Hari berganti, fajar dengan matahari tertutup awan menyambut dunia dengan warna monokrom kelabu. Di dalam tenda, perlahan Julia membuka mata dan melirik sekitar, mengumpulkan kesadaran setelah bangun. Duduk seraya mengusap mata, ekor gadis kucing itu langsung berdiri dan bergoyang ke sana kemari. Melihat ke samping kanan dan kiri ternyata tidak ada tuannya, kedua telinga kucing Julia langsung berkedut bersamaan dengan wajah cemas yang tampak.
"Tuan ...? Tuan Odo?" Julia melihat ke penjuru tenda, tetapi memang di dalam tempat tersebut tidak ada anak berambut hitam yang dicarinya. Berusaha membangunkan Imania dan Minda yang masih tertidur pulas, mereka berdua hanya menjawab dengan melindur tidak jelas.
Langsung keluar dari tenda dengan panik, Julia melihat Gariadin dan Xau Lin yang duduk berjaga di dekat api unggun yang sudah dipadamkan. Panci yang sebelumnya digunakan untuk memasak sudah dicuci bersih, dan di letakkan di dekat kedua orang itu yang di pertengahan malam berganti melakukan tugas jaga.
"Lin .., Adin ..., kalian lihat Tuan Muda?" tanya Julia dengan panik dan gelisah.
"Oh ..., gak perlu cemas seperti itu, Kak Julia. Tuan Muda lagi di danau .... Habis kita bersih-bersih sama cuci perlengkapan makan, katanya Tuan ingin duduk-duduk dulu sebentar di sana," ucap Gariadin dengan santainya. Xua Lin hanya menatap Julia dengan datar dan sedikit bingung melihat gadis kucing itu sangat protektif terhadap Odo.
Mendengar hal tersebut, Julia langsung kaget dan merasa kalau Odo tidak akan hanya duduk-duduk saja seperti yang dikatakan pria berambut merah tua tersebut. "Da-Danau nya ada di mana?" tanya gadis kucing dengan panik.
"Dekat, kok. Beberapa ratus meter ke arah barat .... Oh, iya .... Hati-hati kalau mau lewat danau, ya. Walau beku, tapi danau itu sa⸻" Sebelum Gariadin menyelesaikan penjelasannya, Julia sudah berlari ke arah barat untuk menjemput Odo. Melihat sosok yang secara jabatan memang lebih tinggi dari mereka terlihat panik seperti itu, Xua Lin dan Gariadin hanya memasang ekspresi heran.
Julia berlari secepat mungkin. Melewati pepohonan di dalam hutan, langkah kakinya seakan tidak terhalau salju yang menutupi tanah dan tetap melaju cepat. Keluar dari daerah hutan, sebuah danau besar dengan air membeku dan membentuk lantai es mengkilat menyambutnya. Napas Julia terengah-engah, mengeluarkan uap putih, dan mulai menoleh ke kanan dan kiri mencari sosok Tuannya.
Tidak lama mencari, di tengah danau terlihat Odo yang berdiri santai tepat di atas lantai es bening. Melihat anak berambut hitam tersebut, Julia lekas menarik napas lega. Rasa cemas yang bahkan membutanya tidak sempat menata rambut atau membasuh wajah hilang pada saat itu juga. Mulai melangkahkan kaki ke atas danau yang membeku, gadis itu memanggil dengan suara keras, "Tuan Muda ..., cepat kemari ...! Kita mau lanjut perjalanannya! Supaya bisa sampai besok!" Odo langsung menoleh mendengar itu.
Melihat Julia di sudut danau dan berjalan mendekat, wajahnya langsung terlihat panik. Ia berbalik dan berterik hendak memperingati, " Mbak Julia, jangan ke si⸻!!" Tetapi, sebelum bisa meberitahu Julia, gadis itu menginjak lantai es yang salah seperti apa yang dikhawatirkan Odo, dan ....
Brukuak!!
"Eh ...!!?" Lantai es yang dipijaknya rapuh, dan Julia langsung terperosok masuk ke dalam danau yang sangat dingin. Melihat Julia terjerumus, Odo langsung berlari ke arahnya dan menolong gadis kucing tersebut.
.
.
.
Di dekat tenda, lebih tepatnya di samping api unggun yang kembali dinyalakan, Julia duduk gemetar seraya memegang gelas berisi teh herbal hangat. Ia meminum teh hangat seraya menggigil kedinginan. Gadis kucing tersebut terlihat mengenakan gaun pendek berwarna hitam yang seharusnya digunakan untuk rangkap pakaian, serta stoking hitam panjang sampai paha bagian atas yang dipinjamkan Minda. Terlihat sangat tidak cocok mengingat suhu dingin yang ada.
Sebelumnya, saat Julia terperosok ke dalam danau, Odo langsung menariknya ke atas sebelum permukaan danau membeku kembali. Julia saat itu mengalami dehidrasi ringan, dan langsung gendong anak berambut hitam tersebut kembali ke tenda dan sampailah keadaan sekarang. Julia duduk di dekat api unggun, diberi tatapan aneh oleh rekan-rekannya.
Melihat gadis itu masih menggigil, Odo menghela napas. Telinga dan ekor gadis kucing itu loyo meski sudah ada tambahan pakaian hangat yang merangkap gaun hitam pendeknya dan di tangannya telah ditambah sarung tangan. Odo berjalan ke belakang Julia seraya melepaskan jaket mantel yang dikenakan, lalu memakaikannya kepadanya.
Gadis berambut keperakan itu sentak terkejut. Saat pertama kali mengenakan jaket tersebut, Julia langsung tahu ada yang aneh dari itu karena terasa lebih hangat dari yang dikira. Menoleh ke arah Odo yang berjalan ke samping, Ia bertanya, "Ini ..., apa ada struktur sihirnya, Tuan Odo?" tanya Julia seraya meletakkan gelas berisi teh herbal ke atas kursi papan.
"Hmm, struktur sihir untuk memancarkan panas pada bagian dalamnya," jawab Odo.
