Maaf penulis kurang baik dalam menggunakan EYD!!!
Menatap langit yang semakin gelap dengan cemas. Sepasang suami-istri dari ras Elf tersesat di hutan. Sebelumnya mereka berdua sedang mencari beberapa tanaman dan buah-buahan di dekat hutan tempat mereka tinggal. Tapi tak disangka suami-istri itu bertemu dengan segerombolan serigala.
Alhasil karena kelupaan membawa senjata, suami-istri tersebut berlari menyelamatkan diri jauh di pendalaman hutan yang mengakibatkan mereka berdua tersesat.
Hutan yang tak pernah mereka Elf datangi, merupakan gugusan hutan lebat yang terbentang membentuk lingkaran dengan rerumputan hijau terhampar di lapang luas yang berada di tengah gugusan hutan itu. Diperindah pula dengan berbagai bunga-bunga cantik yang berpadu dengan rerumputan di sana. Nuansa yang menenangkan, kegelapan di hutan itu sirna dikarenakan cahaya hijau yang berterbangan bagaikan gelembung-gelembung sabun bertaburan seluas hutan.
Perhatian suami-istri tersebut teralihkan ketika mendengar suara tawa. Di pohon besar yang terlihat lebih besar di antara pohon lainnya, dedaunannya pun begitu lebat yang menggugurkan serpihan-serpihan cahaya hijau. Begitu terang dan indah tetapi, tatapan mata suami-istri tersebut hanya terpaku lekat pada sosok bayi perempuan yang terbaring di hamparan rerumputan tepat di bawah kaki pohon besar itu.
Bayi tanpa busana di bawah kaki pohon besar tersebut begitu bahagia, rerumputan yang dia tindih seakan merangkulnya dengan lembut, itu terlihat jelas dari wajah bahagia seorang bayi. Tangan mungilnya melambai-lambai ke udara hendak meraih seekor makhluk kecil terbang bersayap merah. Refleks si Elf pria dengan cepat berlari ke arah bayi untuk menjauhkannya dari makhluk bersayap merah itu.
Elf merah atau peri bersayap merah, mereka terlahir dari kegelapan. Penduduk dunia Synetsa mempercayai kedatangan Elf merah ke negara mereka akan mendatangkan kematian. Menurut mitosnya, kegelapan yang melahirkan Elf merah berasal dari dewa kematian yang telah dibunuh oleh dewa perang.
Kebencian dewa kematian terhadap dewa perang, telah melahirkan kegelapan yang menciptakan Elf merah. Makhluk kecil yang memiliki sayap indah namun, wujud dari makhluk kecil itu sangatlah mengerikan, seperti mata bulat sempurna besar berwarna merah yang terlihat menonjol keluar, tubuh kecil mereka hanya tengkorak yang dilapisi kulit berwarna hitam, dan ekor kecilnya memiliki duri-duri tajam.
Penduduk Synetsa juga menyebut Elf merah sebagai 'berita kematian' jika ada salah satu dari Elf merah hinggap ke tubuh manusia atau tanpa sengaja menyentuhnya. Namun bagi Elf, makhluk bersayap merah itu hanyalah serangga kecil yang sangat menyukai sisi kegelapan manusia. Tetapi ras Elf juga tidak membantah tentang anggapan penduduk Synetsa yang menyebut Elf merah sebagai berita kematian.
Hal itulah yang membuat sang suami berlari cepat ke tempat bayi tersebut berada.
Cahaya dan kegelapan tidak akan pernah bisa bersama. Bagi Elf yang terlahir dari cahaya bertemu dengan Elf merah adalah sebuah aib. Dan bagi Elf yang terlahir dari kegelapan mendekati cahaya adalah hal yang tabu. Sebab itulah para Elf merah segera pergi ketika sang pria Elf telah berhasil mendekap bayi tersebut dalam gendongannya.
Kenapa para Elf merah mau mendekati seorang bayi? Bukankah bayi terlahir dalam keadaan suci, sangat mustahil ada sisi kegelapan di dalam diri seorang bayi!
