Zesa menyiapkan sarapan untuk para tuan muda. Pekerjaannya di pagi hari terasa ringan karena ia hanya perlu menyiapkan sereal dan susu rendah lemak untuk sarapan mereka. Sementara untuk baju, mereka mengirimkan baju-baju mereka ke binatu.
"Selamat pagi, Zesa. Hoam …." Zoe masih mengantuk karena semalaman melihat pertandingan bola. Ia selalu minum segelas air putih hangat sesaat setelah bangun tidur.
"Selamat pagi, Tuan muda Zoe. Apa Anda membutuhkan sesuatu?" tanya Zesa setelah selesai menata susu di meja makan.
"Ambilkan segelas air putih hangat, dong," pinta Zoe sambil mengucek matanya.
Dalam keadaan bangun tidur pun Zoe tidak terlihat jelek sama sekali. Ia tetap terlihat tampan dengan piyama tidur dan rambutnya yang berdiri. Pantas jika Sumirah memanggil mereka lima pangeran.
'Adiknya sangat tampan dan menggemaskan saat bangun tidur. Bagaimana dengan tuan muda Zayden, ya?' Tiba-tiba Zesa memikirkan hal itu dan tersenyum sendiri.
'Wajahnya yang selalu terlihat datar dan dingin, tidak tahu seperti apa saat bangun tidur.'
"Haha …." Tanpa sadar, Zesa tertawa.
"Kamu menertawakanku, ya?" tanya Zoe dengan wajah yang sangat menggemaskan seperti seekor anak kucing.
'Ya ampun, imut sekali. Rasanya ingin mencubit laki-laki tampan ini.'
"Tidak, Tuan. Saya tidak menertawakan Anda," jawab Zesa dengan cepat. Ia memberikan segelas air putih hangat yang diminta Zoe.
"Terima kasih. Lalu, apa yang kamu tertawakan?" tanya Zoe sambil menerima gelas dari tangan Zesa. Ia tampak santai meminum air putih hangat yang terasa pas seperti buatannya sendiri. "Hangatnya pas. Kamu pintar mengira-ngira kehangatan air ini. Oh, ya. Kamu cepat jawab atau aku akan melaporkanmu pada kakak pertama."
"Itu … saya tidak bisa menjawabnya, Tuan. Maafkan saya," ucap Zesa. Sama saja cari mati jika dia menjawab pertanyaan Zoe. Karena orang yang membuatnya tertawa adalah si kakak pertama yang tegas dan datar.
"Kak!" seru Zoe.
"Sstt! Jangan lakukan itu, Tuan muda. Saya mohon," ucap Zesa sambil membekap mulut Zoe.
Wajah Zoe blushing saat tangan lembut Zesa menempel di bibirnya. Jantung Zoe berdetak kencang seiring deru napas yang semakin cepat. Di saat seperti itu, Kay turun dari tangga, dan melihat Zesa membekap mulut adiknya.
"Lancang sekali kau! Apa yang kau lakukan pada adikku?" tanya Kay sambil berjalan cepat. Ia menarik tangan Zesa dengan kuat. Sorot matanya merah seperti serigala malam yang menemukan hewan buruan.
"Ah! Sakit, Tuan! Maafkan saya," ucap Zesa sambil meringis menahan rasa sakit di pergelangan tangannya. Sepertinya tangan Zesa terkilir, karena gadis itu benar-benar kesakitan.
"Kak Kay, lepaskan dia! Kasihan Zesa," kata Ian. Ia berlari dari ruang tamu saat mendengar teriakan kakak ketiganya. Laki-laki itu baru saja tiba di rumah setelah lari pagi mengitari mansion.
"Kasihan? Kamu kasihan pada gadis kurang ajar ini, tapi tidak kasihan pada adikmu? Dia membekap mulut Zoe. Bagaimana kalau dia ini mata-mata yang masuk ke mansion ini karena ingin membunuh kita semua?" tanya Kay panjang lebar. Ia tidak tahu kejadian yang sebenarnya, hingga ia menganggap Zesa berusaha membungkam mulut Zoe karena ingin membunuhnya.
"Bukan seperti itu, Kak. Zoe dan Zesa sedang bercanda. Dia tidak~"
"Kamu masih membelanya? Siapa yang tahu kalau nanti kamu tiba-tiba tergeletak di lantai karena dia," hardik Kay yang semakin emosi.