Anak berambut hitam itu berjalan ke depan Julia dan menatap tajam ke arahnya. Mengamati dari atas ke bawah gadis itu, Ia merasa hal baru bisa melihatnya mengenakan pakaian selain seragam pelayan.
"A-Ada apa, Tuan Muda?"
"Tidak ..., aku heran saja. Padahal sudah tahu dingin, kenapa Mbak Julia bawa pakaian gantinya pendek?"
Julia terdiam mendapat pertanyaan seperti itu. Memalingkan wajah ke samping, Ia menjawab dengan ragu, "Ha-Habisnya saya pikir gak akan basah dan perlu ganti begini ...." Odo tambah menatap datar setelah mendengar hal tersebut. Berbalik dan seakan tidak memikirkan hal itu kembali, Odo berjalan menuju Drake yang sudah dipasangi sabuk dan pengait untuk menarik kereta kayu dan gerobak.
Mengelus kepala berkulit keras Drake jinak tersebut, Odo memasang ekspresi wajah muram yang tidak pernah diperlihatkannya kemarin. Anak berambut hitam itu terlihat berwibawa dengan hanya mengenakan kemeja putih dan celana hitam panjang, berbeda sekali dengan apa yang para Shieal lihat darinya sebelumnya. Melirik ke arah Minda dan Imania yang berdiri di dekat kursi tempat Julia duduk, Odo bertanya dengan nada sedikit lesu, "Kira-kira sampai di Hutan Pando berapa hari lagi?"
"Saya rasa mungkin dua hari lagi .... Siang hari atau sore harinya," jawab Minda.
Mendapat jawaban itu, Odo memalingkan wajah dengan tatapan tajam dan menghadap ke arah barat dimana danau berada. Sekilas melirik, anak berambut hitam itu berkata, "Aku mau jalan-jalan ke danau. Tolong siapkan semuanya, kita berangkat setengah jam lagi ...." Ia berjalan ke dalam hutan, tanpa ada seseorang pun yang berani menyahut atau bertanya padanya.
Pada saat itu, semua orang di tempat itu terkejut melihat tatapan yang sekilas Odo perlihatkan dan aura yang ada pada anak tersebut yang seakan berubah drastis, terasa seperti anak berambut hitam itu adalah orang yang berbeda dengan yang kemarin
Pada saat itu, semua orang di tempat itu terkejut melihat tatapan yang sekilas Odo perlihatkan dan aura yang ada pada anak tersebut yang seakan berubah drastis, terasa seperti anak berambut hitam itu adalah orang yang berbeda dengan yang kemarin. Tidak seperti rekan-rekannya yang terkejut dalam perasaan heran, Julia memasang wajah memerah karena beberapa hal. Ia merapatkan kedua telapak tangan ke depan mulut, ujung jemari yang dirapatkan menyembunyikan bibir pucatnya dan mulai menghembuskan napas seraya sedikit menoleh ke arah Odo yang berajak pergi.
"Tuan ...," benak Julia.
««»»
Berjalan di atas lantai es danau beku, anak berambut hitam itu terlihat murung dan memikirkan banyak hal dalam kepalanya. Seakan memang memiliki insting yang sangat kuat, setiap kali melangkahkan kaki dirinya tidak pernah menginjak permukaan es yang salah dan dengan santainya berjalan di atas danau beku tersebut. Sampai di tengah danau, Ia sekilas mendongak ke atas dan menarik napas dalam-dalam, menghilangkan rasa resah dalam benak.
"Ah ..., benar juga .... Mimpi waktu itu ..., dongeng⸻ Lebih tepatnya Witch di dalamnya, rasanya ada kaitannya. Orang yang sama? Kurasa tidak juga. Siapa ...?"
Bergumam tidak jelas di tegah danau, Odo memutuskan untuk duduk karena merasa lelah dengan beban pikiran. Sifatnya yang mudah penasaran dan memikirkan hal-hal seperti itu memang sudah menjadi sifat dasar baginya. Berusaha untuk membuang rasa seperti itu, anak berambut hitam tersebut mulai duduk bersila dan masuk ke dalam posisi meditasi.
Di tengah danau beku dan di bawah langit mendung yang menurunkan salju dingin, Ia melakukan kultivasi Inti Sihir dan mulai mengalirkan Mana ke seluruh sikut sihir di tubuh serta mengurangi Mana pada Inti Sihir sampai tingkat hampir kosong. Aura sihir terpancar dari tubuhnya, dan pada saat itu Mana alam yang masih murni di tengah danau tersebut mulai terserap oleh tubuhnya. Itu merupakan gabungan dari Meditasi Ilahi dan Surga yang dimilikinya, serta Meditasi Jalan Alam yang dirinya pelajari dari Reyah untuk mengembangkan Alam Jiwa.
Permukaan es danau mulai retak sedikit, dan dari dalamnya keluar Mana alam dari makhluk hidup yang membeku di dalam danau es. Udara dingin mulai membentuk sumbu kesatuan energi dan mulai berpusat, pepohonan tertutup salju yang tertidur mulai memancarkan vitalitasnya dan melayang menuju ke satu titik. Semua tenaga kehidupan itu terpancar dalam bentuk cahaya samar berwarna putih transparan dan langsung terserap oleh Odo.
Dalam waktu setengah jam sebelum melanjutkan perjalanan, Ia benar-benar hanya melakukan kultivasi dan meningkatkan Inti Sihirnya dalam segi kapasitas permanen Mana dalam tubuh, serta meningkatkan ketahanan tubuh terhadap dingin.
Setelah selesai membongkar dan mengangkat kembali semua barang-barang ke atas gerobak, Minda sebagai perwakilan memanggil Odo untuk mengabari anak berambut hitam tersebut. Tetapi saat melihatnya duduk di tengah danau dan diselimuti Mana dari alam, seketika suara seakan terhenti di tengah tenggorokkan dan tak bisa memanggilnya.
