"Jangan pikir aku masih remaja labil."
Dhika menatap kedua mata istrinya, sekarang sorot matanya melembut dan penuh kerinduan, Cia bisa merasakan itu, "mungkin cuma kamu yang terlahir tidak pernah di posisi labil."
Dhika menikmati wajah Cia yang menahan amarah. Lebih baik begini, menghadapi amarah Cia yang meledak-ledak daripada pengabaiannya dengan tatapan yang datar.
"Menganggap rasa sakitku lelucon? Jangan pikir dengan cara seperti ini akan membuat pendirianku goyah."
"Aku merasakan sakitmu setiap detik sebagai hukuman. Aku akan meruntuhkan pendirianmu, beri aku kesempatan untuk mengejarmu kali ini."
"Tidak ada yang bisa di perbaiki lagi. Jangan memaksa."
"Ada! Cinta kita masih bisa di perbaiki."
Cia tersenyum remeh, "cinta? Masih bahas cinta? Cinta apa yang anda maksud tuan? Aku tidak lagi mencintaimu."
Terasa rengkuhan Dhika melonggar, dengan cepat Cia melepaskan diri, dia menarik napas dalam-dalam. Selama berada di pelukkan Dhika rasanya sangat sulit bernapas.