Download App
73.68% Re:START/if / Chapter 41: Great War Records 09 - Secerah cahaya untuk sang Rubah kesepian III

Chapter 41: Great War Records 09 - Secerah cahaya untuk sang Rubah kesepian III

Di daerah hutan sekitar Kota Gahon, seorang perempuan berambut pirang berjalan di antara pepohonan cemara tua. Saat melewati pepohonan yang dengan dedaunan rimbun itu, sosoknya perlahan berubah wujud dari ujung kaki sampai ujung rambut. Parasnya yang dewasa dan memiliki tubuh indah perlahan mengecil, Ia mulai terlihat seperti gadis remaja jelita dan warna rambutnya berubah dari pirang menjadi hitam pekat. Dengan mengenakan sandal kayu, gadis berpakaian kimono hitam bermotif bunga merah itu berjalan dengan riang ke arah kota. Meloncat-loncat kecil layaknya seorang anak yang baru selesai bermain dengan teman-temannya.

Melompati tali dengan susunan kertas jimat penghalang, sosok Huli Jing tersebut sama sekali tidak tertahan dan dengan mudah masuk ke daerah kota. Pada dasarnya dirinya adalah Hewan Suci, tidak termasuk sesuatu yang bersifat negatif dan tidak ditolak oleh susunan pembatas hal negatif tersebut. Dengan ceria layaknya sudah wajar untuknya masuk ke dalam kota, gadis rubah yang menyamar tersebut melangkahkan kakinya dengan riang.

Berjalan di gang, ke jalan utama dan sampai ke pemukiman, gadis rubah tersebut sama sekali tidak terbongkar identitasnya dan melihat ke sana kemari dengan wajah bahagia dan tersenyum lebar. Dalam benaknya, datang ke kota adalah salah satu hal yang menggembirakan karena banyak hal baru yang belum pernah dirinya lihat. Lebih tepatnya, dirinya pertama kali melihatnya kembali seakan pertama kali melihat hal-hal baru yang ada tersebut.

Tetapi saat sekilas dirinya mencium seseorang dengan aroma aneh di dalam keramaian, sosok Hili Jing tersebut berhenti keluyuran dan perhatiannya terpusat pada aroma tersebut.

Menoleh ke arah sumbar aroma, seorang perempuan berambut putih yang terlihat mencolok di antara kerumunan terlihat. Sosok perempuan tersebut terlihat begitu terang bagaikan cahaya di mata Huli Jing tersebut, seperti sebuah matahari dalam mulia menyinari kehidupannya yang penuh kegelapan. Huli Jing tersebut tidak paham mengapa dirinya melihat sosok yang baru dilihatnya seperti itu, tetapi memang jelas rasa berharap tubuh dalam benaknya. Melangkahkan kaki dengan cepat dan mengejarnya, sosok tersebut tiba-tiba menghilang dalam kerumunan.

Berusaha mencarinya dan terus berlari, perempuan berambut putih tersebut terlihat belok ke arah gang. Huli Jing tersebut mengikuti, dan menemukan sosok perempuan berambut putih tersebut sudah menunggunya dengan tatapan datar.

"Kenapa anda mengikutiku?" tanya perempuan berambut putih tersebut.

"Ti-Tidak ..., saya hanya." Tidak bisa menjawab dengan jelas karena dirinya sendiri tidak tahu, Huli Jing tersebut langsung berbalik dan mencoba kabur dari hadapan perempuan tersebut. Tetapi saat dirinya kira berlari ke pergi, Huli Jing tersebut malah berlari ke arah perempuan tersebut. "Eh? Kenapa?" Ia berhenti dan terlihat bingung.

"Jangan kabur .... Saya tidak akan melakukan apa-apa. Jawab saja pertanyaan saya, kenapa anda mengikutiku?"

"E-Entah ..., aku sendiri tidak tahu .... Saat melihatmu, tubuhku bergerak sendiri dan ingin mengejar ...."

Perempuan berambut putih tersebut sempat terkejut dengan hal tersebut. Paham kalau gadis rubah remaja tersebut bukan orang sembarangan, Ia sedikit tersenyum tipis. "Anda ..., apa seorang Demi-human? Kalau bisa menyembunyikan ciri hewan, berarti dari ras setengah Rubah?" tanya perempuan tersebut.

Terkejut perempuan itu menebak identitasnya dengan mudah, Huli Jing tersebut melangkah ke belakang. Tetapi saat dikiranya melangkah ke belakang, Ia malah mengambil satu langkah ke depan. "Sebenarnya apa yang terjadi ...?" Wajahnya benar-benar terlihat bingung.