Odo membuka mata merasakan hawa kehadiran. Melirik ke arah Minda di sudut danau, anak itu keluar dari posisi meditasi. Dalam hitungan detik, aura putih transparan yang melayang-layang di tempat itu terpencar dan hilang.
Berdiri dan menghadap ke arah perempuan berambut hitam tersebut, Odo mulai melangkahkan kaki ke arahnya. Minda terdiam membatu saat melihat sorot mata bersinar anak itu, membisu di hadapan sosok yang seakan entitasnya lebih tinggi derajatnya.
Berjalan di samping Minda dan melewatinya, Odo berkata pelan, "Ayo, Mbak ...."
Minda sedikit tersentak mendengar suara sedikit serak dan berat itu. Berbalik dan melihat anak itu yang berjalan ke dalam hutan, Minda hanya bisa terdiam tanpa berani bertanya pada anak itu kenapa dalam satu malam sikapnya berubah.
Setelah itu, Odo dan Minda kembali ke tempat yang lainnya untuk melanjutkan perjalanan. Tidak seperti saat berangkat, sekarang yang menjadi kusir adalah Minda dan Imania, sedangkan Xua Lin dan Gariadin duduk di dalam kereta kayu bersama Odo dan Julia.
Suasana dalam perjalanan tidak seperti saat pertama berangkat, terasa sangat sunyi tanpa pembicaraan dan canggung karena anak berambut hitam yang duduk di antara mereka hanya menundukkan kepala dengan wajah murung. Tidak ada yang berani bertanya, mereka samar-samar tahu alasan dibalik tatapan murung anak itu ada sesuatu yang tidak bisa dimengerti.
Mengacuhkan suasana yang ada dan memang sudah terbiasa dengan tatapan murung anak berambut hitam tersebut, Julia menepuk pundaknya seraya bertanya, "Ada apa, Tuan Muda? Apa anda marah karena ulah saya tadi?" Odo mengangkat wajah, lalu sorot matanya pertama mengarah ke Xua Lin dan Gariadin, membuat mereka tersentak kaget melihat tatapan penuh kehampaan tersebut. Berkedip satu kali, Odo menoleh melihat Julia seraya menjawab dengan nada malas, "Tidak ..., bukan karena itu. Hanya saja ..., semangatku hilang saja ... soal ekspedisi ini ...."
"E-Eh ..., kenapa? Bukannya Tuan Muda menantikan ini? Apa karena saya tadi ...?"
"Besar kepala sekali Mbak Julia .... Aku bukan orang yang mudah terpengaruh hanya karena tingkah aneh orang lain."
"Terus kenapa?"
"Mungkin ada sesuatu yang buruk ... saat kita sampai nanti di tujuan ..., itu yang kurasa sekarang."
"Apa itu insting Tuan?"
"Kurasa ..., iya. Yah, dari dulu insting seperti ini memang hanya rasa paranoid saja. Tapi, kebanyakan benar-benar terjadi ...."
"Apa mau kembali? Saya rasa Nyonya juga tidak akan marah kalau Tuan Muda memutuskan kembali ...."
"Tidak ..., kita lanjutkan saja."
Odo kembali menundukkan kepala, dan suasana berubah senyap lagi. Setiap orang di dalam kereta menjadi canggung, begitu juga Imania dan Minda yang duduk di depan dan mendengarkan percakapan.
Melewati daerah dataran tinggi di jalan yang terletak di antara tebing dan jurang, perajalan berjalan lancar pada awalnya. Tetapi seakan insting anak berambut hitam itu benar apa adanya, sebuah kejadian yang tak diperhitungkan terjadi. Tepat di jalan yang hampir keluar dari daerah pegunungan, rombongan kecil ekspedisi dihadang oleh sekelompok bandit liar kurang dari satu jam setelah Odo berbicara tentang hal buruk yang akan terjadi.
Manda dan Imania yang melihat sekawanan bandit memblokade jalan, jumlah mereka sekitar belasan dan bersenjatakan cukup lengkap. Sedikit melirik ke samping, di atas tebing terlihat beberapa dari kelompok bandit membidik dengan panah dan katapel besi. Sadar kalau bergerak gegabah akan memperburuk keadaan karena sudah benar-benar dikepung, mereka berdua lekas mengangkat kedua tangan. Manda dan Imania menghentakkan punggung ke kereta, membertahu orang-orang di dalam kalau situasi berubah cukup gawat.
Berusaha untuk tidak terus memikirkan perkataan Odo sebelumnya, orang-orang di dalam kereta kayu menarik napas dalam-dalam dan menangkan diri. Ritme napas mereka berubah setenang aliran sungai di muara. Xua Lin dan Gariadin menatap ke arah Julia, mereka langsung paham apa yang harus dilakukan sekarang. Memberikan tanda kepada Imania dan Minda di depan dengan mengetuk dinding kereta, mereka menyampaikan untuk tetap tenang selagi orang-orang di dalam sedang mempersiapkan diri.
Menerima pesan tersebut, Minda dan Imania memasang tatapan datar pada para bandit di hadapan. Kelompok penjarah yang menghadang laju Drake sekitar limas belas orang, dan mereka mengenakan senjata jarak dekat yang bervariasi dari pedang, kapak perang, dan tombak besi, serta perlengkapan yang digunakan cukup matang seperti zirah kulit yang pada beberapa bagian terdapat plat pelindung dari besi. Wajah mereka yang bengis terlihat jelas dari sela-sela helm besi, dan tatapan penuh niat jahat terpancar kuat.
Saat Minda melirik ke atas, dalam pengamatannya terlihat lebih dari tujuh orang yang telah siap siaga membidik dan bisa melesatkan senjata jarak jauh kapan saja. Tidak seperti orang-orang yang menghadang langsung di depan, mereka hanya mengenakan rompi kulit dan tidak mengenakan pelindung tebal. Memahami situasi pencegatan yang ada, tanpa memeriksa Minda dan Imania langsung tahu kalau pasti di belakang juga ada beberapa kelompok bandit lain yang menghadang rute belakang.
