Download App
84.61% Penyesalan Seorang Istri / Chapter 11: Diantara 2 Jurang

Chapter 11: Diantara 2 Jurang

" Pink... mungkin ini adalah pertemuan kita yang terakhir, aku berharap kamu nanti tetap dirawat dan dipakai dengan baik ya... !" ucapku sambil mengelus-elus bangku gaming yang saat ini ku duduki.

Sesungguhnya aku merasa berat jika meninggalkan semua barang-barang yang ada dikamar ku ini, karena semua barang yang ada didalam kamar ini ku beli dengan hasil keringat ku sendiri, jadi memang jujur aku akui jika aku ingin sekali membawa semua barang-barang ini pergi bersama ku.

5 sendok sudah makanan masuk kedalam mulutku dan kini rasanya aku sudah tidak sanggup lagi menahan keluarnya air mata yang sempat aku tahan sedari tadi.

Meskipun aku sudah berusaha untuk tidak menangis dan menyombongkan diri ku bahwa aku tidak akan mengingat semua perhatian yang Julian dan Laurent berikan kepada ku.

Tetap saja aku tidak bisa membohongi hati ku bahwa aku akan sangat kehilangan mereka berdua dan aku tidak akan bisa memalingkan diriku ini dari mereka berdua.

Makanan ini terasa di mulut ku menjadi getir sekali, seperti hati ku yang mulai menjadi hancur dan tidak berdaya.

" Letta ! cepat keluarlah.... ! Ayah mau bicara dengan mu !"

Suara Ayah memanggil ku terdengar dari balik pintu kamar ku.

Aku pun langsung menyeka air mataku dan menekan-nekan mata ku berharap agar aku tidak terlihat sedang menangis di hadapan Ayah nanti.

" Huuuufttt..... !"

Ku hela nafasku kembali dalam-dalam sambil berpikir apakah aku harus menemui Ayah saat ini terlebih dahulu ataukah aku harus keluar dari jendela kamar ku saat ini juga, jujur saja saat ini pikiranku menjadi kacau dan mata ku pun terasa menjadi buta karena aku tidak tahu apa yang harus aku lakukan kini terlebih dahulu.

Aku tahu jika aku bertemu dengan Ayah terlebih dahulu maka aku harus menyiapkan hati ku ini dengan sungguh-sungguh karena pasti hatiku akan menjadi sakit dan tubuhku pun akan menjadi lemas karena aku tidak bisa melakukan apapun dihadapan Ayah dan Ibu dan lidah ini pun terasa menjadi kaku karena tidak mampu untuk berkata-kata lagi di hadapan Ayah dan Ibu, karena aku tahu bagaimana pun juga Ayah dan Ibu selalu merasa merekalah yang paling benar dan apa yang mereka katakan itu semua adalah benar adanya.

" Letta ! cepat keluarlah... !"

Suara Ayah terdengar kini menjadi lebih kencang memanggil ku.

Aku pun segera beranjak dari kursi gaming ku,

karena Ayah sudah tidak sabar untuk bertemu dengan ku.

Aku berjalan perlahan menghampiri cermin yang berada di sebelah lemariku terlebih dahulu, aku mencoba bercermin untuk melihat diriku dengan seksama, karena aku ingin melihat diriku sekali lagi dan bertanya kepada diriku apakah aku sanggup untuk bertemu dengan Ayah atau aku harus kabur dari rumah saat ini juga.

" Hmmmmm.... Letta, apapun yang terjadi temui lah Ayah dan Ibu, setelah itu baru kamu ambil keputusan yang terbaik untuk diri mu".

Dihadapan diriku sendiri aku menyemangati diriku agar aku menjadi berani dan mampu untuk menghadapi Ayah dan Ibuku.

Ku tutup pintu kamar ku sambil menarik nafas ku yang panjang kembali, hati ini menjadi berdegup dengan sangat kencang dan aku merasakan tanganku menjadi gemetaran ketika aku memegang gagang pintu kamar ku.

" Letta... kamu harus kuat !"

Aku menyemangati diriku kembali agar aku tidak terlihat ketakutan di hadapan Ayah dan Ibu dan juga agar aku tidak penasaran dengan apa yang sesungguhnya terjadi saat Ayah menemui Hansen di Mall tadi.

Mataku langsung tertuju kepada Ayah yang sudah duduk di sofa ruang tamu dan memang terlihat dari raut wajah Ayah jika Ayah sudah tidak sabar menungguku. Lalu Ibu yang duduk di sebelah kanan Ayah terlihat sibuk dengan majalah yang ada di tangannya namun sesungguhnya Ibu pun juga sedang menunggu diriku.