Menarik napas ringan, perempuan berambut putih tersebut berkata, "Anda tak perlu takut seperti itu, Nona Rubah. Bukannya ini salah satu sihir keahlian ras kalian ...."

"Begitu rupanya, sihir pikiran ...?"

Huli Jing tersebut langsung membuat segel tangan Babi Hutan dan Ular secara bergiliran untuk melepaskan pengaruh sihir ilusi. Dalam susunan segel tangan tersebut, diambil dari susunan dua belas zodiak yang juga berarti penguatan pikiran dan penguatan indra. Kembali membuat segel tangan Kuda, Ia meningkatkan kekuatan fisiknya menggunakan sirkulasi Mana internal.

"Segel tangan, ya .... Salah satu teknik kuno kekaisaran .... Kalau begitu ...."

Perempuan berambut putih tersebut menunjuk lurus ke arah Huli Jing. Dalam gang yang kedua sisinya dibatasi dinding kayu, perempuan tersebut mengumpulkan Mana pada ujung jari dan mulai membuat Rune dalam jumlah belasan. Memutar jari telunjuk searah jarum jam, Rune yang ada mengikuti dan membentuk lingkaran.

"Mind Bind ...."

Sihir tersebut langsung mengakses paksa kesadaran Huli Jing, lalu mengubah sirkulasi Mana internalnya dan menghilangkan sihir penguatan fisik. Terkejut ada penyihir yang bisa menggunakan sihir pikiran sekuat itu, Huli Jing memutuskan untuk kabur daripada menyerang balik. Tidak membiarkan Huli Jing tersebut pergi, perempuan berambut putih tersebut kembali memanipulasi persepsinya dan membuatnya malah melangkah mendekat.

"Lagi?" Langkah Huli Jing terhenti, Ia menatap dengan rasa kagum sekaligus takut menemukan hal yang dirasanya sangat baru. Tanpa dirinya sadari, senyum mulai tampak pada wajah.

"Kenapa malah tersenyum, Nona Rubah?"

"Tidak ..., hanya saja tidak kusangka ada manusia yang bisa mempermainkan diriku ini dengan sihir pikiran."

Kabut berwarna abu-abu mulai menyelimuti tubuh Huli Jing tersebut. Perlahan, sosoknya yang terlihat seperti anak kecil mulai berubah menjadi dewasa dengan postur badan matang dan menawan. Meski ekornya tidak dimunculkan, tetapi dengan jelas pancaran sihir kuat terasa darinya dan terasa sangat berbeda dengan sebelumnya.

"Hmm, hawa kuat ini ..., apa anda seorang rubah berekor sembilan?"

"Kenapa kau berpikir seperti itu, penyihir?"

"Hawa ..., anda tidak seperti Demi-human biasa yang lalu-lalang di kota? Dan juga, anda juga sedikit memiliki aura yang mirip dengan seseorang yang saya kenal."

"Kalau iya, memangnya kau ingin apa? Menangkapku? Membunuhku?"

"Tidak ..., saya hanya ingin pergi .... Lagi pula, saya ingin kembali ke penginapan dan segera mengemasi barang-barang."

Mengangkat jari telunjuk kanan ke atas tinggi-tinggi dan menunjuk langit, perempuan berambut putih tersebut mulai menggunakan sihir pikiran dalam jangkauan luas. Rune mulai mengitarinya dan sosoknya mulai menghilang dari hadapan Huli Jing.

"Sampai jumpa, Nona Rubah ....."

Dalam hitungan detik, Ia menghilang sepenuhnya dan pergi tanpa meninggalkan jejak. Melihat apa yang dilakukan perempuan itu dan meninggalkannya, Huli Jing tersebut tidak percaya ada orang yang akan pergi begitu saja setelah mengetahui identitasnya.

"Sepertinya ... hidup panjangku mulai menarik .... Yah, untuk terakhir kali paling tidak ini bisa memberi arti bagiku ...."

Tersenyum kecil dan berbalik, Huli Jing tersebut kembali melakukan transformasi menjadi gadis remaja dan menyesuaikan ukuran pakaiannya. Dalam benak rubah berekor sembilan tersebut, ada yang membuatnya merasa bisa mengubah kehidupannya yang hanya penuh dengan siklus penghapusan ingatan.