Di dalam kereta, Julia menggenggam tangan kanan Odo yang masih menunduk, lalu berkata, "Tuan ..., anda di sini saja dulu .... Kami akan membereskan mereka segera." Odo hanya merespons perkataan gadis kucing itu dengan anggukkan ringan.
Melihat ke arah Gariadin, pria berambut merah tua yang sekarang tidak mengenakan zirah itu tersenyum penuh semangat karena sudah lama dirinya tidak bertarung bebas. Begitu juga Imania, insting Demi-human itu mulai membara dan bersiap menghancurkan tulang-tulang para bandit di luar dengan tinjunya.
Di depan kereta, seseorang yang terlihat sebagai bos para bandit maju ke depan dan mulai berbicara sangar, "Turun dari kereta!! Aku tahu kalian semua pasti orang dari pemerintahan!!" Perkataan itu keluar saat mengetahui tanda pada kereta yang memang terdapat simbol Kerajaan Felixia. Menunjuk ke arah Minda dan Imania di depan, pria gendut berkepala botak tersebut membentak, "Cepat turun! Mau mati kalian!?" Mendapat pertanyaan seperti itu, Minda menyeringai dengan ekspresi merendahkan dan seakan menertawakan perkataan pria itu. Sedangkan Imania, gadis berambut abu-abu itu hanya diam dengan ekspresi datar dan tetap mengangkat kedua tangannya.
"Tch! Kalian memang ingin mati rupanya!" Bos bandit tersebut mengangkat tangan kanannya dan memberi tanda aba-aba pada bandit di atas tebing. Tetapi sebelum menurunkan tangan sebagai tanda menembak, sesosok bayangan keluar dari dalam kereta kayu dan meloncat ke arah jurang. Para bandit di atas secara refleks langsung melesatkan panah dan peluru katapel mereka, dan tepat mengenai sosok bayangan tersebut yang ternyata hanya selembar kain berwarna cokelat.
"A!!" Bos bandit dan para anak buahnya terkejut melihat itu. Mereka langsung mengganti formasi dan menarik senjata masing-masing, para penyerang jarak jauh mengisi kebali panah dan amunisi peluru besi katapel.
Memanfaatkan kesempatan diantara jeda serangan jarak jauh selanjutnya dari atas tebing, Gariadin membuka pintu sisi lain kereta kayu dan meloncat ke arah tebing. Ia berdiri di atas tebing curam, lalu mengulurkan tangan kanannya ke arah gerobak. Rune pada telapak Gauntlet miliknya bercahaya, dan tombak yang tersimpan dalam gerobak langsung melayang ke udara dan berputar arahnya. Tap! Ia menangkap dan menggenggam senjatanya dengan tangan kanan. Tanpa membiarkan para bandit di atas tebing menyerang kembali, Gariadin menyelimuti tombaknya dengan Mana, lalu menendang bebatuan dan meloncat ke arah para bandit di atas tebing. Sampai di hadapan para pemanah dan penembak katapel tersebut, tanpa segan-segan pria berambut merah itu menusuk mereka dalam barisan dan tombaknya menembus tiga perut tiga orang sekaligus.
"Meledaklah!" Gariadin menyeringai dan langsung mengaktifkan Mana pada tombak, langsung membuat Inti Sihir orang-orang yang ditusuknya kelebihan beban dan meledak dari dalam. Tubuh mereka langsung berlubang pada bagian perut, lalu ambruk jatuh dari tebing dan mewarnai lereng tertutup salju putih dengan merahnya darah. Melihat sisa bandit yang masih ada, tanpa segan pria berambut merah tersebut menyeringai tipis dan kembali menyalurkan Mana ke tombak, bersiap untuk menusuk mereka.
Di bawah, para bandit yang bersiaga di belakang gerobak terlihat terkejut melihat itu, begitu juga para bandit yang menghadang di depan. Bandit yang menutup rute belakang langsung berlari tergesa-gesa ke depan, berniat membantu rekannya di atas. Lewat di bagian samping tempat Gariadin keluar, Xua Lin yang telah bersiap di dalam kereta langsung memukul satu orang bandit yang pertama terlihat. Suara zirah besi dan tulang saat pukulan Demi-human tersebut mengenai bagian bahu kanan sangat jelas terdengar, dan tubuh bandit tersebut terpental sampai membentur dinding tebing dengan sangat keras.
"Huuu ...." Mengatur pernapasan sekilas, bandit lain yang lewat ikut menyusul dan dipukul Xua Lin dengan cara yang sama. Tetapi saat bandit ke tiga lewat, cara yang sama tidak berjalan serupa. Pukulan Xua Lin yang masih di dalam kereta berhasil dihindari, lalu bandit bersenjata pedang itu menusukkan senjatanya ke arah gadis yang memasang kuda-kuda memukul di dalam kereta.
Insting Xua Lin yang telah disiapkan dengan tajam langsung bereaksi melihat pergerakan bandit yang menyerang tersebut. Dengan menggunakan refleks dasar Demi-human yang memang lebih tinggi dari manusia pada umumnya dan teknik Battle Art teknik Tarung Tangan Kosong Aliran Luke, gadis Shieal itu menghindari tusukkan pedang, lalu mengunci lengan atas bandit tersebut dan mematahkan sendinya. Pedang dijatuhkan bandit, lalu pada saat itu juga Xua Lin melepaskan teknik kuncinya dan meloncat tubruk bandit tersebut untuk menjatuhkannya keluar. Menindihinya di atas permukaan salju, Xua Lin langsung melancarkan pukulan tapak tangan tepat ke arah kepala. Saat telapaknya mengenai wajah bandit, energi yang dihantarkan langsung menghancurkan bagian dalam kepala dan membunuhnya.
Tidak mengikuti menyerang aktif seperti Gariadin dan Xua Lin, Imania dan Minda hanya duduk di tempat karena memang kedua orang tersebut bukanlah tipe petarung terbuka yang menyerang musuh dari depan. Imania mengambil belati kecil dari balik gaun pelayan yang dikenakan, lalu menggores sedikit jari telunjuknya dan membiarkan darah keluar. Meniup telunjuknya sendiri dengan pelan, darah yang mengalir berubah menjadi serbuk-serbuk berkelap-kelip.
