"Terima kasih, Bu Lana." Erza berhati-hati saat berbicara.
"Erza makan sayur ini juga." Pada saat ini, Alina juga tidak mau menunjukkan kelemahannya. Dia menunjukkan dengan jelas bahwa dirinya dan Erza sedang menjalin hubungan. Adapun Lana, dia terus menambahkan makanan ke Erza. Sedangkan, Erza benar-benar ingin menangis saat melihat piringnya penuh makanan pemberian Alina dan Lana.
"Oh, semuanya ada di sini?" Pintu ruangan VIP itu terbuka. Tampak Sanca sedang melihat pemandangan di dalam, yaitu Erza yang sedang diperebutkan oleh dua wanita. Sanca merasa sangat tidak nyaman, tapi dia masih dengan paksa menahan amarah di dalam hatinya.
"Ada apa, Sanca?" Lana merasa terganggu.
"Sepertinya Sanca datang ke sini karena suatu hal. Kenapa kamu tidak duduk dan makan bersama dengan kami?" Erza tidak terlalu menyukai Sanca, tapi saat ini sepertinya pria itu dapat membantunya. Sanca terkejut sejenak dan memandang Erza dengan tidak percaya. Mengapa Erza tiba-tiba begitu baik? Dia merasa pasti ada jebakan yang telah dipersiapkan oleh Erza untuknya, jadi lebih baik berhati-hati. Namun, karena melihat ada Lana dan Alina yang sama-sama cantik, Sanca pun duduk.
"Ngomong-ngomong, Sanca, kenapa kamu ke sini?" celetuk Erza.
"Oh, ini tentang acara reuni. Aku dan para panitia mau mencoba hidangan yang akan disajikan saat acara. Aku juga ingin mengajak Lana ke sana." Sanca mengunyah sesendok nasi setelah selesai bicara.
"Kamu ingin mengundang Bu Lana makan malam?" tanya Erza.
"Bukan makan malam. Kami hanya mencoba hidangan." Sanca merasa sedikit takut jika Erza akan ikut dan membuat kekacauan lagi.
"Ada Alina juga di sini. Kenapa kamu hanya mengajak Bu Lana?" Erza memahami rencana Sanca.
"Tidak apa-apa. Alina, kamu juga bisa ikut. Bagaimana kalau kita pergi bersama-sama nanti malam?" Sanca tidak ragu-ragu. Melihat sosok Alina yang sempurna, Sanca sedikit tidak terkendali. Jika Sanca tidak bisa bersenang-senang dengan Lana, Alina boleh juga.
"Tidak, kamu tidak boleh seperti itu, Sanca." Erza memasang wajah cemberut.
"Ada apa?" Sanca kebingungan.
"Kenapa kamu tidak mengajakku juga?" Erza tersenyum tipis.
"Kalau begitu, kita berempat bisa pergi bersama nanti malam." Sanca mengangguk. Meskipun dia sedikit takut dengan hal-hal yang dilakukan Erza terakhir kali, tapi tempat yang akan mereka kunjungi kali ini hanya menyajikan menu prasmanan. Biaya paling besar hanya satu juta per orang.
"Benar, ayo kita makan bersama nanti malam," kata Erza lantang saat mendengar ini. Di sisi lain, Lana dan Alina yang juga ada di sana tidak berdebat lagi. Hal ini membuat hati Erza diam-diam lega. Jika tidak, Erza benar-benar tidak tahu apa yang harus dia lakukan.
"Apa hubungan antara kamu dan Bu Lana?" Alina bertanya sambil melihat Erza saat mereka kembali ke ruangan Departemen Perencanaan.
"Kami…" Erza awalnya ingin mengatakan bahwa Lana adalah istrinya, tetapi dia sudah berjanji pada Lana untuk merahasiakan itu. "Bukankah aku telah menyelamatkan Bu Lana?" Kemudian, Erza memutuskan bahwa akan lebih baik untuk tidak berkata yang sebenarnya.
"Aku benar-benar tidak mengerti, apa yang sebenarnya disukai Bu Lana darimu?" Alina melihat Erza dari atas ke bawah. "Tapi aku tidak terlalu peduli. Bagaimanapun, kamu adalah pacarku. Bahkan jika Bu Lana juga menyukaimu, aku tidak akan menyerah." Saat berbicara, Alina mengepalkan tinjunya dengan erat, tampak percaya diri.
Setelah duduk di ruangannya sepanjang sore, pikiran Erza pada dasarnya adalah tentang hubungannya dengan Lana dan Alina. Dia bahkan benar-benar gugup saat memikirkannya. Dia takut Lana akan datang mencarinya, dan kemudian menanyakan tentang hubungannya dengan Alina. Jika begitu, Erza benar-benar tidak tahu harus berkata apa.
"Erza, apa yang membuatmu bingung di sini?" tanya Alina yang sudah berada di ruangan Erza.
"Tidak ada. Oh, setelah bekerja, ayo pergi." Erza tercengang oleh Alina.
"Ada apa denganmu? Bukankah tadi Sanca mengundang kita makan malam hari ini?" Alina melihat ke arah Erza. Dia juga agak bingung.
