Download App
33.33% Pembalasan yang Manis / Chapter 8: Satu Hari Bersama Justin

Chapter 8: Satu Hari Bersama Justin

Hari ini Justin mengajak Nana untuk jalan-jalan agar perasaan gadis cantik itu menjadi lebih baik. Pasalnya, dia baru saja diputusi oleh kekasih yang sangat di cintainya.

Sepanjang perjalanan Nana hanya diam dan menatap kearah luar jendela mobil. Padahal biasanya gadis itu sangat ceria dan banyak bicara.

"Apakah kamu tidak suka aku ajak jalan-jalan?" Tanya Justin

Nana yang mendengar itu langsung menoleh kearah Justin.

"Kenapa kamu bertanya seperti itu?" Tanya Nana balik

"Kamu sejak tadi hanya diam saja. Padahal biasanya kamu banyak bicara. Apa kamu tidak suka aku ajak jalan-jalan?" Tanya Justin lagi

"Bukan itu. Hanya saja suasana hatiku sedang tidak baik-baik saja." Sahut Nana jujur

"Kalau begitu biarkan aku menemanimu satu hari ini. Aku akan berusaha menghiburmu dan membuatmu melupakan sejenak masalahmu." Sahut Justin

Nana tersenyum, "kamu memang sahabatku yang paling pengertian." Ucap Nana

Sakit? Tentu saja. Itulah yang dirasakan oleh Justin. Hanya dianggap sahabat oleh orang yang dicintai memang sakit. Tapi Justin berusaha menyembunyikan perasaannya. Dia tidak mau Nana menjauh ketika mengetahui perasaannya yang sesungguhnya.

Setelah menempuh perjalanan yang cukup panjang, akhirnya mereka tiba disuatu tempat. Tempat yang indah, Rhine Falls yang terletak di sungai Rhein. Air terjun ini adalah yang terderas di Eropa. Lebih spesifiknya lagi terletak di High Rhine, perbatasan antara Schaffhausen dan Zürich yang ada di kota Neuhausen am Rheinfall dan Laufen-Uhwiesen atau Dachsen , di sebelah kota Schaffhausen.

Justin dan Nana keluar dari mobil dan berjalan kearah tangga dan menuruni tangga itu. Di depan mereka sudah tersaji pemandangan air terjun Rhein yang sangat indah. Dapat Justin lihat mata Nana berbinar melihatnya. Dia sangat tahu kesukaan gadis cantik disampingnya ini. Perlahan Justin mencoba menggenggam tangan Nana, untungnya gadis itu tidak menolak dan malah mengeratkan pegangan tangan ini. Hal itu tentu saja membuat senyum Justin terbit dibibirnya.

Mereka berjalan bersama-sama menuruni tangga.

"Kau suka?" Tanya Justin

"Tentu saja. Sejak dulu aku ingin sekali pergi ke sini." Sahut Nana ceria

Nana tiba-tiba saja menarik tangan Justin dan mengajaknya berlari bersama agar sampai pada halaman bawah. Ketika sampai dihalaman bawah, mereka berjalan seperti biasa lagi. Justin dan Nana berkeliling di sekitar air terjun itu. Bahkan beberapa kali mereka berfoto bersama untuk mengabadikan moment berdua. Mereka berjalan-jalan hingga waktu sudah hampir siang.

"Ini sudah mau siang, mau makan dulu?" Tanya Justin

"Boleh. Tapi setelah itu kita ke Kastil Wörth." Ucap Nana

"Boleh. Ayo kita ke Schloss Wörth." Sahut Justin

Justin lalu mengajak Nana untuk makan bersama. Setelah makan bersama, mereka lanjut jalan-jalan ke Kastil Wörth. Kastil air letaknya ada di Rheinfall. Kastil itu dibangun di sebuah pulau kecil sungai Rhein.

Mereka berdua berjalan memasuki kastil itu. Di dalam toko itu terdapat toko souvenir berbagai macam pernak pernik untuk dibawa pulang bagi turis yang berkunjung ke tempat itu. Selain itu terdapat restoran juga. Nana dan Justin memasuki restoran itu dan memilih tempat duduk dekat sungai yang diberi pagar pembatas. Mereka berdua duduk sambil meminum teh pesanan mereka.