Imania seraya melirik rekannya di samping. Minda mengangguk, lalu mengulurkan tangan kanannya ke depan dan merapalkan mantra, "Udara merupakan kehampaan, tak berbentuk, samar tetapi nyata. Buatlah ruangnya sendiri dan terbentuklah."
Ruang udara berbentuk bulat muncul di depan mereka berdua. Imania meniup keras serbuk di atas telapak tangan kanannya, dan menerbangkan serbuk yang terbuat dari darahnya itu masuk ke dalam ruang udara yang dibuat Minda. Saat para bandit hendak menyerang Drake karena mereka pikir itu bisa menghalangi mangsa jarahan mereka kabur, Minda mengayunkan tangannya ke samping dan menerbangkan bulatan udara berisi serbuk ringan ke arah mereka dan meledakkannya.
Serbuk tersebar dengan cepat berkat ledakkan udara yang membungkusnya. Tanpa bisa menyentuh Drake, mereka langsung terdiam dengan tatapan kosong saat menghirup serbuk yang tersebar di sekitar mereka. Serbuk yang terbuat dari darah Imania itu memiliki sifat seperti candu dengan dosis ratusan kali lebih kuat, dan memberikan efek halusinasi kuat yang membuat siapa saja yang terpengaruh akan masuk dalam dikendalikan oleh pemilik serbuk. Tetapi karena Imania tidak bisa berbicara dan tidak bisa memberikan perintah kepada mereka yang terpengaruh, para bandit hanya terdiam dengan wajah kosong dan sebagian ada yang terbaring dengan kesadaran melayang.
"Seperti biasanya, kekuatanmu seram," ucap Minda. Mendengar itu, Imania hanya balik menatap datar tanpa membalas.
"Wah, wah! Apa Imania berlebihan lagi?" Gariadin meluncur dari atas tebing, lalu berdiri di dekat tempat kusir dimana Minda dan Imania duduk. Pada tombak yang dibawa pria berambut merah tersebut, darah segar masih menetes. Saat Minda dan Imania mendongak ke atas tebing tempat para bandit yang memegang senjata jarak jauh berada, di sana benar-benar diubah menjadi tempat yang tak sedap dipandang dengan daging serta mayat berserakan dan bahkan mewarnai salju putih dengan warna lain.
"Kau yang berlebihan," pikir Minda. Imania juga merasakan hal yang tidak jauh berbeda dari perempuan yang duduk di sampingnya.
"Gariadin! Kalau meledakkan tubuh orang, jangan sampai muncrat ke arahku!" ucap Xua Lin yang berjalan dari belakang gerobak. Imania dan Minda melongok ke belakang, Gariadin juga melihat ke arah Demi-human beruang tersebut. Lebih parah dari Gariadin, tangan Xua Lin penuh dengan darah sampai mengotori wajah dan pakaiannya dengan bercak merah.
"Uwah ...." Gariadin memasang wajah sedikit meledek. Tetapi saat Xua Lin mengepalkan tinju, pria itu langsung memalingkan wajah dan bersiul.
"Apa sudah selesai?" Julia keluar dari kereta karena mendengar suara gurau mereka. Melihat pemandangan yang ada di atas tebing, gadis kucing itu langsung berbalik dan mendorong masuk Odo yang hendak ikut keluar. "Tu-Tuan ..., anda di dalam dulu saja ya ...."
Tanpa menunggu jawaban dari anak berambut hitam tersebut, Julia langsung menutup pintu kereta dengan sedikit cemas karena menurutnya yang ada di atas tebing bisa memberi sesuatu yang buruk dalam perkembangan Tuan Mudanya. Berbalik dan melihat ke arah Gariadin, Julia menatapnya dengan tajam.
"Seperti biasanya cara bertarungmu brutal ya."
Mendapat singgungan seperti itu, pria berambut merah tersebut hanya memalingkan wajah dan kembali bersiul, Ia terlihat seakan tidak merasa bersalah. Menghela napas dan paham memang seperti itu sifat Gariadin, Julia berbalik dan melihat ke arah Xua Lin di belakangnya.
"Apa di belakang sudah semua?" tanya Julia.
"Kurasa sudah ...." Xua Lin mengangkat kedua tangannya setinggi dada, dan memperlihatkan lumuran darah yang ada. Julia tidak mempermasalahkan hal itu, berbeda saat Gariadin tadi.
Julia dan Xua Lin berjalan ke depan kereta, menuju ke tempat Gariadin, Imania, dan Minda berada. Sesampainya, sorot mata Julia langsung terarah pada belasan bandit yang berdiri dengan tatapan kosong di depan Drake yang tidak terpengaruh kekuatan Imania. Kekuatan gadis yang tidak bisa berbicara itu hanya berpengaruh pada manusia, Demi-human, dan bentuk kehidupan yang memiliki kecerdasan cukup tinggi, karena itu Drake yang lebih cenderung mengandalkan insting tidak terpengaruh.
"Mau diapakan mereka, Kak? Kalau seperti ini, bukannya kita harus mampir ke kota atau semacamnya untuk memenjarakan mereka?" tanya Manda seraya melihat gadis berambut keperakan tersebut.
"Hmm, sepertinya menyusahkan memang jadinya. Apa kita bunuh saja, terus nanti baru buat laporannya nanti," ucap Julia dengan mudahnya. Dalam logika gadis itu, para bandit dipandang lebih rendah dari hewan dan nyawa mereka sama sekali tidak dipedulikannya.
Sebelum mereka memutuskan apa yang harus dilakukan dengan para bandit yang terpengaruh kekuatan Imania, Odo keluar dari dalam kereta kayu dan melangkahkan kaki di atas salju yang sebagian ternoda oleh darah. Melihat ke atas tebing, anak itu hanya memasang ekspresi datar.