Kejadian seperti ini seperti De Ja Vu bagiku karena terulang dan selalu terulang lagi, sering aku berpikir dan bertanya-tanya, sesungguhnya apakah hidup ku ini sebelumnya memang sangat sial sekali, sehingga aku lahir ke dunia ini harus menebus semua dosa dosa yang tidak pernah aku lakukan ?! untuk membela diriku saja aku ini selalu terasa seperti patung yang tidak bisa melakukan apapun.

Itu semua karena aku berhadapan dengan lawan yang sama sekali tidak bisa aku lawan.

Jika aku punya musuh di luar sana mungkin aku masih bisa memukulinya atau membalas perkataannya namun yang ku hadapi ini adalah kedua orang tuaku yang membuat diriku ini tidak bisa berkutik dan tidak bisa berbuat apa-apa, terlebih lagi jika Ibu sudah berkata tentang karma maka yang terjadi adalah aku harus bersikap memohon untuk bisa diampuni dan dimaafkan atas semua kesalahan yang terkadang membuat hati ku menjerit karena kesalahan itu tidak pernah aku lakukan atau hanyalah hal yang sepele.

" Letta, kamu pasti sudah tahu jika Ayah hari ini sudah bertemu dengan kekasih kebanggaan hatimu itu !!" ucap Ayah sambil menatap wajahku tajam.

Jujur saja kaki ini pun langsung mundur satu langkah saat mendengarnya karena Ayah berkata kepada ku tanpa membiarkan diriku duduk di sofa terlebih dahulu.

" Letta, kamu harus jujur sama Ibu dan ayah, sudah berapa lama kamu berpacaran dengan Hansen itu ", ucap Ibu secara langsung, seperti tidak memberikan diriku waktu untuk bernapas ataupun membalas pertanyaan dari Ayah.

" Bu... apa yang harus Letta katakan, karena Letta dan Hansen itu tidak pacaran !" jawabku.

" Heeiii... !!! kamu sudah merasa hebat ya... !! sudah berani melawan Ibu dengan suara yang membentak seperti ITU !!!" ucap Ibu yang bernada semakin keras kepada ku, karena menganggap aku telah membentak Ibu padahal sesungguhnya aku tidak melakukannya namun semua itu keluar begitu saja karena aku ingin membela diriku.

" Hansen saja sudah berkata kepada Ayah kalau dia itu pacarmu ! kenapa kamu masih bertahan untuk terus berbohong Letta !!"

Mataku hanya bisa menatap Ayah dengan tatapan yang tidak ku percaya, ketika Ayah mengatakan tentang Hansen kepadaku.

Jujur saja rasanya aku ingin sekali Hansen berada di sini bersamaku karena aku ingin sekali menanyakan apakah yang di katakan oleh Ayah itu benar ataukah hanya jebakan yang Ayah berikan kepada ku agar aku menurut kepada Ayah.

Aku benar-benar seperti tubuh yang tidak bernyawa saat ini, karena aku tidak mengetahui apa yang akan aku lakukan atau katakan kepada Ayah, karena kini aku merasa berdiri diantara 2 jurang yang sama-sama sedang menunggu diriku terjatuh.

Jika aku melawan kata-kata Ayah karena semua itu tidak benar namun aku juga takut jika ternyata Hansen memang benar mengatakan hal itu kepada Ayah.

" Oooh Tuhan, tolonglah aku... !" jeritku dalam hati, karena aku benar-benar tidak sanggup melawan Ayah dan Ibuku.

----->

Teman teman pembaca ku tersayang, saya mohon kepada kalian semua yang menyukai isi cerita ini, tolong bantu saya dengan Vote nya dan juga reviews nya,

agar saya semakin semangat untuk menulis cerita lagi ....

Tidak lupa saya mengucapkan terimakasih

kepada kalian semua, Terima kasih untuk semuanya salam hormat dari Saya,

Chand.

NB :

Instagram : @Divanandadewi

Facebook : @Chandrawati2019


next chapter
Load failed, please RETRY

Weekly Power Status

Rank -- Power Ranking
Stone -- Power stone

Batch unlock chapters

Table of Contents

Display Options

Background

Font

Size

Chapter comments

Write a review Reading Status: C11
Fail to post. Please try again
  • Writing Quality
  • Stability of Updates
  • Story Development
  • Character Design
  • World Background

The total score 0.0

Review posted successfully! Read more reviews
Vote with Power Stone
Rank NO.-- Power Ranking
Stone -- Power Stone
Report inappropriate content
error Tip

Report abuse

Paragraph comments

Login