Download App
1.25% Princess Pamela / Chapter 3: Pahlawan Kesiangan

Chapter 3: Pahlawan Kesiangan

'Astaga, aku ini kenapa? Ah ... bodohnya!' batin Pamela. Dia mengetuk keningnya dengan punggung tangan.

Saking terpesonanya dengan ketampanan Brandon sampai membuatnya tak sadar memandang Brandon sambil tersenyum.

Dan yang lebih parahnya lagi, Alvin beserta Brandon menyadarinya.

Tak lama pria itu mendekati Pamela dengan raut kesal. Sementara Alvin mengikutinya sambil tersenyum cengengesan.

"Hei, kenapa kamu melihatku seperti itu?" tanya Brandon sambil menggebrak meja.

Pamela tersentak, tubuhnya gemetaran.

Lalu gadis itu menggelengkan kepalanya. Dia hanya melihat sesaat wajah Brandon, kemudian menunduk lagi. Tanganya bergetar sengaja ia tutupi dengan mencengkram rok seragamnya agak kencang.

"Kamu itu sudah gila, ya? Atau sudah bosan hidup? Sampai berani menaruh hati kepadaku?" tanya Brandon.

Tak sepatah katapun yang keluar dari bibir Pamela. Dan baru kali ini ia melihat pria yang sangat ia kagumi memarahinya.

Selama ini Brandon adalah pria yang sangat cuek, dia tidak peduli dengan keadaan sekitar.

Jika teman sekelasnya sering meledek Pamela, Brandon satu-satunya orang yang tak ikut-ikutan.

Bukan berarti dia pria yang baik, hanya saja ... dia memang tidak mau mengurus sesuatu yang menurutnya tidak penting.

Dia akan lebih senang membahas soal basket, game, atau cara membesarkan otot-ototnya.

Gosip-gosip di sekolah, serta siapa anak terpopuler di kelasnya, tidak menjadi hal yang menarik bagi Brandon.

Karena dia sendiri yakin bahwa dia satu-satunya anak terpopuler, dan yang paling di kagumi banyak gadis.

Ini kali pertamanya bagi Brandon, marah kepada seorang gadis yang selama ini tak pernah ada dalam benaknya.

Bahkan keberadaan Pamela di dalam kelas saja tak pernah ia anggap.

Namun karena ucapan Alvin membuat Brandon merasa harus memberi pelajaran pada gadis itu.

Dia itu pria tampan, dan banyak dipuja oleh para gadis cantik, sehingga jika benar Pamela turut menyukainya, maka hal itu bisa menurunkan reputasinya.

Dia sangat perfeksionis, bahkan untuk para gadis yang menyukainya. Mereka boleh memuja ketampanannya, tetapi dengan catatan mereka yang memujanya harus cantik dan popular.

Dan bagi mereka yang jelek, harus melupakan perasaannya terhadap Brandon secepat mungkin.

Bagi Brandon selain menurunkan reputasinya sebagai pria tampan, dicintai oleh gadis jelek sudah seperti kutukan. Dan dia percaya jika hal itu bisa menjadikan hidupnya dalam kesialan.

Setidaknya itulah prinsip hidup seorang Brandon Smith, agak sedikit aneh memang.

"Ayo, jawab! Kenapa diam saja? Kamu gagu, ya?" tanya pria itu kepada Pamela.

"A-aku, ta-di, ti-dak ... melihatmu, tuh ...!" jawab Pamela gugub.

Kemudian Alvin pun turut menimbrung pembicaraan mereka.

"Kamu Jangan berbohong, Jelek! Kalau berbohong hidungmu bisa panjang seperti Pinokio, lo ...," ledek Alvin. Lalu dia mendekatkan wajahnya tepat di bawah wajah Pamela yang sedang menunduk.

"Kamu mau sudah jelek hidungnya panjang? Tambah jelek dong?" Setelah berbicara dengan nada berisik dan meledek, Alvin tertawa dengan lantang.

"Haha! Haha!" Tertawaan Alvin terasa aneh dan mengganggu pendengaran Brandon.

"Diam!" Brandon membentak temannya itu.

Seketika Alvin termangu. Dan tak lama guru mata pelajaran hari ini mulai memasuki kelas, sehingga membuat keadaan kembali tenang.

Pamela juga merasa lega, karena Brandon dan Alvin tidak jadi mengganggunya.

Setelah jam istrahat, ia dipanggil ke ruang Kepala Sekolah.

Dan di sana juga sudah ada Agnes beserta kedua temannya.

Kapala sekolah menyidang mereka berempat, dan sesuai janji ... Pamela memberikan keterangan yang sesuai arahan dari Agnes.

Dia tak memiliki pilihan lain, lagi pula tak ada juga yang membelanya hari ini.

Bu Fiona sedang tidak masuk sekolah karena ibunya sedang kritis di rumah sakit.

***

Setelah jam masuk sekolah kedua, Agnes menepati janjinya, dia tidak mengganggu Pamela selama berada di kelas.

Namun ketika Pamela sudah keluar dari dalam kelas, dan ia sedang berjalan menunju arah jalan pulang, Agnes beserta kedua temannya menghampirinya.