"Tuan Muda ..., kenapa keluar? Bukannya tadi sudah saya bilang ...." Julia menoleh ke arahnya dengan panik, lalu segera menghampirinya.
Odo tidak mendengarkan perkataan Julia. Anak berambut hitam itu mengambil senjata dua bandit yang pertama dikalahkan Xua Lin, berupa pedang dan kapak, lalu melemparkannya ke atas secara bersamaan. Julia terhenti melihat anak itu melakukan hal aneh tersebut. Begitu juga yang lainnya, mereka bingung akan hal yang dilakukan tuan mereka.
"Tu-Tuan Muda ....?"
Odo menghadap ke arah Julia, lalu berjalan pelan menghampirinya. Saat baru beberapa langkah, bandit yang ternyata masih ada dan bersembunyi di dalam gerobak meloncat keluar. Bandit yang mengenakan zirah seperti yang lainnya itu mengincar Odo, mengarahkan pedang di tangan tepat ke arah punuk anak berambut hitam tersebut.
"Awas Tuan!!" teriak Julia, Ia dan yang lainnya langsung bergerak cepat untuk menyelamatkan anak itu. Tetapi karena jarak yang ada, waktu tidak akan sempat dan mereka sadar itu karena bandit sudah tinggal menusukkan senjatanya.
Tetapi, sebelum ujung pedang menembus leher belakang anak berambut hitam tersebut, kapak yang sebelumnya dilemparkan ke atas jatuh ke bawah dan menancap ke bahu kanan bandit. "Akhhh!!" Bandit itu menjerit, berlutut dan menjatuhkan senjatanya. Sebelum bisa berdiri dan menyerang dalam kembali, pedang yang lebih ringan jatuh ke arah bandit dan tepat mengenai salah satu kakinya sampai terpotong.
Julia dan yang lainnya terkejut melihat itu, mereka sadar kalau apa yang terjadi bukanlah sebuah kebetulan belaka. Menoleh ke belakang dan melihat bandit tersebut, Odo hanya memberikan tatapan datar kepadanya, meskipun bandit tersebut menatapnya dengan penuh amarah dan kebencian.
Seperti apa yang dikira semua orang yang melihatnya, apa yang terjadi bukanlah kebetulan, Odo menggunakan kalkulasi dari Auto Senses untuk memprediksi apa yang akan terjadi. Anak itu mendengarkan suara dari dalam kereta dan menggunakan sihir sensor untuk memetakan situasi sebelum keluar, karena itulah dirinya tahu kalau masih ada bandit dan menyiapkan jebakan tak terduga dengan melemparkan senjata ke atas terlebih dahulu.
Melihat mayat-mayat dekat gerobak di belakang, Odo memasang wajah sedikit jijik dan kembali melihat ke depan. "Berlebihan ..., apa gak kasihan?" ucap anak berambut hitam itu dengan nada datar. Odo berjalan ke arah Julia yang masih terlihat bingung.
"Tu-Tuan Odo ..., apa anda tidak merasa mual atau takut melihat i-itu ...."
"Mual? Takut? Apa Mbak Julia lupa kalau aku pernah melawan Naga Hitam? Hal semacam ini ... tak ada apa-apanya kalau dibandingkan saat melawan Naga Hitam."
Julia dan yang lainnya tercengang mendengar itu. Mereka saling menatap satu sama lain, dan sedikit bingung harus bereaksi seperti apa. Mengacuhkan semua itu, Odo kembali bertanya dengan nada datar, "Jadi ..., setelah ini mau diapakan semua ini? Gak bisa ditinggalkan begitu saja, 'kan?"
"Ya .... Kalau keadaannya seperti ini, memang harus mampir ke kota terdekat dan buat laporan dulu .... Terlebih lagi ..., di depan sana masih ada yang masih hidup," ucap Minda. Gadis berambut hitam itu turun bersama Imania, lalu berdiri di dekat Gariadin.
Julia berbalik, lalu melihat para bandit yang terpengaruh kekuatan Imania. Odo yang melihat itu tidak terkejut, Ia sudah tahu kekuatan yang dimiliki Imania dari dokumen di ruang arsip kediamannya.
"Jadi itu kekuatan dari Inti Sihir Native Overhaul yang memutasi tubuh pemiliknya sehingga mendapat kekuatan khusus ya .... Tidak kusangka lebih efektif dari yang kuduga."
Memasang wajah datar, anak berambut hitam itu berbalik dan menatap bandit yang terbaring kesakitan memegangi kaki yang putus. Melihat apa yang ada di hadapannya, anak itu sama sekali tidak peduli dan malah dalam kepalanya diisi dengan hal lain.
"Native Overhoul, sebuah kasus langka jika seseorang memiliki Inti Sihir yang dengan sendirinya mengalami perubahan secara sifat dasar, sehingga karena itu bisa terjadi mutasi genetik dalam tubuh dan membuat pemilik Inti Sihir Native Overhoul memiliki kekuatan khusus. Sebelum diteliti oleh para penyihir di kota Miquator ..., kebanyakan anak yang lahir dengan kasus seperti ini biasanya dianggap sebagai anak yang diberkahi atau terkutuk karena kekuatan yang secara mendasar berbeda dengan sihir. Karena kekuatan khusus yang ada dalam pemilik Inti Sihir khusus tersebut, mereka tidak akan bisa menggunakan sihir dalam sekala normal karena sirkuit sihir dalam tubuh mereka juga ikut mengalami mutasi dan hanya bisa digunakan untuk kekuatan khusus mereka .... Yah, intinya Mbak Imania hanya memiliki satu senjata sangat kuat sehingga tidak bisa memakai senjata lain," pikir Odo dengan tatapan datar.
"Tu-Tuan Odo ...?" panggil Julia.
Mengacuhkan itu, anak berambut hitam tersebut berjongkok di depan bandit yang kesadarannya mulai melayang karena pendarahan parah pada kakinya. Tanpa berbelas kasih, Odo melepas helm bandit itu dan menjambak rambutnya, mengangkat wajah pucat itu dan menatap tajam.
