Download App
25% Patah Paling Parah / Chapter 9: Singkat Cerita

Chapter 9: Singkat Cerita

Mitha masih benggong, menatap pria yang sempat menabraknya. Dalam batin bertanya-tanya perihal pria itu, kira-kira siapa ya? Sedangkan Atmaji memandangnya heran, "Sayang kamu kenapa kok benggong?"

"Ohhh … iya," Wajahnya menoleh menatap pria berkaca mata itu, "ayo pulang, Mas."

Mitha mengelantungkan tangan di sebelah sisi lengan Atmaji. Mereka bergegas menuju mobil. Sepanjang jalan dirinya hanya diam. Tak mengeluarkan sepatah kata apa-apa

Pikirannya masih tertuju pada sosok pria yang menabraknya tadi. Sesekali dadanya naik untuk menarik napas sembari mengingat-ingat kembali. Kira-kira pria itu siapa?

Sembari menyetir Atmaji terus melirik wanita cantik yang ada di sampingnya. Memberanikan mendaratkan tangan di punggung tangan Mitha yang tampak gelisah, "Kamu kenapa sih, Sayang?"

Mitha menoleh melontarkan senyum dan mengelengkan kepala, "Aku enggak papa kok, Mas."

"Jangan bohong lho, ya. Harusnya kamu itu senang karena sudah belanja puas malam ini. Atau ada lagi barang yang ingin kamu beli lagi?" ucapnya kalem penuh perhatian.

"Enggak kok, Mas. Mitha malah senang karena Mas Maji mau menuruti semua kemauan Mitha."

"Kalo kamu seneng jangan benggong begitu, dong."

"Hehehe … terus aku harus bagimana," godanya manja.

Atmaji tak bisa menyembunyikan senyum, hatinya berbunga-bunga. Melihat tingkah lucu dan sedikit kekanak-kanakan Mitha. Tiba-tiba wanita itu menyandarkan kepala di bahunya. Sontak membuatnya kaget, "Sayang jangan begitu dong, Mas lagi nyetir ini takutnya kalo nabrak."

"Hehe, maaf Mas."

Usahanya malam ini berhasil membuat Mitha kembali baik, meskipun tak sadar dompetnya terkuras.

***

Miko sudah empat kali ini menguap. Namun, masih mencoba untuk berusaha menunggu kedatangan ayah Ndari. Ia hanya tak ingin meninggalkan wanita itu sendiri. Matanya redup, tak kuat lagi menahan kantuk. Wajahnya tergeletak pasrah di atas meja.

Tentu tak mungkin Ndari menawarkan tidur di kamar. Nanti yang ada malah bahaya. Jadi ya, biarlah begitu saja, hehe.

"Ganteng juga pacarku hehe," lirihnya Ndari memuji.

Rasanya bersyukur sekaligus heran mengapa manusia setampan dia mau menjadi kekasihnya. Harapan besar Ndari bisa bersama hingga satu atap dalam rumah kebahagian. Meskipun hubungannya belum lama tetapi Ndari merasa, Miko adalah pasangan yang tepat untuknya.

"Makasih ya untuk semua hal yang telah kamu usahakan, membuatku bahagia," ucap Ndari memberanikan diri mengelus poni rambut cowok yang tertidur itu.

Bayangan kejadian hampir bunuh diri itu kembali terulang di benaknya. Saat itu, Miko berusaha mati-matian mencegah dan berupaya mengagalkan. Ternyata benar, masih ada yang menyayangi dan kehidupan baru setelah putus asa waktu itu. "Terima kasih karena kamu mampu memberiku alasan untuk tetap hidup!"

Ndari kaget, saat tangannya tiba-tiba disambar dan ditahan. Raut cemas dan hati was-was semakin membuat debar jatung berdetak lebih cepat. Tak lama mata Miko terbuka, bibirnya tersenyum manis. Ohhh tidak! Senyumnya itu terlalu manis untuk dipandang. Namun, teramat sayang untuk diabaikan.

