Gelap dan dingin, itulah yang di rasakan Felica saat ini. Tubuhnya menegang kala tangan dingin Elliot menyentuh kulit mulusnya. Elliot langsung saja melumat bibir Felica agar gadis itu tidak memancing kemarahan Diego yang sedang mengamati mereka berdua.
"Ehm ...," Felica terlihat bergerak gelisah, ia tidak dapat melihat apa pun.
Sentuhan-sentuhan tangan Elliot begitu terasa berbeda dengan para orang-orang terdekatnya. Elliot membuka kemeja yang dikenakan Felica, ia baru sadar jika gadis itu tidak memakai bra. Tangannya kanannya mulai meraba dua buah gundukan dada gadis itu. Entah mengapa begitu terasa pas di tangannya, Elliot melepaskan lumatan bibirnya. Ia dapat melihat Felica yang terengah-engah dan seperti sedang mencerna apa yang sedang terjadi.
"E-elliot," panggil Felica yang kini rasa takut mulai menguasai dirinya.
"Ssshhh, kau akan merasakan nikmat setelah ini," jawab Elliot dengan bisikan dan kecupan kecil di wajah Felica.
Tangan kanan Elliot mulai turun menuju titik sensitif gadis itu, ingin sekali Felica menekuk kedua kakinya akan tetapi, kakinya terikat dan ia tidak dapat melihatnya. Elliot memasukkan satu jarinya ke dalam kewanitaan milik Felica. Lenguhan seksi terdengar keluar dari bibir gadis itu, tanpa sadar Elliot mulai terbawa suasana, iris pria itu mulai menggelap.
"Elliot," pangil Deigo, pria itu menoleh dengan malas.
"Pakai ini," Diego melempar sesuatu ke arah Elliot, pria itu menatap horor dengan apa yang ia genggam saat ini.
"Aku ingin melihat banyak darah dari gadis itu," kekeh Diego sambil memilih duduk di sofa.
Elliot hanya diam dan menatap Felica dengan perasaan bersalah, sebuah pisu lipat terlihat begitu tajam. Elliot dengan perlahan mulai menyayat tubuh Felica dengan goresan kecil.
"Akh!" ringin Felica saat merasakan sebuah sayatan kecil di pinggang gadis itu.
Elliot mulai kembali memasuki jari tangannya ke dalam kewanitaan Felica, ia ingin rasa sakit di pinggang gadis itu teralihkan dengan kenikmatan yang ia coba berikan. Sekali sentakan ikatan di kaki dan kedua tangannya terlepas. Gadis itu melompat ke sisi ranjang sambil menahan sakit di pinggangnya.
"Apa yang kau lakukan!" bentakan Felica membuat Diego tersenyum miring.
DOR
Timah panas menyerempet paha kiri Felica, gadis itu jatuh terduduk sambil mencoba membuka ikatan di tangannya yang masih belum sepenuhnya terlepas. Ia bahkan tidak dapat melihat karena kain yang lumayan di ikat kencang oleh Elliot.
"Kau itu mulai menyebalkan, Felica." Elliot menarik keras tangan gadis itu.
"Lepaskan!" Elliot langsung saja membungkam bibir Felica dengan potongan kain lainnya.
Pergerakan tubuh Felica mulai membuat Elliot kesusahan, pria itu langsung saja menancapkan pisau tepat di lengan Felica. Jeritan tertahan mulai terdengar, tanpa banyak kata Elliot kembali melancarkan serangannya. Pria itu melepas celana miliknya dan langsung saja memasukkannya ke dalam kewanitaan Felica. Sesak dan sempit, itulah yang dirasakan Elliot.
Dan ia baru menyadari jika gadis itu ternyata masih perawan, Elliot memaki dalam hati. Ia tidak tahu jika seorang anak mafia yang tetap polos dan tidak terjamah seperti Felica. Ia dapat melihat air mata gadis itu mengalir, ia tahu pasti Felica merasakan kesakitan. Tetapi, ia tidak memiliki alasan untuk berhenti.
Elliot mulai menggerakkan tubuhnya, tidak ada desahan yang terdengar. Ia hanya mendengar isak tangis yang tertahan, karena sejak tadi Elliot mengoreskan banyak luka pada tubuh indah Felica. Merasa belum aman, Elliot mulai mempercepat gerakan pinggulnya hinga membuat tubuh gadis di bawahnya tersentak.
