yang kamu periksa?" tanya pria itu kembali kemudian menghampiri tetua Bao.
"Bukan sesuatu yang penting."
"Aku mendengar bahwa ada seorang half grip di kediaman tetua Chen?"
Tetua Bao tidak merespon, pandangannya teralihkan pada tanah berbentuk cekung seperti sesuatu yang berat memberi tekanan sebelumnya.
"Hei, aku mengajakmu berbicara."
"Iya, aku mendengarnya."
Bukan karena ia tidak ingin menjawab, hanya saja saat ini ia sangat malas bahkan hanya sekedar untuk bersuara.
"Kamu bisa menanyakan itu pada tetua Chen," tambahnya lagi.
Fu Xie Lan yang berada di balik pohon mendengar semuanya dengan sangat jelas karena memang posisinya saat ini sangat dekat dengan si tua-tua itu.
Sinar bulan mulai merangkak meninggalkan persembunyiannya, dan menambah penerangan malam.
Fu Xie Lan tiba-tiba menyadari hal yang mengalihkan perhatian tetua Bao. Itu adalah tanah bekas pijakannya saat terjatuh tadi.
Ia kemudian merasa de javu. Tidak, hal serupa seperti ini pernah terjadi saat dirinya masih berada di hutan terlarang. Oh jangan lagi. Ia tidak ingin seseorang mengetahui keberadaannya. Terlebih pada pria yang baru saja menananyakan tentang dirinya. Selain karena hal itu, ia tak bisa membayangkan pertanyaan jenis apa yang akan kembali ditanyakan pria tua itu ketika mengetahui keberadaannya. Lagipula ia tak memiliki penjelasan yang masuk akal tentang hal itu.
Tidak mungkin kan jika ia harus menjawab bahwa ia melompat dari lantai dua hanya untuk sekedar berjalan-jalan. Tapi bukankah dunia ini sudah tidak masuk akal baginya? Menjawab seperti itu, tidak mungkin aneh kan? Iya, jika dirinya memiliki kekuatan sama dengan mereka, mungkin baik-baik saja. Namun berbeda cerita jika itu adalah dirinya, yang katanya seorang half grip. Seorang half grip dikenal tidak jauh berbeda dari manusia. Mereka memiliki mana alami dalam tubuh mereka dan mampu mengendalikan mana namun jumlahnya relatif kecil, membuatnya dipandang sebelah mata. Jika ada tingkatan 0, maka seorang hal grip mungkin akan berada pada tingkatan 0, tingkatan yang lebih rendah dari seorang dengan mana tingkat satu. Meskipun ada beberapa dari mereka yang setara dengan tingkat satu, tapi itu hanya bisa dihitung jari. Sedangkan ia sendiri tak tahu dirinya berada pada tingkatan berapa.
Fu Xie Lan kemudian memaksa dirinya berdiri untuk meminimalkan keberadaannya. Cidera kakinya membuatnya sedikit sulit untuk bergerak. Jika saja bisa, ia ingin menyatu dengan pohon itu.
Ketika Huang Bao dan pria itu ingin berbalik, gerakan Huang Bao tiba-tiba terhenti. Jika penglihatannya tidak salah, ia baru saja melihat siluet seseorang dari balik pohon yang hanya berjarak sekitar sepuluh meter darinya.
"Tunggu sebentar."
Daripada menerka yang tidak-tidak, ia memutuskan untuk memeriksa.
Fu Xie Lan yang melihat tetua Bao berjalan ke arahnya hanya bisa pasrah.
Satu detik...
Dua detik...
Ketika hanya tersisa sekitar lima langkah sebelum mencapai pohon itu, tiba-tiba seekor kucing berbulu hitam pekat melompat ke arahnya, membuatnya terperanjat dan terjatuh di tanah.
"Huh, ternyata hanya seekor kucing," ucapnya berusaha berdiri kemudian membersihkan beberapa bagian pada jubahnya yang kotor karena tanah. Setelahnya ia berbalik bersama dengan pria tua yang tak dikenal Fu Xie Lan.
Namun, hal yang baru saja terjadi tak seperti yang disaksikan oleh tetua Bao. Fu Xie Lan yang melihat kucing itu sedikit mengernyit. Ia tidak tahu apakah matanya yang bermasalah atau bagaimana, karena ia sangat jelas melihat bahwa kucing itu sebenarnya bukanlah kucing. Melainkan kabut asap hitam yang berbentuk sangat padat dan menyerupai kucing, terlebih ia menyaksikan tubuh kucing itu menguar ke udara dan menghilang.
Entahlah, mungkin itu salah satu keanehan dunia ini.
Setelah menyaksikan kepergian kedua pria tua itu, ia kembali pada posisinya semula. Duduk bersandar dengan kaki yang dibiarkan begitu saja. Tiba-tiba rasa kantuk yang begitu hebat menderanya, ia tidak lagi peduli di mana sekarang ia berada, matanya perlahan menutup dan terlelap. Cahaya bulan yang berhasil lolos dari rimbunan dedaunan menerpa lembut wajahnya, menambah kesan damai pada dirinya.
Tanpa ia sadari, seseorang dari jauh memperhatikannya sedari tadi.
"Ternyata setelah terlahir kembali, kebiasaanmu untuk tidur di mana saja tidak berubah," ucap sosok itu dengan seulas senyum yang terpatri di bibirnya.