Perlahan tangan Ndari kembali ditarik mendekat. Wajah mereka saling pandang.

"Ee … anu, kamu ketiduran?" Ndari kaget bercampur gerogi saat kekasihnya bangun tiba-tiba.Canggung beserta bingung, gugup menjadi satu. Tenggorokannya seperti tercekat. Sedangkan mata Miko tak mengalihkan pandangan, sedikit pun.

Tatapan itu dapat menghipnotis, ditambah lagi tangan Miko yang perlahan bergerak menyentuh rambut, mengelus lembut. Bibirnya tersenyum, "Cantik."

Satu kata yang keluar dari mulutnya membuat Ndari menelan saliva. Memilih menundukan pandangan dibandingkan menatap mata cowok itu dengan jarak dekat. Debar-debar jatung kembali kencang, hatinya berbunga-bunga bercampur hawa panas dingin. Ternyata selain sifatnya yang tak jelas Miko juga bisa romantis.

Aduh. Jantung rasanya hampir meledak ketika Miko beranjak lebih dekat. Ndari spontan terpejam. Miko malah ambruk, kembali tertidur. Kepalanya tergeletak pasrah di atas meja seperti sebelumnya.

"Aneh, apa jangan-jangan ngelindur?" lirih Ndari melirik dengan sebelah mata.

Miko yang mendengar suara kekasihnya hanya bisa senyum. Padahal dirinya sadar hanya pura-pura tidur untuk menghindari hal yang hampir saja dilakukan. Jika tidak menahan nafsunya, mungkin wanita itu sudah dicium.

"Sayangnya kita belum halal," gumamnya nayris terdengar.

Ndari terbelalak, mendengar sayu-sayup suara tak jelas itu. Tanganya perlahan memberanikan diri untuk menguncang tubuh kekasihnya, "Mik … Miko bangung, kamu beneran tidur? Woy!"

Jedug! Aww … kedua kepala mereka sama-sama terbentur. Sakit pastinya apalagi keduanya sama-sama keras kepala. Spontan Ndari megusap-usap agar tidak benjol. Lagian Ndari juga yang salah, kenapa harus mendekatkan kepala.

Miko malah nyengir, bayangan romantis di kepalanya seketika buyar. Tiba-tiba sorot lampu mobil mengarah membuat keduanya menutup wajah karena Silau. Ya, siapa lagi jika bukan ayah Ndari.

"Miko malam-malam kamu ke sini?" tegur Atmaji yang keluar dari dalam mobil mendekat.

Seketika lupa akan rasa sakit masing-masing. Rasa kantuk juga langsung sirna saat pria berkaca itu mendekat. Sedagkan Ndari bingung menjawab pertanyaan ayah.

"Hehe, bukankah Om sendiri yang nyuruh saya kemari," sahutnya mencoba santai.

"Ohh, iya-iya. Tadi kita ketemu di tempat penjual terang bulan."

"Iya, tadikan Om bilang untuk menemani Ndari."

Atmaji langsung mengangguk-anggukan kepala setelah mengingatnya.

"Ya sudah, pulang sana. Besok kalian sekolah," pinta Atmaji yang melangkah masuk.

Ndari masih mengamati ayah yang melintas di hadapannya, "Udah selesai urusannya, Yah?"

"Iya."

Miko menguap lagi, Ingin pamit tetapi rasanya tak ingin meninggalkan. Ia mengembuskan napas, pandangan matanya beralih lurus ke depan. Tentu dirinya harus mengumpulkan puing-puing kesadaran total. Sebelum menyentuh gas sepeda montor.

"Ayah aneh," lirih Ndari.

"Kenapa sih, kamu selalu mengatakan Ayahmu aneh. Aneh bagimana yang kamu maksud itu?" tanyanya kalem.

"Entahlah, kayak ada yang disembunyikan." Tangannya menggaruk-garuk leher belakang.