"Karena ingatanku tidak bisa dihapus lagi untuk penyesian dengan lingkungan, kurasa mengikuti arus ini tidak buruk juga .... Kalau memang ini takdir, kurasa kita akan bertemu lagi ...., iya bukan, Tuan Inari?"

Berjalan masuk ke dalam kerumunan orang-orang, gadis rubah tersebut mulai menghilang dan berbaur dengan sangat cepat.

««»»

Siang harinya, saat Dart dan Mavis masih tidur di kamar penginapan yang mereka sewa, tiba-tiba suara pintu diketuk seseorang kamar terdengar. Membuka mata dengan rasa malas, pria berambut hitam tersebut mulai bangun dan berjalan ke arah pintu untuk membukanya. Menggeser pintu, terlihat perempuan berambut putih berdiri membawa dua buah koper, Dart langsung paham kalau Proten sudah selesai mengemas barang-barangnya untuk ikut menetap di kamar yang sama. Saat melihat perempuan itu penuh keringat dan wajahnya memerah, Dart sedikit merasa bersalah membiarkannya pergi untuk mengambil barang-barangnya sendirian.

Melangkah masuk sambil menyeret kedua koper tersebut, perempuan berambut putih itu meletakkannya di lantai. Duduk di depan meja kayu di tengah ruang, Proten membaringkan wajahnya di atas meja dan mulai menarik napas lega dan sejenak beristirahat.

"Ah ..., dinginnya .... Enaknya."

"Kau bisa saja memintaku untuk membawakannya, kenapa susah-susah pergi sendiri?"

Mendapat pertanyaan seperti itu, Proten mengangkat wajah dari atas meja dan menoleh ke arah Dart dengan tatapan sedikit terusik. "Saya juga punya harga diri .... Mana bisa saya meminta bantuan pada orang yang akan saya ikuti," ucapnya dengan tegas.

Dart tidak bisa memahami apa yang dirasakan Proten, tetapi dirinya tahu kalau hal seperti itu memang ada dalam sifat makhluk hidup berakal. "Harga diri, ya .... Aku sudah tidak terlalu memikirkannya belakangan ini," pikir Dart. Setelah menutup pintu, pria tersebut berbalik dan berjalan ke arah jendela tepat di dekat Mavis tertidur.

"Kak Mavis belum bangun?"

"Hmm, semalaman dia begadang. Yah, gara-gara aku sih dia tidak tidur ...."

"Anda melakukan hal semacam itu lagi dengan Kakak?"

"Bukan ..., semalam cuma berburu monster. Terlebih, kenapa kau selalu mengaitkannya dengan itu? Aku suaminya, jangan tanya seperti itu terus ...."

"Hmm, berburu monster .... Kalau malam hari ..., berarti apa para Dark One yang diburu?"

Memalingkan pandangan dan melihat keluar jendela, pria tersebut menjawab, "Ya ..., mereka harganya mahal kristal sihirnya. Dan juga, sebagian besar jenis makhluk seperti itu sering menjadi bahan untuk ritual kegelapan, jadi paling tidak aku ingin mengurangi jumlahnya ...."

"Apa karena tugas dari putusan Konferensi Keempat Negeri?"

"Ya ...."

"Kapan Tuan Luke pergi lagi?"

"Hmm, kurasa nanti akhir minggu ini. Pada surat itu katanya ada kegiatan Aliran Sesat di daerah sekitar Hutan Kabut, provisi Solian ...."

Mendengar hal tersebut, perempuan berambut putih itu menarik koper salah satu koper kayunya mendekat dan membukanya. Mengambil sebuah gelang perak dengan ukiran unik dari dalam koper, Ia memakainya pada tangan kanan. Melihat itu, Dart sedikit penasaran.

"Apa itu?"

"Artifak sihir buatan saya, untuk peningkatan konsentrasi pengendalian Mana internal dan mempercepat penyerapan Ether untuk pemulihan stamina."

"Hmm, apa kau baru saja menggunakan sihir?"

"Ya, saya bertemu Nona Rubah yang sangat haus akan cahaya."

Dart tidak memahami maksud perkataan Proten. Tidak menanyakannya karena rasa lelah masih terasa, pria tersebut kembali memejamkan matanya dan tertidur dengan cepat. Proten sesaat terdiam, suasana sejuk dan angin yang masuk melalui jendela membuat rasa kesepian sedikit mengisi benaknya. Melihat pria tersebut sudah terpejam rapat matanya dan lelap, Proten bangun dan berjalan mendekatinya. Melihat wajah pria berambut hitam tersebut lelap dengan wajah yang sangat damai, sekilas Proten tersenyum tipis.