"Aku beri kesempatan .... Jawab pertanyaanku dan aku tolong kamu."
Bandit itu langsung jatuh dalam teror, itu bukan tawaran tetapi lebih seperti ancaman. Mendengar apa yang dikatakan Odo pada orang sekarat itu, Julia dan yang lainnya tercengang melihat sifat Tuan Muda mereka lebih parah dari masa muda Tuan Besar yang mereka layani.
"Jawab .... Aku beri waktu tiga detik. Ya ..., satu ..., dua ...." Sebelum hitungan ketiga, bandit itu mengangguk. "Bagus ...." Odo melepaskannya, lalu berjalan melangkahi bandit tersebut dan menginjak kaki buntungnya.
"AKHHH!!" Bandit itu menjerit sekeras mungkin, menahan rasa sakit yang ada. Pada saat yang sama, pendarahan pada kaki kanannya yang patah berhenti berkat sihir api yang Odo gunakan pada telapak alas kaki untuk menutup lukanya. Melihat bandit itu masih lemas, anak berambut hitam itu menarik napas dalam-dalam.
Ia membopong bandit yang tubuhnya lebih besar itu, lalu menyandarkannya ke roda kereta kayu. Berjongkok di depan bandit yang terduduk lemas itu, Odo bertanya, "Siapa yang menyuruh kalian? Kurasa tadi ada yang tahu kalau kereta ini milik orang pemerintahan. Kenapa kalian bandit susah-susah menyerang orang dari pemerintahan?"
Julia dan yang lainnya terkejut dengan pertanyaan yang dilontarkan Odo pada bandit itu. Minda dan Julia segera mendekat. "A-Apa mereka suruhan orang lain?" tanya Julia.
"Ini sedang tanya ...." Odo melirik datar. Itu membuat Julia dan Minda sesaat terkejut takut. Odo kembali menatap bandit yang tatapannya pudar, lalu berkata, "Jawab pertanyaanku tadi .... Aku akan meringankan hukumanmu kalau menjawab jujur. Kau tahu, meski begini aku anak dari Marquess Luke." Tentu saja itu hanya alasan untuk membuat bandit itu menjawab, Odo tidak benar-benar akan menepati perkataannya.
Saat bandit itu membuka mulutnya dengan lemas, tiba-tiba perutnya mengembung dengan cepat. "Ti-Tidak ...." Wajah bandit itu dipenuhi ketakutan, Ia memegang kerah Odo dengan kedua tangan, menatap seperti ingin meminta tolong. Merasa kalau ada yang berbahaya darinya, Julia langsung menendang wajah bandit itu dengan keras sampai terpental jauh.
Berguling beberapa kali di atas salju, perutnya yang semakin membesar langsung meledak dan membuat gelombang hempas cukup kuat sampai sedikit mengangkat gerobak meski jaraknya sumber ledakkan mencapai lima meter. Daging segar berceceran, darah mewarnai salju dengan merah dan bahkan mengotori barang-barang di atas gerobak. Melihat apa yang terjadi tepat di depan matanya, Odo langsung muntah karena itu memang sangat parah dan tidak manusiawi. Napas anak itu kacau dan tubuhnya gemetar ketakutan.
"A-Ak ... h ... i ...ini ...."
"Tenanglah, Tuan Odo ...." Julia langsung memeluk Odo, lalu membawa anak itu masuk ke dalam kereta kayu. Minda dan Imania segera memeriksa di belakang gerobak untuk memastikan tidak ada yang bersembunyi lagi, sedangkan Gariadin dan Xua Lin memeriksa mayat bandit yang meledak dan sudah sangat tidak berbentuk.
Dari hal tersebut, meski mereka belum dapat memastikan, tetapi dengan jelas memang ada orang-orang yang sengaja menyerang mereka. Setelah itu, meskipun para Shieal masih tidak tenang melihat Tuan mereka masih sedikit terlihat trauma, mereka tetap melakukan apa yang sudah ditetapkan. Minda dan Gariadin membopong para bandit yang terpengaruh kekuatan Imania ke atas gerobak, dan meninggalkan tempat penuh mayat itu dengan segera.
Tujuan mereka berubah dari Hutan Pondo mengarah ke kota kecil terdekat yang terletak di kaki daerah pegunungan untuk menyerahkan para bandit yang terpengaruh kekuatan Imania untuk diinterogasi. Sesampainya di kota terdekat pada malam hari, mereka langsung menginterogasi para bandit setelah efek kekuatan Imania dihilangkan, dan mendapat fakta kalau semua bandit ditanami semacam kutukan yang akan meledakkan tubuh mereka kalau mengatakan sesuatu yang berkaitan dengan seseorang yang mengirim mereka, itu berdasarkan pengakuan salah satu bandit. Kutukan itu tertanam pada bagian dalam perut, sehingga tidak bisa dilepaskan kecuali perut mereka dibedah terlebih dahulu untuk menghilangkan kutukan dengan Dispell dasar.
Para Shieal mengambil risiko. Dengan menggunakan hak khusus mereka sebagai Shieal, mereka meminjam ruang di kantor kota untuk membedah tubuh bandit. Tetapi saat membuka perut bandit tersebut, yang ditemukan bukanlah segel kutukan atau semacamnya, tetapi sebuah alat berbentuk silinder yang terbuat dari karet. Itu tidak mengandung sihir yang kuat sampai bisa meledakkan tubuh orang dari dalam, tetapi pada permukaan luar hanya terdapat lingkaran sihir yang memiliki struktur rumit dan aneh. Saat mereka mengeceknya, tiba-tiba alat tersebut membesar dan meledak cukup keras. Tidak ada yang terluka dari Shieal karena kejadian itu, tetapi ruangan yang digunakan untuk membedah meledak dan bandit yang perutnya dibedah mati.
Mengetahui tidak adanya jejak sihir dalam ledakkan tersebut, spekulasi mengarah pada satu hal, yaitu serangan para bandit kemungkinan besar ulah Kerajaan Mololia karena alat-alat semacam itu merupakan keahlian negeri yang bergerak dalam bidang Alkimia tersebut.