"Oh, iya. Ya sudah, ayo pergi." Erza merasa dia bisa makan enak lagi hari ini.
"Alina, kamu mau pergi bersama denganku?" Begitu mereka turun, mereka melihat Sanca berdiri di sana menunggu. Ketika melihat Alina, Sanca menyapanya. Sanca sengaja menunggu Alina karena dia tahu bahwa Erza akan menyetir mobil untuk Lana, jadi dia memanfaatkan kesempatan ini untuk memberi tumpangan pada Alina.
"Aku akan pergi bersama Erza." Bisa dibilang Alina memiliki kesan yang kurang baik terhadap Sanca. Jika Erza tidak ikut makan malam hari ini, diperkirakan Alina juga tidak akan ikut.
"Erza akan pergi bersama Lana," jelas Sanca.
"Kenapa?" Alina bahkan lebih bingung. Ketika dia mendengar ini, Sanca juga sedikit terkejut, dan kemudian dia merasa bahagia.
"Ternyata kamu tidak tahu? Erza adalah sopir paruh waktu Lana." Saat berbicara, Sanca sedikit sombong. Erza sedikit mengernyit. Setelah melihat sorot mata Alina, Erza hanya bisa mengangguk karena malu.
"Tidak apa-apa. Aku akan pergi dengan Erza dan Bu Lana. Kita bertemu di sana nanti." Alina tidak marah. Ketika Sanca mendengar ini, dia benar-benar ingin menjadi gila. Ada apa ini? Dia mentraktir empat orang, tapi dia tidak membawa seorang wanita pun.
"Baiklah, aku akan pergi ke sana duluan." Sanca akhirnya menyerah.
"Kapan kamu menjadi sopir Bu Lana?" Alina memandang Erza. Dia belum pernah mendengar tentang ini. Bagaimana bisa Erza tiba-tiba menjadi sopir Lana?
"Apa yang terjadi beberapa hari yang lalu terlalu mendadak, dan ada terlalu banyak hal, jadi aku lupa mengatakannya." Saat ini, Erza harus berbohong lagi.
"Jadi begitu," jawab Alina menanggapi.
"Kamu ada di sini? Erza, bukankah aku memintamu untuk mengambil mobil?" Lana juga berjalan ke arah mereka saat ini, dan Alina langsung memberi hormat padanya. Pada awalnya, Lana hanya mengerutkan kening. Namun, pada saat yang sama, Erza bisa merasakan jantungnya akan keluar karena takut Lana akan marah. Jika Lana benar-benar marah nantinya, Erza tidak tahu bagaimana dia harus menghadapinya.
Erza pun memilih diam, dan langsung mengambil mobil. Setelah itu, dia duduk di kursi pengemudi, sedangkan Alina duduk di barisan belakang bersama Lana. Saat Erza sedang menyalakan mobil, dia merasa tangannya sedikit gemetar. Namun, adegan berikutnya mengejutkan Erza. Kedua wanita yang awalnya hanya diam di belakang, sekarang mereka justru membicarakan tentang perusahaan. Keduanya mulai menjadi serius yang membuat Erza menghela napas lega. Lana dan Alina memang wanita karier.
"Alina, ayo turun." Begitu mobil tiba di lokasi, Lana menarik Alina keluar dari mobil, meninggalkan Erza sendirian. Saat melihat adegan ini, Erza merasa tidak berdaya. Lana memalingkan wajahnya. Kini dia lebih memilih untuk berdamai dengan Alina karena ternyata wanita itu adalah teman yang baik untuk membicarakan masalah perusahaan. Ini membuat Erza sedikit terperangah, tapi dia yakin bahwa sekarang tidak akan terjadi masalah di antara mereka.
"Lana, Alina, kalian sudah tiba? Ayo masuk." Kedua wanita itu baru saja turun dari mobil ketika Sanca berlari.
"Sanca, apakah kamu tidak menyuruhku masuk?" Ketika Sanca dalam suasana hati yang baik, suara Erza terdengar lagi.
"Saudaraku, ayo masuk dan makan yang enak." Sanca benar-benar malas.
"Bagus. Aku pasti akan makan lebih banyak kali ini." Erza terkekeh. Namun, Sanca hanya bersikap biasa saja. Dia terlihat tidak ragu sama sekali.
Setelah memasuki hotel, Erza akhirnya tahu mengapa Sanca terlihat percaya diri. Ternyata restoran itu hanya menyajikan menu prasmanan dengan harga tidak terlalu mahal.
"Ayo, silakan makan apa pun yang kalian mau. Aku sudah memerintahkan para pelayan untuk mengaturnya." Sanca bersikap sombong lagi.
"Aku tidak menyangka Anda akan datang ke sini secara langsung. Ini adalah sebuah kehormatan bagi kami." Pada saat ini, seorang wanita paruh baya keluar dan berkata pada Sanca sambil tersenyum. Tetapi ketika wanita paruh baya itu melihat Erza, dia terkejut.
"Oh?" Erza tidak menyangka dia akan bertemu dengan wanita itu di sini.