Membungkuk dan mendekatkan wajah, perempuan tersebut mengamati wajah tidur Dart dari dekat. Rasa aneh dalam benak menguasai dan perlahan bibirnya mendekat ke bibir pria tersebut. Tetapi sebelum menempel, perempuan berambut putih itu berhenti dan mengurungkan niatnya. Melangkah mundur dan berbalik, Proten kembali duduk di depan meja dan mulai mengambil beberapa alat sihir lain dari koper.

"Kau curang ..., Kak Mavis ...."

Menyembunyikan dan ingin mengacuhkan perasaan dalam hatinya, perempuan berambut putih tersebut menyibukkan diri dengan mengutak-atik beberapa alat dan artifak sihir. Memang hampir seperti Mavis, dirinya adalah seri Intara Hexe yang mempunyai sistem kepribadian untuk merasakan emosi melalui logaritma yang tersusun rapi sebagai konstruksi identitasnya. Karena hal seperti itu, sosok Humunculus tersebut menjadi susuk paling mirip dengan manusia melebihi yang lainnya dalam segi sifat untuk merasakan sesuatu seperti emosi.

««»»

Hari beranjak sore, cahaya senja kemerahan terlihat melalui jendela oleh perempuan berambut putih tersebut. Sedikit menghela napas karena Dart dan Mavis masih belum bangun, Proten memutuskan untuk keluar dari ruangan untuk mengurus sesuatu. Tetapi saat baru bangun dan belum sempat melangkah, Dart dan Mavis membuka mata.

"Hmm, mau ke mana?" tanya Dart.

Menoleh ke belakang, perempuan berambut putih tersebut menjawab, "Niatnya sih mau ke Guild dan mendaftarkan diri, kalau jadi anggota jadi lebih mudah ikut Tuan Luke, bukan? Untuk masalah administrasi atau semacamnya ...."

"Hmm, aku juga tidak mendaftar di Guild, loh. Aku menjual kristal monster melalui jalur umum dengan harga lebih murah."

"Eh?" Perempuan tersebut berbalik dan melihat dengan bingung. "Kenapa? Bukannya lebih dapat banyak uang kalau jadi anggota Guild kekaisaran?" tanya Proten.

"Memangnya aku datang ke kekaisaran untuk berburu monster dan cari uang? Aku ke tanah ini untuk memburu para anggota Aliran Sesat, setelah itu kembali ke daerahku dan menjadi Tuan Tanah."

Mendengar perkataan tersebut, sesaat Proten terdiam terkejut, perempuan berambut putih tersebut sama sekali tidak mengira kalau Dart akan punya pemikiran seperti itu. Sesaat tersenyum kecil, Ia berkata, "Baiklah, kurasa saya juga tak perlu mendaftar ke Guild." Kembali berjalan ke arah meja, Ia duduk dengan damai sambil meletakkan kedua tangannya ke atas meja kayu tersebut.

"Mavis, bangun .... Jangan tidur terus," ucap Dart seraya menggoyang-goyangkan bahu Mavis untuk membangunkannya. Perempuan berambut pirang tersebut membuka mata kembali setelah tadi terpejam lagi, lalu langsung duduk. Melihat ke kanan dan kiri dengan bingung, Ia malah kembali membaringkan tubuh dan kembali tidur.

"Oi ...."

Dart mendudukan tubuh wanita yang matanya tertutup rapat tersebut. Membopong Mavis dengan kedua tangan, Dart berjalan ke arah lemari untuk mengambil beberapa pasang pakaian. Menggunakan kaki kanan seperti tangan, Ia mengambil satu setel pakaian pria dan satu setel pakaian wanita, lalu melemparnya dengan kaki ke kedua sisi pundaknya.

"Tuan Luke ..., jangan bilang anda mau mandi?" tanya Proten.

"Tentu saja, memangnya apa mau apa lagi? Setelah mandi aku juga mau ke pasar malam untuk beli pedang. Yah, pedangku patah sih saat melawan para Dark One."

Proten merasa sedikit aneh mendengar hal seperti itu. Memang tidaklah tabu untuk suami istri mandi bersama, tetapi mendengar hal seperti itu secara terang-terang membuat perempuan berambut putih tersebut sedikit tersipu.

Tidak terlalu memedulikan hal tersebut, Dart berjalan ke arah pintu dan menggesernya dengan kaki. Menoleh ke arah perempuan tersebut, Dart bertanya, "Mau ikut? Pemandian umumnya ada di lantai dasar penginapan ini, kok."

