Saat hujan meteor berakhir, perasaan kedua anak muda itu telah dipenuhi sukacita yang tak dapat dijelaskan oleh kata-kata. Entah kenapa, Emma merasa benar-benar bahagia, ia bahkan tidak terlalu dibuat sedih oleh kehilangan orang tuanya. Untuk sesaat.. ia bahkan dapat melupakan rasa kehilangannya.
Dari sikap Haoran, gadis itu juga dapat merasakan hal serupa. Mungkin Haoran juga merasa terhibur oleh kehadiran Emma sehingga ia tidak terlalu berduka lagi akibat dipisahkan dari ibunya. Dengan cara yang sama, keduanya saling mengisi dan menguatkan.
Pukul 3 pagi keduanya pun membereskan peralatan minum teh dan camilan mereka ke dapur lalu bersiap untuk tidur. Saat keduanya saling berdiri di depan pintu kamar masing-masing, hendak membuka pintu dan masuk, Emma dan Haoran saling pandang dan tersenyum malu-malu.
Ahh.. rupanya begini rasanya jatuh cinta.
Malam itu keduanya tidur nyenyak ditemani oleh mimpi indah.
***
Saat mereka sarapan pagi, teman-teman mereka sama sekali tidak mengomentari apa yang dilakukan Haoran dan Emma setelah mereka tidur akibat kebanyakan minum. Mereka tahu diri, dan tidak mau mengganggu hubungan yang baru saja terjalin itu. Semua bersikap seolah tidak ada apa-apa.
Emma bersyukur teman-temannya tidak ribut dan turut campur. Mungkin memang laki-laki tidak terlalu sibuk mengurusi hubungan percintaan teman-temannya, pikir Emma.
Ia ingat saat menghabiskan waktu dengan Mary dan Nadya, mereka selalu membicarakan cowok yang mereka sukai. Mary akan membahas tentang Haoran sementara Nadya membahas tentang kakak kelas mereka, Allan Wu yang sekarang sudah lulus.
Ah.. ini mengingatkan Emma. Nanti, begitu tahun ajaran baru kembali dimulai, ia harus menyiapkan diri untuk menghadapi permusuhan dari Mary karena Haoran. Emma tidak akan secara terbuka mengatakan kepada Mary bahwa Haoran sudah menjadi kekasihnya, tetapi ia juga tidak akan membiarkan Mary dan Nadya menjelek-jelekkan Haoran lagi.
Ia hanya bisa berharap ia tidak perlu menghadapi konflik yang tidak penting seperti itu di tahun terakhirnya di SMA. Ia masih harus memfokuskan perhatiannya pada misinya untuk mencari orang tuanya.
Setelah sarapan, para remaja itu menghabiskan waktu dengan bermain game, bola basket, dan sebelum makan siang mereka berenang bersama-sama. Emma memilih membaca buku sambil berjemur di tepi kolam renang. Ia sangat menyukai sentuhan sinar matahari pada kulitnya.
Mereka berenam bersenang-senang seharian sambil bermain, mengobrol dan kembali menikmati beberapa gelas wine, sebelum akhirnya pamit pulang ke rumah masing-masing. Seperti biasa Alex mengajak Emma untuk menumpang mobilnya karena tempat tinggal mereka searah.
"Terima kasih atas tumpangannya," kata Emma sambil melambai kepada Alex yang menurunkan kaca jendela mobilnya. Pemuda itu mengangguk sambil tersenyum lebar, lalu memberi tanda kepada supirnya untuk melanjutkan perjalanan.
Sambil bersenandung, Emma berjalan menuju gedung apartemen Oma Lin. Di sepanjang jalan, ia biasanya senang menyirami tanaman yang dilewatinya dengan air dari botol minuman yang selalu dibawanya di tas.
Ia ingat ayahnya memiliki kebiasaan serupa. Kaoshin senang memperhatikan tanaman-tanaman yang mereka lewati dengan menyirami mereka dengan air. Arreya sering berbuat jahil dan diam-diam menyiram tanaman dengan air dari dalam tangannya, karena ia mampu menciptakan air. Kaoshin biasanya hanya menggeleng-geleng dan sigap memperhatikan ke sekeliling mereka, untuk memastikan tidak ada yang melihat perbuatan Arreya.