Sang istri mendekati suaminya yang hanya terdiri diam. Sosok bayi di gendongan suaminya begitu menggemaskan, ia selalu tersenyum lebar, dan tangan-tangan mungilnya selalu ingin meraih wajah sang suami. Akan tetapi ada yang mengusik hati kedua insan itu, bayi tersebut terlahir sebagai Elf. Fisik tubuhnya sama seperti para Elf lain namun, bayi itu memiliki mata berwarna merah pekat. Warna mata yang tidak akan pernah dimiliki oleh seorang bangsa Elf. Warna yang dianggap aib bagi mereka, karena warna merah melambangkan kegelapan.
"Elf yang terlahir dari kegelapan." gumam sang suami. Istrinya yang mendengar itu tersenyum kecil.
Kedua tangan sang istri menyentuh lembut bayi di gendongan suaminya, hendak berkeinginan untuk menggendong bayi itu juga tapi sang suami dengan cepat menahannya.
Bangsa Elf terlahir dari cahaya, karena itu mereka tidak diizinkan untuk menyentuh kegelapan. Bagi mereka yang menentang itu, berarti telah mengotori darah suci bangsa mereka. Sang suami menyadari itu, ia telah menyentuh kegelapan bahkan mendekap erat dalam gendongannya. Ketika ia menyadari istrinya yang hendak menggendong bayi itu juga, sang suami semakin erat memeluk bayi tersebut, agar istrinya tidak harus juga mengotori darah suci mereka Elf.
"Apa yang kau lakukan? Jangan menyentuhnya."
Mendapat penolakan, sang istri menatap lekat pada manik hijau suaminya. "Bukankah kau juga menyentuhnya, Ricardo."
Sang suami tertegun. Sudah lama sekali istrinya tidak memanggil dengan nama, tetapi itu bukan hal yang membahagiakan. Tatapan istrinya yang begitu lekat tersorot kemarahan, Ricardo mungkin akan mengalah dan memilih diam jika istrinya sedang marah tapi lain halnya dengan yang sekarang. Seberapa besarpun kemarahan istrinya, Ricardo tidak akan pernah mengizinkan istrinya untuk menyentuh bayi Elf yang telah terlahir dari kegelapan.
"Izinkan aku menggendongnya." Suara istrinya seperti tertahan, ada nada sedih di sana.
Tatapan istrinya sekarang menatap sayu bayi di gendongan suaminya. Cairan bening menggenang di sudut mata sang istri, dan jari-jarinya membelai lembut wajah bayi di gendongan suaminya hingga membuatnya tertawa kecil.
Ricardo tak dapat berkata apa-apa lagi, ketika cairan bening mulai mengalir di pipi istrinya. Dan tanpa ia sadari, dekapan pada bayi di gendongannya melemah hingga membuat istrinya dengan mudah mengangkat bayi itu.
Seulas senyum tulus terpantri di bibir sang istri setelah berhasil menggendong bayi tersebut. Ricardo tercengang, sudah lama sekali ia tidak melihat istrinya begitu bahagia.
Teringat dengan kejadian dua puluh tahun silam, anak mereka yang tewas dimakan oleh sekelompok hewan lapar tepat di depan mata mereka berdua.
"Kenapa bukan aku saja yang mati."
Menyakitkan sekali. Sampai detik ini kalimat istrinya belum bisa dilupakan Ricardo, sampai membuatnya selalu terjaga setiap malam karena mengkhawatirkan istrinya yang selalu mencoba bunuh diri. Hingga satu tahun setelah itu, istrinya sudah bisa mengikhlaskan kepergian anak mereka. Tapi luka dan ingatan tentang anak mereka tak pernah bisa dilupakan.
"Bisakah kita membesarkannya?" suara sang istri membangunkan Ricardo dari lamunannya.
Mata hijau tersebut menatap lekat pada wajah sang istri yang begitu bahagianya. Ingin sekali Ricardo membantah tapi kebahagiaan istrinya saat ini begitu langka ia dapatkan. "Mungkin kita akan diasingkan dari bangsa kita sendiri." Ricardo menutup pertanyaan istrinya.
Sang istri menggelengkan kepalanya tanpa sedikitpun melepaskan pandangan pada bayi di gendongannya, menepuk lembut punggung bayi itu, dan terkadang ia juga mengusapkan pipinya ke pipi bayi di gendongannya. Terlihat sangat nyaman sekali bayi di gendongannya hingga membuatnya terlelap.