"Ti-Tidak usah, saya tunggu di sini saja."

"Oh ..., kalau begitu jaga kamar, ya."

Dart melangkah keluar bersama Mavis, lalu menutup pintu kamar. Berdiam diri dan duduk bersimpuh dengan rasa aneh, Proten mulai merasa sedikit ingin mengintip apa yang dilakukan kedua orang tersebut. Sayangnya karena rasa keraguan dan tidak enak dalam benak, akhirnya Proten hanya terduduk di kamar sampai Dart dan Mavis kembali.

««»»

Di bawah langit malam berbintang, Dart, Mavis dan Proten berjalan di antara keramaian jalan utama Kota Gahon. Dart mengenakan pakaian dengan desain dan warna mirip seperti sebelumnya, sedangkan Mavis terlihat mengenakan Kimono merah bermotif bunga sepatu. Berbeda dengan kedua orang tersebut yang berganti pakaian dan sudah mandi, Proten tidak mengganti pakaiannya.

Mereka berjalan dengan santai di antara keramaian malam. Di pinggiran jalan, beberapa lampion kristal cahaya digantung sebagai penerang jalan. Dari beberapa toko dan bangunan menarik yang ada, perhatian pria berambut hitam tersebut sama sekali tidak berpaling dari Mavis yang digandengnya.

Berjalan di sisi kiri Dart, Proten mengamati seraya sesekali melirik ke arah mereka. Dart menyadari hal tersebut, tetapi dirinya sama sekali tidak mempermasalahkan hal tersebut dan terus berjalan menuju daerah pasar malam untuk membeli senjata. Kurang dari tiga puluh menit berjalan dari penginapan, mereka sampai di tempat tujuan. Tempat tersebut terlihat ramai, Demi-human dan manusia lalu-lalang dan jual beli dengan teratur meski ada beberapa kegiatan tawar menawar yang sangat berisik.

Dart lekas menggandeng Mavis untuk pergi ke bagian pasar yang menjual senjata, Proten mengikuti mereka dengan rasa sedikit tidak tenang. Melewati jalan yang di kedua sisinya terdapat beberapa stan dan kios senjata, perhatian pria tersebut teralih dan terlihat mengamati beberapa jenis senjata yang dipajang. Tiba-tiba pria tersebut berhenti saat menemukan senjata yang menarik pada salah satu stan, bersama Mavis Ia mendekatinya dan melihat beberapa pedang katana yang berjejer rapi dipajang dengan gagah.

Proten sama sekali tidak tertarik dengan senjata tajam, perempuan tersebut mengikuti dengan rasa tidak senang karena dalam lubuk hatinya senjata adalah alat yang kejam dan tidak seharusnya ada di dunia. Menunggu pria tersebut membeli senjata dengan sabar, Proten sekilas melihat stan di ujung jalan yang menjual beberapa manisan permen apel. Merasa tertarik, Ia berjalan ke arah stan untuk membelinya.

Tetapi setelah membeli manisan permen apel dan kembali ke stan yang ditengok Dart tadi, pria tersebut dan Mavis sudah tidak ada di tempat. Sesaat dalam benak Proten merasa kalau dirinya hanya orang yang tidak berarti di mata pria tersebut, hanya menjadi pengganggu hubungan Dart dengan Mavis. Menjilat permen apel dengan wajah sedih, perempuan berambut putih itu mulai menundukkan kepala dan mulai murung.

"Oi, ke mana saja?" Dart menepuk pundak Proten dari belakang.

Berbalik dengan terkejut dan melihat pria tersebut, perasaan gundah dalam benaknya hilang dengan cepat. "Beli ... permen apel .... Mau?" ucapnya seraya menawarkan permen tersebut. Tidak diterima Dart, permen tersebut malah dijilat oleh Mavis.

Melihat Mavis menjilat permennya seperti itu, Proten merasa seperti kakaknya tersebut seakan merebut segalanya darinya. Melihat ke arah Dart, perempuan berambut putih tersebut memasang senyum simpul menyembunyikan rasa itu dalam-dalam.

"Sepertinya Kak Mavis yang ingin permennya."

"Hmm, sayang sekali anggaranku kali ini sudah pas."

Melihat pedang katana dengan sarung kayu berwarna hitam di pinggang Dart, Proten sedikit bingung karena pria tersebut membeli pedang yang tidak sesuai dengan teknik aliran pedang yang dimilikinya.