"Kau terlalu berlebihan, Kay. Gadis semanis dan seimut Zesa ini, mana mungkin tega membunuh adik kita. Benar, kan, Sayang?" tanya Aron sambil mengedipkan matanya kepada Zesa.
"Kalian ini kenapa sih? Kenapa semua membela gadis ini dan tidak ada yang mendengarkan kata-kataku?" Kay pergi dengan kesal. Ia kembali ke kamar dan melepaskan tangan Zesa dengan kasar.
"Aw …." Zesa mengusap pergelangan tangan yang terkilir, tapi rasa sakitnya semakin bertambah.
"Ck! Si Kay itu tega sekali membuatmu kesakitan begini. Akan lebih seru kalau kesakitan di bawah tubuhku," kelakar Aron sambil mencolek dagu gadis itu.
'Baru hari kedua saja sudah seperti ini. Ya Tuhan, apa aku sanggup bertahan satu tahun di sini. Apalagi tuan muda Aron yang genit selalu mencari kesempatan untuk menyentuhku.'
"Sini, aku obati lukamu," ucap Ian.
Dari mereka berlima, mungkin hanya Zoe dan Ian yang terlihat lebih baik. Mereka tidak memiliki temperamen aneh seperti ketiga kakaknya. Zesa tidak menyadari keberadaan Zayden yang sejak tadi melihat keributan di dapur. Zayden berdiri di ujung tangga atas dengan kedua tangan dimasukkan ke dalam saku celana.
"Maafkan kak Kay, ya. Dia memang paling khawatir jika ada yang membahayakan di matanya. Dia sangat menyayangi kami, hingga dia selalu menganggap hal sepele pun sebagai sesuatu yang membahayakan." Ia bicara sambil mengoleskan salep penghilang memar. Setelah mengoleskan salep, Ian meniup tangan Zesa yang terluka.
Deg!
Degup jantung Zesa berubah cepat. Ian terlalu baik memperlakukannya, membuat ia merasa tersentuh. Belum hilang debar-debar aneh di dadanya, Zoe menghampiri, dan merapikan rambut Zesa yang menutupi wajahnya.
Zesa menengadah dan menatap Zoe yang tersenyum lebar padanya. "Kamu tampak tidak nyaman karena rambutmu menutupi wajah." Zoe bicara dengan nada yang sama lembutnya dengan Ian.
"Ekhem!" Zayden turun dan membubarkan mereka. " Baru dua hari, tapi sudah membuat rumah ini sangat ramai. Gadis yang sangat hebat," cibir Zayden.
"Maafkan saya, Tuan muda. Saya tidak bermaksud jahat pada tuan muda Zoe. Saya memang salah karena berani kurang ajar pada tuan muda Zoe. Saya tidak akan mengulanginya lain kali," ucap Zesa dengan wajah tertunduk.
Zayden menopang dagunya, menatap gadis yang gemetar ketakutan saat berada di hadapannya. 'Gadis ini selalu gemetar saat berada di depanku. Apa aku lebih menakutkan dibanding Kay?' Hati Zayden berpikir dan merasa terpengaruh oleh sikap Zesa yang berbeda padanya.
Tidak seperti pada Zoe, Ian, dan Aron. Zesa ketakutan saat Zayden bicara. Padahal ia tidak membentak gadis itu seperti Kay membentaknya tadi.
"Sudahlah. Kembali ke pekerjaanmu," ucap Zayden sambil mengembuskan napas berat.
"Saya permisi, Tuan," pamit Zesa sambil melangkah mundur dan menabrak Aron. Tepatnya, laki-laki itu sengaja berdiri di belakang Zesa.
Bug!
"Hati-hati," bisik Aron di telinga gadis itu.
Zesa segera berbalik dan pergi tanpa menanggapi Aron. Masih pagi dan Zesa masih belum tahu bahwa hari ini akan terasa lebih panjang dari hari kemarin, karena hari ini para tuan muda itu tidak ada kegiatan di luar. Zesa harus bersiap-siap menghadapi perang yang akan terjadi antara para tuan muda saat mereka di kolam renang.
Ia ingat kata-kata Sumirah. (Mereka akan mengadu bentuk tubuh mereka saat berkumpul). Tidak sengaja melihat dada Zayden saja sudah membuat jantung Zesa serasa lepas dari dadanya. Bayangkan saja saat dia melihat lima dada sixpack para tuan muda yang sedang memakai celana renang.
*BERSAMBUNG*