Gelembung-gelembung cahaya hijau yang bertaburan di seluas hutan perlahan mulai menghilang, bersamaan dengan sinar matahari yang mengoyak kegelapan di hutan tersebut.
Ricardo tergelak. "Apa yang terjadi?" Malam yang dia rasakan baru beberapa menit saja tapi matahari sudah kembali bersinar hingga terlihat seperti siang hari yang cerah.
Ricardo memalingkan perhatiannya pada sang istri yang masih senantiasa menggendong bayi. Istrinya bahkan sama sekali tidak peduli dengan cahaya matahari yang kembali bersinar terik dikala waktu malam ini. Bayi yang tertidur di gendongannya telah memberikan kebahagiaan yang membuatnya lupa dengan keadaan di sekitar. Wajah mungil bayi di gendongannya selalu membuatnya tersenyum dan tertawa kecil. Wajah sang istri yang dulu hanya suka bermuram durja, sekarang terlihat begitu berseri-seri bahkan saat ia tersenyum terlihat begitu cantik walaupun di usianya yang sudah tak muda.
Tanpa disadari Ricardo, ia tersenyum. Kedua tangannya terulur ke depan hendak kembali menyentuh balita di gendongan istrinya. Tetapi perhatiannya kembali teralihkan saat ekor matanya melihat muram gelembung-gelembung cahaya hijau yang mulai berpendar.
Cahaya matahari mulai menipis, kegelapan perlahan kembali melingkupi. Perhatian Ricardo teralihkan ketika bayi di gendongan istrinya menangis. Mata merah milik bayi tersebut bernyala terang dalam kegelapan. Seketika tubuh Ricardo bergetar, ia seperti merasakan aura kekuatan yang besar hingga membuatnya tak bisa melakukan hal lain selain menatap.
La la la la la ... suara yang membuat nada-nada lembut, perlahan menenangkan Ricardo.
Mulut sang istri begitu dekat dengan telinga bayi di gendongannya sambil membisikkan nyanyian lembut, telapak tangan kanannya menapaki lembut punggung bayi itu, dan gesekan dari belaian hidung wanita tua itu perlahan mulai menghentikan tangisan si bayi, hingga membuatnya kembali terlelap.
"Dark Elf," bibir Ricardo yang semula terkatup rapat akhirnya membelah. Dan kalimat itulah yang terucap, tepat saat bersamaan bayi di gendongan Istrinya tertidur, dan sinar matahari kembali bersinar saat hampir kegelapan yang sempurna.
Pria tua tersebut sekarang menyadarinya. Mengingat waktu di mana saat mereka memulai mencari makanan, masihlah dipagi hari. Sangat tak mungkin jika hari sudah malam secepat itu. Kegelapan yang mereka berdua lihat bukan waktu malam. Matahari yang sedang bersinar terik sekarang bukanlah sebuah kesalahan, ini memang siang hari. Malam tidak pernah ada, kegelapan yang mereka berdua lihat berasal dari kekuatan yang menguar dari balita di gendongan istrinya.
Singkirkan, singkirkan, singkirkan !!!
Tangan Ricardo terulur, ia harus merebut bayi di gendongan istrinya. Tak ada yang harus dipikirkan lagi, ia dan istrinya tidak harus membuang darah suci mereka hanya demi seorang bayi yang entah dari mana asal usulnya, dan terlebih lagi bayi itu Elf yang terlahir dari kegelapan.
"Dia lucu kan?" Istrinya tersenyum sangat lebar.
Pesona apa yang baru saja memukul dirinya, hatinya begitu terasa hangat. Senyuman tulus kebahagiaan tersebut ditunjukkan langsung kepada Ricardo, senyum sejak pertama kali mereka bertemu, senyum yang juga ia tunjukkan saat pernikahan, dan senyuman yang selama dua puluh tahun tidak pernah ditunjukkan istrinya lagi.
Ricardo tak dapat berkata-kata lagi, alasan yang membuatnya ingin mempertahankan darah suci mereka Elf, apa lebih berharga dari kebahagiaan istrinya sekarang. Dan tanpa sadar air mata mengalir di wajah pria tua itu.
"Mari kita bicarakan dengan tetua Elf dulu."