"Bukannya itu katana? Apa Tuan Luke punya teknik yang cocok untuk senjata seperti itu?"

"Bagaimana menjelaskannya, ya .... Teknik Pedang Aliran Luke itu sebenarnya samar dan tidak punya ketentuan khusus, bahkan aku juga bisa menggunakan teknik tombak, panah, pisau, sampai kapak. Yah, intinya semua senjata bisa digunakan dengan teknik Aliran Luke."

"Kalau begitu, kenapa Keluarga Luke terkenal dengan sebutan Pedang Kerajaan?"

"Kalau itu, kata mendiang ayahku sih itu karena Kerajaan Felixia berlambang pedang dan roh. Hasilnya, saat peperangan garis keturunan Luke cenderung memakai pedang dan akhirnya dikenal dengan Perang Kerajaan."

Menarik katana dari sarung pedang, Dart memarkan pedang bermata satu tersebut. Ketajaman terlihat sangat jelas, dan mengkilat terkena cahaya lampion. "Keren bukan?" tanya Dart dengan nada sedikit menyombongkan senjata barunya.

"Enggak," balas Proten langsung.

"Begitu, ya ...." Dart kembali menyarungkan pedangnya dan menggandeng Mavis. "Kalau begitu, mau mampir dulu?" tanya pria tersebut.

"Katanya sudah tidak ada anggaran?"

"Hmm, maksudku tidak ada anggaran untuk beli jajanan. Kalau makan malam, masih ada ... untuk tiga orang. Kau mau ikut, 'kan? Aku tahu warung makan yang enak di sekitar sini, murah lagi ...."

Dart mengulurkan tangan kirinya kepada Proten, perempuan tersebut dengan rasa senang hendak meraihnya. Tetapi sebelum bisa meraih tangan tersebut, tiba-tiba buku kuduknya merinding karena merasakan tatapan tajam dari kerumunan. Perempuan tersebut langsung berbalik dan mencari sosok yang menatapnya dari kerumunan. "Apa Rubah itu lagi?" benak Proten.

"Hmm, jadi dia tidak bisa menyembunyikan keberadaannya lagi, ya ...."

"Tuan Luke ..., anda menyadarinya?"

"Yah, dari masuk pasar ada hawa aneh yang membuntuti kita. Aku mengacuhkannya, tapi sepertinya dia memang mengincarmu."

"Sepertinya dia Gadis Rubah yang saya temui tadi pagi ...."

"Ah, maksudnya Rubah itu Demi-human tipe rubah," benak Dart.

Menggandeng tangan Proten, pria tersebut berbalik dan mengambil jalan yang berbeda dari sumber tatapan tajam yang tersembunyi dalam keramaian. Bersama Mavis yang digandeng dengan tangan kanan, pria tersebut berniat mengacuhkan hawa keberadaan tersebut.

"Eh? Kenapa malah perg―"

"Sudahlah, ikut saja."

Mavis mengambil permen apel dari tangan Proten. "Kok malah diambil sih, Kak Mavis? Aku baru menjulatnya sekali!"

Pada akhirnya, Proten mengikuti mereka berdua pergi ke warung untuk makan malam. Warung yang mereka datangi adalah sebuah tempat untuk makan daging sapi panggang yang dijual per kilo dengan harga murah, bonus bumbu pedas manis jika dibakar di tempat warung yang juga menyediakan meja dengan alat pembakar arang.

Meski masih terasa ada tatapan tajam yang mengawasi, Dart dan Mavis menyantap daging bakar tanpa memedulikan hal tersebut. Proten yang merasa sedikit terganggu tidak bisa menyantap makanannya dengan damai karena tatapan seperti hewan buas yang diarahkan kepadanya dari keramaian. Melihat Dart dengan lahap menyantap daging seperti kelaparan, pada akhirnya Proten ikut memakan daging panggang bersama mereka meski

dengan porsi sedikit karena nafsu makannya kurang.


next chapter
Load failed, please RETRY

Weekly Power Status

Rank -- Power Ranking
Stone -- Power stone

Batch unlock chapters

Table of Contents

Display Options

Background

Font

Size

Chapter comments

Write a review Reading Status: C41
Fail to post. Please try again
  • Writing Quality
  • Stability of Updates
  • Story Development
  • Character Design
  • World Background

The total score 0.0

Review posted successfully! Read more reviews
Vote with Power Stone
Rank NO.-- Power Ranking
Stone -- Power Stone
Report inappropriate content
error Tip

Report abuse

Paragraph comments

Login