"Maaf," bisik Elliot sambil mengoreskan luka pada leher jenjang Felica.
Bau anyir mulai menyebar keseluruh ruangan, Diego terkekeh saat melihat tubuh Felica yang penuh luka dan terlihat seperti mayat. Pria itu berjalan keluar kamar, gadis itu sudah tamat dan tidak akan ada lagi penerus untuk mereka para Roulette.
Kepergian Diego membawa angin segar pada dirinya, Elliot kembali melanjutkan aktifitasnya yang sudah semakin bergairah. Tidak ada suara, tetapi Elliot mengetahui jika Felica menangis. Gadis itu telah hancur di tangannya, tetapi ia tidak peduli saat kabut gairah itu menutupi pandangannya.
Tubuh Felica yang penuh luka entah mengapa membuatnya semakin tidak bisa berpikir jernih. Elliot mempercepat gerakan pinggulnya, hingga pria tampan itu mencapai puncaknya. Ia langsung saja mengeluarkan kejantannan miliknya dan menyemprotkan benihnya di atas perut Felica.
Elliot mengatur napasnya, ia takut jika gadis itu mati, karena sedari tadi gadis itu hanya diam dan teriakan yang kecil yang ia dengar. Dengan cepat Elliot memakai kembali celana miliknya, melihat tubuh Felica yang penuh luka membuatnya merasa iba. Apa lagi tembakan yang telah merobek kulit pahanya.
Pria itu langsung saja melepaskan ikatan di mulut Felica, ia dapat melihat jika Felica tengah meracau sambil menangis.
"Felica, kau mendengarku?" tanya Elliot, ia tahu jika gadis itu terkena syok berat.
"Felica!" panggil Elliot agar gadis itu kembali sadar, sayangnya tidak ada pergerakan sama sekali dari Felica.
Elliot sengaja menutup mata gadis itu agar tidak menimbulkan trauma akan tetapi, ternyata sia-sia. Gadis itu seperti kehilangan kesadarannya, tetapi terus meracau kesakitan.
"Felica sadarlah, aku mohon jangan seperti ini." Elliot tidak dapat membayangkan jika gadis itu mati.
Tidak, Elliot tidak membayangkan gadis itu mati. Ia takut jika tidak dapat melihat pancaran ketenangan dari iris cokelat gadis itu. Darah terus mengalir dari semua luka, Elliot dengan cepat menutup luka tusukan di paha gadis itu. Ia bukan hanya memperkosa Felica, ia bahkan melukainya. Perasaan bersalah mulai timbul dan menghantui benaknya.
"Felica, sadarlah!" Elliot kembali menarik Felica kembali ke alam sadarnya.
"A-lu-card ...," gumam Felica sambil menahan isak tangisnya yang tertahan.
DOR
PRAAANNNKKK
"Ugh!" Elliot meringis saat sebuah tembahan mengenai bahunya.
Suara tembakan di luar semakin terdengar, Elliot mengintip dari celah tirai untuk melihat kondisi di luar. Ia melihat beberapa orang ia kenali datang, perasaannya memburuk kala seorang pria bersurai putih menatapnya dari jarak jauh.
PRAANKKK
"Shit!" umpat Elliot.
Sekali lagi seorang sniper sepertinya tengah mengincarnya, Elliot menutup tubuh Felica dengan selimut tebal. Ia tidak ingin gadis itu kembali terluka karena tembakan seorang sniper yang menggila di luar sana.
"Bagaimana mereka menemukan mansion ini dalam beberapa hari?" gumam Elliot.
"Felica, sepertinya kau sudah ingin di jemput. Akan tetapi, aku tetap tidak akan membunuhmu."
Elliot langsung berjalan ke luar kamar, pintu kamar terbuka dan ia sudah mendapat sambutan dari tiga ular albino yang ia tahu itu milik siapa.
"Sial, mengapa peliharaan lelaki itu ada di sini!"
Elliot mencoba menembak ketiga ular itu tetapi mereka masuk ke dalam kamar dan lolos begitu saja.
"Ck, mereka ingin cepat mati rupanya."
***