"HEI!" teriak Agnes.

Dan seketika Pamela menoleh.

Perasaannya mendadak tidak emak.

"Iya, ada apa?" tukas Pamela dengan suara bergetar.

Agnes tersenyum sinis lalu menyentuh pundak Pamela dengan ujung jari telunjuknya.

"Ini peringatan terlahir, ya? Awas kalau sampai kamu berani macam-macam, aku akan menggantungmu hidup-hidup!" ancam Agnes.

"Tapi aku sudah menurutimu? Kamu juga sudah berjanji untuk tidak menghajarku lagi, 'kan?" tanya Pamela.

Namun Agnes dan teman-temannya malah menertawakan ucapan Pamela.

"Hahah! Dasar, Gadis Bodoh!"

"Ke-kenapa, kalian malah tertawa?"

"Haha! Ya karena kamu itu benar-benar bodoh!" ujar Emily.

"Iya! Kami memang bilang tidak akan menghajarmu lagi, tapi kami tetap masih ingin meminta uang jajan hari ini!" ujar Julia.

"Tolonglah ... aku sudah tidak punya uangnya lagi!" tukas Pamela

Tetapi ketiga gadis itu tak mempercayai ucapan Pamela, dan mereka menggeledah tas beserta kantung pakaian milik Pamela.

Namun tiba-tiba terdengar seruan seorang gadis yang menghentikan tindakan mereka.

"Berhenti!" teraknya. Lalu gadis itu langsung menarik tangan Pamela dengan kasar, sehingga menjauh dari Agnes beserta kedua teman-temannya.

'Ximena?' batin Pamela.

"Hei! Kamu ini siapa? Sudah bosan hidup, ya?" ujar Agnes.

"Ah, sok jadi pahlawan!" cerca Julia seraya menarik ujung bibirnya dengan sinis.

"Kamu pikir kamu itu siapa?" Emily juga melihat gadis itu dengan raut mencerca.

"Lihat, dandannya? Dia pikir ini panggung teater, ya?" ujar Agnes.

Kemudian dengan kompaknya mereka menertawakan penampilan Ximana, yang masih lengkap dengan gaun istana kerajaan.

"DIAM!" bentak Ximena dengan lantang. Kemudian gadis itu mendekati Agnes beserta teman-temannya.

"Kalian ini, Anak-anak Nakal! Aku harus mmemberi hukuman kepada kalian!" ancam Ximena.

Namun ancaman itu malah semakin memperkencang tertawaan mereka.

"Haha! Lihat, gayanya sudah mirip Penyihir yang akan mengutuk kita!" ujar Emily.

"Aku yakin dia itu Gadis Gila yang baru saja kabur dari Rumah Sakit Jiwa!" imbuh Julia.

"Sayangnya aku tidak punya nomor pihak Rumah Sakit Jiwa, itu!" kata Agnes.

Mendengar celotehan ketiga gadis itu membuat Ximena menghela napas barat menahan geram.

Lalu gadis itu menggerakkan ujung jarinya berputar-putar membentuk lingkaran.

"Eh, lihat ... dia lagi ngapain sih?" tanya Emily.

"Namanya juga Orang Gila! Ya pasti sedang berhalusinasilah! Hahaha!" jawab Julia sambil tertawa lantang.

Ximena menggelengkan kepalanya.

Dia sudah tidak sabar lagi untuk memberi hukuman kepada ketiga Gadis Nakal ini.

Jari telunjuknya yang ia putar-putar itu berhenti tepat kearah Julia lalu muncul cahaya terang, dan mendadak tubuh Julia terangkat lalu melayang keudara.

Semua pandangan heran bercampur takjub mengarah kepadanya, sementara gadis itu meronta ketakutan, sambil menangis histeris.

"Tolong! Tolong! Agnes! Emily! Tolong aku!" teriaknya.

Ximena masih fokus dengan jari telunjuknya yang mengarah pada tubuh Julia. Bibirnya tersenyum samar.

Sedangkan Emily dan Agnes saling berpelukan.

"Bagaimana dia bisa melakukan hal itu? Aku tidak sedang bermimpi, kan?" tanya Emily pada Agnes, "cubit aku, Agnes!" suruh Emily.

Agnes mengabulkan permintaan temannya itu.

"AKH, SAKIT, BODOH!" teriak Emily.

"Kau sendiri yang menyuruhku mencubitmu!" ujar Agnes.

Bersambung ....


next chapter
Load failed, please RETRY

Gifts

Gift -- Gift received

    Weekly Power Status

    Rank -- Power Ranking
    Stone -- Power stone

    Batch unlock chapters

    Table of Contents

    Display Options

    Background

    Font

    Size

    Chapter comments

    Write a review Reading Status: C3
    Fail to post. Please try again
    • Writing Quality
    • Stability of Updates
    • Story Development
    • Character Design
    • World Background

    The total score 0.0

    Review posted successfully! Read more reviews
    Vote with Power Stone
    Rank NO.-- Power Ranking
    Stone -- Power Stone
    Report inappropriate content
    error Tip

    Report abuse

    Paragraph comments

    Login