Menyadari fakta tersebut, para Shieal memutuskan untuk membatalkan ekspedisi dan segera kembali ke Mansion setelah mempertimbangkan bahaya yang ada kalau tetap melanjutkan perjalanan. Tentu saja Odo menentang keras keputusan itu, dan pada akhirnya perjalanan tetap berlangsung meski suasana berubah mencekam tidak seperti awal-awal ekspedisi. Sesudah mengurus data-data tentang penangkapan para bandit dengan pemerintah setempat, mereka langsung melanjutkan perjalanan pada pagi harinya dengan terburu-buru.
««»»
Di atas tebing tinggi daerah pegunungan, berkumpul sekelompok orang yang mengenakan jubah putih dan berkamuflase dengan permukaan tanah yang tertutup salju. Mereka bertiarap, menggunakan teropong tunggal dari besi hitam dan lensa berlapis yang bisa meneropong sampai jarak belasan kilometer. Kelompok mereka tidak lebih dari sepuluh orang, tetapi dari pergerakan dan tingkat komunikasi mereka yang efektif dapat diketahui kalau mereka bukanlah amatiran seperti para bandit.
Salah seorang berjubah putih mendekati anggota kelompok yang sedang tiarap seraya meneropong, mengamati kereta Drake yang dinaiki Odo dan para Shieal yang baru saja keluar dari kota pagi-pagi hari pada saat cuaca cukup bersalju. Rekan yang mendekat itu berbisik pada orang yang meneropong.
"Apa benar?! Ada anak Marquess di sana?"
"Iya, Bos .... Menurut intel kita yang menyusup ke kota sebelumnya, para Shieal juga ada di sana."
"Jelas saja bandit-bandit yang kita jebak itu bisa dimusnahkan. Tch! Ini diluar dugaan. Padahal rencana awal ini hanya untuk menyabotase rombongan pembawa bantuan makanan yang diberikan Marquess, dengan itu kita bisa menjadi penyokong di rencana musim panas tahun depan nanti ...."
"Maksud bos soal invasi nanti untuk mencari Code Item MacGaffin ?"
Bos kelompok tersebut kembali meneropong dan mengamati jalur kereta Drake yang melaju menjauh dari kota.
"Ya .... Karena di negeri kita sedang masa perselisihan tahta, para kandidat raja dan pendukungnya melegalkan segala cara demi menjadi putra mahkota. Karena itu, dari kalkulasi Unit Sistem God Machine, USGM mengambil keputusan untuk mengukur kapabilitas kandidat raja terpantas. Hasilnya situasi ini ..., kandidat yang paling dominan akan menjadi raja dan mereka secara diam-diam memulai persiapan invasi ke negara lain ...."
"Bos ..., MacGaffin itu apa, sih? Kenapa para kandidat tergila-gila pada itu ..., dan bahkan sampai ... melakukan eksperimen dan ingin menyulut perang lagi? Bukannya sekarang sedang masa damai?"
"Hah! Itu juga kau tak tahu .... Hmm, apa kau pernah baca buku cerita?"
"Pernah, bos ...."
"MacGuffin itu semacam Item yang menjadi dalih cerita berlangsung dan menjadi motif para tokoh berkerak. Contohnya dalam cerita pencurian, uang menjadi MacGuffin dalam cerita tersebut. Kalau bandit, harta menjadi MacGuffin nya .... Jadi, invasi nanti kemungkinan besar untuk mencari benda itu .... Yah, itu keputusan dari USGM dan menjadi semacam perintah tidak langsung kepada para kandidat karena memang mesin kalkulasi super itu merupakan inti negeri kita ...."
"Apa bos tahu bendanya?"
"Gak .... Kalau tahu, sudah aku curi .... Yah, menurut para petinggi sih benda itu memiliki unsur Black murni. Selain itu, dikatakan kalau bangkit pasti semua orang akan tahu objek itu ..., dan juga terdapat unsur 101 di dalamnya."
"Bangkit? Bukannya MacGuffin hanya sebuah Item untuk dalih bergeraknya sesuatu tokoh dalam cerita? Dan juga, nomor 101? Bukannya itu bilangan spesial dari hasil kalkulasi USGM?"
"Itu hanya perumpamaan bodoh! Ada banyak nama lain untuk objek itu! Tapi yang paling sering digunakan dalam dokumen adalah MacGuffin! Dan untuk nomor 101, aku juga gak tahu kenapa itu ada kaitannya! Kau tahu sendiri kalau nomor itu sangat sakral, bukan!?"
"E-Eh .... Kenapa?"
"Love of God ..., apa kau tidak pernah membacanya di daftar hasil kalkulasi utama?"
"Kasih Tuhan .... Jangan-jangan informasi kalau USGM ingin menjadi Yang Agung Sesungguhnya itu benar?
"Entahlah .... Para petinggi pernah bilang kalau benda itu bisa menjadi dalih bergeraknya dunia, atau semacamnya. Yah, intinya kalau Tuan kita bisa dapat benda itu, dipastikan beliau menjadi raja selanjutnya di negeri kita ...."
Bawahannya yang sering bertanya itu menerima kertas perkamen dari rekannya di belakang. Ia membaca isinya, lalu kembali menepuk bahu ketua kelompok mereka.
"Bos, ada kabar tambahan .... Ini kabar besar!"
"Apa itu?"
"Perang sipil di kekaisaran meletus, sepertinya kubu-kubu benar-benar telah terbentuk dan beberapa dari kandidat negeri kita ada yang ikut campur dalam perang itu ..., dan juga di Ungea ..., sepertinya di sana benar-benar mengalami krisis pangan dan ekonomi, sedangkan di Felixia juga sepertinya sedang ada masalah juga, Bos."
"Apa?"
"Krisis Garis murni Keluarga Kerajaan .... Ratu Kerajaan Felixia dikabarkan telah meninggal."
"Eh ....?"