Nana melihat sungai yang ada di samping mereka dengan tersenyum. Cuaca hari itu sangat bagus. Nana senang bisa berada di sini. Selain tempatnya indah, tempat ini juga membuat perasaannya menjadi lebih baik.

"Bagaimana perasaanmu sekarang?" Tanya Justin yang sedari tadi hanya memperhatikan Nana

"Sekarang aku sudah lebih baik. Terimakasih ya Justin." Sahut Nana yang kini menatap kearah Justin lalu tersenyum manis

"Bukan masalah. Aku senang melihatmu bisa tersenyum lagi." Sahut Justin

Nana hanya tersenyum dan kembali mengalihkan pandangannya kearah air terjun dan sungai.

"Mau kebelakang kastil?" Tanya Justin

"Mau. Aku ingin naik perahu!" Semangat Nana

Justin tersenyum lalu menarik tangan Nana untuk dibawa ke bagian belakang kastil. Dibagian belakang kastil ada dermaga buat naik perahu agra bisa lebih dekat dengan air terjun Rhein. Mereka berdua naik perahu itu dengan Nana sejak tadi terus tersenyum.

Mereka berdua duduk berhadapan membuat Justin lebih leluasa memandang wajah cantik Nana. Dia ikut tersenyum ketika Nana tersenyum. Apalagi saat perahu yang mereka tumpangi hampir mencapai air terjun, senyum Nana semakin merekah. Dia sangat senang bisa menyentuh air terjun itu. Setelah puas menaiki perahu, mereka lalu lanjut jalan-jalan ketempat yang menarik dan indah lainnya disekitar air terjun Rhein itu.

Hingga tidak terasa waktu berlalu begitu cepat. Sekarang sudah jam enam sore. Justin memilih untuk pulang sekarang.

Selama perjalanan menuju tempat parkir, Justin dan Nana mengobrol banyak hal sambil berpegangan tangan. Mereka membicarakan tentang pertemuan pertama mereka sejak kecil.

"Kamu masih mengingatnya rupanya." Ucap Justin sambil terkekeh

"Tentu saja aku ingat. Waktu itu kau dingin sekali. Masih kecil saja kau sudah dingin dan cuek. Aku pikir kamu orangnya sombong." Sahut Nana ikut terkekeh

"Kamu dulu bawel, ceroboh, jahil, dan nakal. Aku selalu mengeluh sama Ibuku kenapa aku harus berteman denganmu." Sahut Justin

"Meskipun aku bawel, ceroboh, jahil, dan nakal, tapi kamu masih mau tuh berteman denganku sampai sekarang." Sahut Nana dengan nada terkesan sombong

"Terpaksa, karena hanya aku yang tahan berteman denganmu." Sahut Justin

"Menyebalkan." Sunguh Nana

Justin terkekeh mendengar suara rajukan itu.

Kini mereka sudah sampai diparkiran lagi. Mereka langsung menuju jalan pulang. Sepanjang perjalanan pulang, hanya ada keheningan.

"Terimakasih." Ucap Nana tiba-tiba

"Hm?" Tanya Justin bingung

"Terimakasih untuk hari ini. Terimakasih juga karena selalu ada untukku." Ucap Nana

"Kau tidak perlu berterimakasih. Itu sudah menjadi tugasku. Ingat janjiku saat kecil?" Sahut Justin

"Iya. Kau dulu pernah berjanji untuk selalu bersamaku dan menemaniku bagaimanapun keadaannya. Kamu akan berusaha ada untukku. Aku pikir itu hanya omong kosong anak kecil belaka, tapi nyatanya kamu menepati janjimu sampai sekarang. Terimakasih juga untuk itu. aku tidak tahu kenapa kamu mau melakukan semua ini untukku. Tapi aku sangat berterimakasih karena semesta mengirimkanmu padaku." Sahut Nana

"Itu karena aku mencintaimu." Batin Justin

"Karena kita bersahabat. Tentu saja aku akan melakukan apapun untuk sahabatku." Ucap Justin

Ya, hanya itu yang bisa diucapkan Justin. Dia tidak mampu mengatakan perasaannya pada Nana. Dia masih takut. Bukan takut ditolak, tapi takut kehilangan Nana. Karena dulu Nana pernah bilang, jika dia hanya menganggap orang itu sahabat maka selamanya akan tetap sahabat. Dia tidak pernah mau mengubah yang awalnya persahabatan jadi cinta, karena menurutnya itu hanya akan membuat hubungan persahabatan menjadi retak.

