Download App
50% Patah Paling Parah / Chapter 18: Hadiah Membuat Marah

Chapter 18: Hadiah Membuat Marah

Malam ini sesuai dengan janjinya Atmaji ingin mengajak Mitha makan malam. Sekaligus menyuruh membawa Sinta. Tentu tujuanya untuk lebih mengenal dan melakukan pendekatan, sebagai seorang calon ayah sambung.

"Kamu jaga Ndari ya, Om mau pergi dulu." Tangannya menepuk pundak Miko berpamitan.

"Tunggu Om, mau ke mana?"

"Ada urusan … o ya, sekalian nanti kamu bujuk Ndari supaya enggak marah-marah terus."

Pria berkacamata itu meneruskan langkah kaki yang sempat terhenti. Terakhir melambaikan tangan dan menuju ke mobil. Miko masih mengamati sampai mobil itu hilang. Kemudian kembali menuju kamar Ndari untuk mengetuk pintu lagi. Namun, hasilnya tetap sama. Tak ada balasan apapun dari dalam sana.

"Ndari buka pintunya dong!" Pikiran Miko jadi tak tenang. Jangan-jangan anak itu mencoba bunuh diri lagi. Tangannnya semakin keras mengetuk tetapi ya sama saja.

"Ndari … woy, please buka pintunya dong. Aku cuman pengen mastikan kamu baik-baik saja." Tanpa perpikir panjang didobrak pintu berwarna putih itu sekuat tenaga tetapi hasilnya percuma. Hatinya semakin gelisah dan takut.

Ndari yang baru saja keluar dari kamar mandi membersihkan diri, mengamati kekasihnya heran. Cowok itu berusaha mendobrak-dobrak pintu. Memutar-mutar kenopnya sekuat tenaga sampai lepas. What! tak percaya dengan apa yang dilihat. Miko berhasil memutuskan kenop kamar miliknya, oh Tuhan.

Cowok itu sendiri tercengang tak percaya ternyata bisa lepas. Bagaimana mungkin kenop pintu sekuat itu bisa lepas. Apa jangan-jangan tenaganya yang luar biasa? Ndari berjalan menghampiri ikut memegang yang berada di tangan Miko

"Kok bisa sampai begini?" ucapnya panik.

"Astgafirullah!" Miko kaget spontan melepas apa yang digengam. Sialnya malah mengenai mengenai kaki kekasihnya.

"Awwww!" Matanya langsung berkaca-kaca. Berlutut memegang kuat-kuat jempol kaki yang sakit. Menahan dengan mata terpejam. Miko tambah panik. Lantas membantu bangkit untuk duduk di sofa. Seketika jalannya jadi pincang.

"Ma-maaf … habisnya kamu ngagetin sih," ucap Miko.

"Kok malah nyalahin aku sih," cibir Ndari kesal.

"Lagian kamu tiba-tiba muncul. Aku kira masih di dalam …."

"Ih, nyebelin!" teriak Ndari kesal.

"Sorry … bentar aku obati dulu. Ada P3K?"

"Itu di lemari!" sahut Ndari ngegas.

Miko kembali duduk setelah mengambil kotak P3K yang telah dibawa. Perlahan membuka kotak obat-obatan itu dan membersihkan luka Nadri. Pelan dan meniup penuh hati-hati, sesekali ia melirik kekasihnya.

"Maaf banget Sayang. Aku benar-benar enggak tahu kalo kamu sudah keluar … tiba-tiba kamu muncul sontak aku kaget."

Tak ada sahutan. Miko langsung menatap wajah kekasihnya, "Maaf banget … kamu maafin aku'kan?"

"Enggaklah!"

"Kok enggak sih. Kan aku sudah minta maaf," protesnya.

"Oke, aku akan maafin asalakan jempol kakimu harus seperti ini!"

Mendengar itu Miko langsung lemas, menatap wajah Ndari dengan melas. Wajahnya terlihat benar-benar imut, sampai-sampai Ndari tertawa nyengir.

"Jangan gitu dong, Sayang."

"Luka harus dibalas luka."

"Terus kalo keduanya terluka siapa yang ngobatin?"

"Ya gantianlah. Gitu aja bingung!"

"Sayang maaf ya, sudahlah jangan marah-marah lagi."

Cowok tampan itu mencoba memasang senyum manis. Semanis gula tetapi Ndari mencoba kekeh pada pendirian. Dirinya tidak ingin tersenyum. Bagimanapun harus berusaha mempertahankan raut wajah sadis. Agar Miko tak semena-mena.

Tiba-tiba saja terbesit pertanyaan dalam benak kepala. Apa Miko beneran selingkuh? Ndari masih diam menatap kekasihnya dengan penuh tanda tanya.

"Ayolah, jangan ngambek … nanti aku pulang lho," bujuk Miko menyadarkan lamunannya seketika.

"Ya udah pulang sana! Ngapain di sini, aku enggak nyuruh kamu datang kemari."

"Sayang kamu kenapa sih. Sensitif banget hari ini," keluh Miko mulai tampak bingung.