Miko berajalan membuka jok untuk mengambil sarung tangan untuk dikenakan. Supaya tidak kedinginan, Ndari malah mendekat.

"Kenapa diam di sini?"

"Hah?" sahut

Miko tersenyum, "Yang aneh itu kayaknya bukan Ayahmu tapi kamunya hehe."

"Ihhh, apaan sih. Sana pulang besok sekolah!" usir Ndari.

"Besok mau dijemput?"

"Enggak usah. Nanti bareng Ayah," sahutnya.

"Ya udah, sana masuk dan langsung tidur."

"Iya gampang. Kamu pulang aku langsung masuk nanti. Sana pulang!"

Miko masih diam, mengamati Ndari yang menguap sudah dua kali semenjak tadi.

"Ndarii masuk, tidur!'' Terdengar ayah.

Miko memajukan dagu ke arah suara sebagai isyarat, "Itu dipanggil Ayahmu."

"Iya, aku dengar. Sana pulang ngapain masih diam di sini!" protes Ndari.

"Pengenya sih enggak pulang. Tidur di sini aja boleh?" rayunya genit.

"Ihh, sana! Pulang dicari sama Mamamu nanti."

Miko tersenyum, menatap kekasihnya cukup lama.

''Jangan menatapku terus, sana pulang. Nanti dicari oleh Mamamu."

Gemas mendengar pernyataan itu, ingin rasnya Miko mendaratkan kecupan hehe. Tanpa Ndari tahu sebenarnya mama Miko sudah tidak ada di dunia. Ia langsung menghidupi mesin sepeda montor dan bersiap meluncur. Namun, hatinya terus meminta tinggal.

"Sana pulang!" Ndari memukul pelan bahu cowok itu.

Tangan Miko langsung memasang helm yang sudah lama dipegang. Sepeda montor yang sudah dihidupkan kembali dimatikan, entahlah. Rasanya tak ingin meninggalkan. Ndari saja sampai menyuruh lagi, "Sana pulang, kenapa masih diam aja."

Tangan Miko langsung menarik tubuh ramping kekasihnya. Sontak Ndari kaget, tenggorakannya terasa tercekat. Tubuhnya menegang kaku, bingung karena tatapan Miko tak seperti biasanya.

Ndari seperti terkunci, tak bisa bergerak. Berulang kali menelan saliva, hatinya ketar-ketir bagimana nanti jika ayah melihat mereka? Padangan Miko tak sedikit pun berkedip.

"Boleh ya," pintanya lirih.

Rasanya seperti mati kutu, Ndari bingung apa yang dimaksud. Situasi saat ini benar-benar rumit untuk dijelaskan. Hawa panas dingin mulai menjalar ke seluruh tubuh.

Mata Miko melirik ke arah pintu, mungkin hatinya juga was-was jika ketahuan ayah. Ndari langsung menganggukan kepala dan memejamkan mata. Takut tetapi tak ingin membuat Miko kecewa.

"Cup!"

Anehnya, Miko malah mendaratkan kecupan itu pada kening bukan bibir. Padahal sudah jelas kelihatan dia menginginkan bibir. Ndari sendiri kaget saat tangan pacarnya menjauh dari tubuhnya.

"Aku pulang," pungkasnya yang langsung menarik gas meninggalkan.

Terasa begitu singkat, Ndari sampai mematung dalam diamnya yang kebingungan.


next chapter
Load failed, please RETRY

Weekly Power Status

Rank -- Power Ranking
Stone -- Power stone

Batch unlock chapters

Table of Contents

Display Options

Background

Font

Size

Chapter comments

Write a review Reading Status: C9
Fail to post. Please try again
  • Writing Quality
  • Stability of Updates
  • Story Development
  • Character Design
  • World Background

The total score 0.0

Review posted successfully! Read more reviews
Vote with Power Stone
Rank NO.-- Power Ranking
Stone -- Power Stone
Report inappropriate content
error Tip

Report abuse

Paragraph comments

Login