Ahh.. walaupun Emma juga mampu menciptakan air, ia tidak akan mengambil risiko yang tidak perlu seperti ibunya. Gadis itu masih setia membawa air dalam botol minumnya.
***
Sejak meresmikan hubungan mereka sebagai kekasih, Haoran menjadi lebih sering menelepon Emma. Ia bahkan tidak lagi mencari alasan untuk mengundang Emma datang ke rumahnya seperti kegiatan belajar bersama. Mereka masih belajar bersama setiap hari Rabu dan Jumat, tetapi kini setiap sabtu, ia akan mengundang Emma untuk menonton film atau bermain game di rumahnya.
Kadang-kadang mereka akan melakukan kegiatan Moon Bounce hanya berdua. Haoran telah mengurus lisensi mereka dengan mengikuti ujiannya dan pada akhir bulan Juli mereka sudah memiliki call sign sendiri: 9V1HE.
Mereka merayakannya dengan membuka sebotol wine, dan Haoran memberi Emma kesempatan untuk mencoba minum wine hanya berdua saja. Setelah gelas wine ketiga, mereka menyadari dua hal: Emma sangat menyukai wine dan ternyata tingkat toleransi alkohol gadis itu sangat tinggi.
"Kurasa .. kita tidak akan pernah mabuk bersama dan saling memanfaatkan," Haoran pura-pura mengeluh.
"Iissshh ..." Emma memutar matanya mendengar kata-kata pemuda itu. Haoran hanya tertawa melihat reaksi Emma.
"Aku tahu ... Kita kan tidak perlu mabuk untuk saling memanfaatkan ... hahaha," katanya sambil menyeringai jahil.
Sebenarnya, Haoran merasa sangat lega bahwa Emma tidak akan pernah mabuk dan kehilangan kendali dirinya di depan orang lain kalau lain kali gadis itu ikut acara minum-minum bersama dengan teman-teman mereka. Sebelumnya Haoran cukup dibuat kuatir oleh hal ini.
"Ngomong-ngomong, dua huruf terakhir dari call sign kita merujuk pada Haoran dan Emma, lho," kata Haoran dengan nada tidak serius. "Aku mengajukan permintaan khusus, dan mereka mengabulkannya."
Emma tidak tahu apakah Haoran mengatakan yang sebenarnya atau apakah dia hanya bercanda, tetapi dia benar-benar menyukai tanda panggilan mereka. 9V1HE.
***
Emma sangat senang menghabiskan waktu bersama Haoran. Mereka akan membahas rencana-rencana masa depan mereka dan menentukan langkah apa yang harus mereka lakukan untuk mencapai semuanya.
Haoran sudah memutuskan untuk datang ke rumah ayahnya pada hari ulang tahunnya nanti. Ia ingin meminta kesempatan magang di kantor ayahnya dan menunjukkan ketertarikan pada bisnis keluarga. Ia sudah siap untuk berpura-pura demi melaksanakan rencananya.
"Ahh.. ulang tahunmu tanggal 1 Agustus, kan?" tanya Emma sambil mengangkat wajahnya dari komputernya. Ia sedang asyik mencoba beberapa program database yang dipelajarinya di tempat kursus, sementara Haoran berkomunikasi dengan para anggota forum Moon Bounce di internet.
Pemuda itu mengangguk. "Benar. Kenapa? Kau sudah menyiapkan hadiah istimewa untukku?"
Ia menatap Emma dengan sepasang mata yang tampak mesum, sehingga Emma mengerucutkan bibirnya dan melemparkan bantal ke arah pemuda itu dengan sapuan tangannya.
"Apa katamu?" tanya gadis itu dengan nada pura-pura mengancam.
Haoran menangkap bantal itu dengan lihai dan tertawa. "Aku hanya bercanda. Benar, ulang tahunku tanggal 1 Agustus, minggu depan. Aku akan datang ke rumah ayahku untuk makan siang bersama, tetapi sesudah itu, aku ingin mengajakmu ke suatu tempat."
"Kemana?" tanya Emma.
"Rahasia," jawab Haoran santai. "Kau pasti akan suka."