Kini mereka sudah sampai setelah menempuh perjalanan yang cukup panjang. Nana turun dari mobil dengan diikuti oleh Justin. Awalnya Justin ingin mengantar Nana sampai masuk ke dalam sambil menjemput Ibunya yang bekerja di sini. Tapi langkah mereka terhenti ketika mendengar suara notifikasi masuk ke dalam ponsel Nana.

Nana segara mengambil ponselnya dan melihat siapa yang mengiriminya pesan.

"Siapa?" Tanya Justin penasaran

"Kak Dimas." Sahut Nana

Mendengar nama Dimas membuat hati Justin kembali sakit. Apa Nana tidak bisa melihat kearahnya sekali saja?

"Kamu mau kemana?" Tanya Justin saat melihat Nana mau pergi

Dia mencekal pergelangan tangan Nana yang mau pergi entah kemana.

"Aku mau menemui kak Dimas. Dia tidak baik-baik saja sekarang." Ucap Nana terdengar panik

"Tapi ini sudah malam." Sahut Justin

Nana langsung melepaskan paksa pegangan tangan Justin lalu berlari menuju taman terdekat untuk menemui Dimas. Justin melihat kepergian Nana dengan pandangan sendu. Nana sebegitu cintanya dengan Dimas hingga setelah disakiti oleh Dimas, Nana tetap peduli dengannya.

"Nana pergi lagi ya?" Tanya seseorang dari belakang

Justin berbalik dan melihat Renata, kakak dari Nana.

"Iya. Katanya dia mau menemui Dimas." Sahut Justin

"Dia memang bodoh. Padahal sudah disakiti oleh Dimas, tapi masih saja peduli." Sahut Renata

"Itu karena Nana mencintainya." Sahut Justin

"Lalu bagaimana denganmu? Apa kau tidak mencintai Nana?" Tanya Renata

"Kak Nata bicara apa? Aku dan Nana hanya sahabat, tidak lebih." Sahut Justin

"Kalau lebih juga tidak apa-apa." Sahut Renata

"Maksud kak Nata?" Tanya Justin bingung

"Lupakan. Pagi tadi Dimas datang ke sini dan melamarku. Tentu saja lamarannya aku tolak. Aku sudah bertunangan dengan Haikal, jadi tidak mungkin aku menerima lamaran Dimas. Dia marah dan berusaha melecehkanku. Untungnya Haikal datang di saat yang tepat. Dimas pergi setelahnya. Mungkin karena ini dia menghubungi Nana." Sahut Renata

"Dia hanya memanfaatkan Nana dan menjadikannya tempat pelarian." Sahut Justin

"Benar. Itulah kenapa aku menyebutnya bodoh. Dia sudah tahu tidak diinginkan tapi tetap saja cinta pada lelaki itu." Sahut Renata

"Dimas sangat beruntung." Ucap Justin pelan

Dia sangat iri dengan Dimas yang mendapatkan cinta Nana begitu dalam. Bahkan saat hatinya sudah disakiti, dia akan tetap kembali.


next chapter
Load failed, please RETRY

Weekly Power Status

Rank -- Power Ranking
Stone -- Power stone

Batch unlock chapters

Table of Contents

Display Options

Background

Font

Size

Chapter comments

Write a review Reading Status: C8
Fail to post. Please try again
  • Writing Quality
  • Stability of Updates
  • Story Development
  • Character Design
  • World Background

The total score 0.0

Review posted successfully! Read more reviews
Vote with Power Stone
Rank NO.-- Power Ranking
Stone -- Power Stone
Report inappropriate content
error Tip

Report abuse

Paragraph comments

Login