"Kenapa? Aku enggak papa kok." Kedua tangannya terlipat di atas perut mentap kekasihnya dengan tatapan tidak ikhlas. Sedangkan Miko yang sudah menyempatkan mampir kemari malah ditanggapi seperti ini. Ah, rasanya ingin emosi saja.

"Ya sudah kalo kamu mau marah. Silakan, aku enggak ngelarang."

Ndari masih saja diam tak ingin menyahut apa-apa. Hening untuk sesaat. Matanya menatap jempol kaki yang barusan diobati oleh cowoknya. Miko sampai lupa bawa dirinya membelikan Ndari sesuatu.

"Ohh ya, sebentar." Bergegas bangkit dan membuka tas. Mengeluarkan sesuatu kotak yang dihias oleh pita. Ndari masih diam sembari memikirkan apa isi kotak di dalam sana."

Disodorkannya kotak itu dengan penuh senyuman, Ndari malah diam memerhatikan.

"Ambillah ini untukmu."

"Aku enggak ulang tahun."

Miko meringis, "Emang kalo mau ngasih hadiah ke orang yang disayang harus nunggu ulang tahun, ya."

"Enggak gitu sih, maksudnya. Siapa tahu aja … kamu, mengira hari ini ulang tahunku."

"Ya elah, Sayang. Masak aku enggak ingat ulang tahun kamu. Ya ingetlah!" Miko kembali menyodorkan kotak itu.

Ndari yang menerima mengamati heran dan diam tidak langsung membuka. Sampai Miko mengerakan tangannya, "Ayo buka!"

Tak sama dengan wanita-wanita di luar sana. Miko malah bingung dengan sikap biasa saja yang ditunjukan oleh kekasihnya. Harusnya senang? tetapi wanita ini benar-benar berbeda. Bukankah seharusnya wanita menyukai kejutan? Ah, entahlah aneh memang.

"Apaan sih isinya," ucap Ndari yang sibuk membuka dan matanya terbelalak. Di dalam terdapat sebuah buku binder dan pena. Diangkatlah dua benda itu untuk ditunjukan pada Miko. Sembari menatap heran mencari-cari jawaban dari raut wajahnya.

"What! Kamu ngasih aku ini hahaha, buat apa?"

Ndari malah tertawa ngakak. Seketika kenangan masa SD teringat kembali karena buku binder yang dipegang. Miko tersenyum dan menjelaskan alasanya memberikan buku itu.

"Suka enggak? Alasanku memberikan itu supaya memudahkan kamu mencurhkan semua hal yang kamu rasakan. Tulis saja di sana."

"Maksudnya?"

"Kamu tahukan semenjak kuliah aku sangat sibuk. Bahkan tak sempat memberimu kabar. Jadi, untuk hal-hal yang ingin kamu bicarakan padaku tuliska saja di sana. Nanti ada saatnya aku membaca semua tulisanmu."

"Kamu enggak ngelawak'kan?"

"Aku serius," sahut Miko menunjukan ekspresi serius.

Ditariknya napas dalam-dalam dan diembuskan perlahan. Entah dari mana harus menjelaskan pada kekasihnya itu, sekarang sudah jaman modern.

"Aduh, Sayang! Enggak usah menggunakan buku binder beginian. Kan ada Hp yang bisa digunakan, tinggal telepon apa susahnya."

"Maksudku begini lho, aku jarang juga membuka Hp jika tidak ada kepentingan. Jadi, itu sebabnya menyuruhmu menulis di sini."

"Ohhh jadi, lebih penting kuliah kamu dari pada aku …."

Miko kembali menjelaskan, "Jelas kuliahku penting Sayang begitupun dengan kamu. Jadi …."

"Sudahlah enggak usah dibahas. Kalo memang benar saya pasti kamu memprioritaskan!"

"Sayang jangan marah dulu. Tolong dengarkan penjelasanku …." Tangannya mencoba memegang mengenggam kedua tangan kekasihnya yang merajuk.

Ndari malah berpikiran yang tidak-tidak.

"Ada sesuatu yang kamu rahasiakan? Kamu selingkuh? Ngaku!"

"Untuk apa selingkuh. Jangan berpikir yang aneh-aneh."

Dua mata itu saling berpandangan. Ndari masih tidak percaya sebab beberapa waktu yang lalu saat Miko ditelepon berkali-kali malah dimatikan.

"Sudahlah aku capek … enggak usah bohong! Kamu mengabikan teleponku bahkan kemari membawa buku ini dengan alasan enggak logis. Mohon maaf, lain kali jika berniat membodohi jangan menggunakan cara konyol!"


next chapter
Load failed, please RETRY

Weekly Power Status

Rank -- Power Ranking
Stone -- Power stone

Batch unlock chapters

Table of Contents

Display Options

Background

Font

Size

Chapter comments

Write a review Reading Status: C18
Fail to post. Please try again
  • Writing Quality
  • Stability of Updates
  • Story Development
  • Character Design
  • World Background

The total score 0.0

Review posted successfully! Read more reviews
Vote with Power Stone
Rank NO.-- Power Ranking
Stone -- Power Stone
Report inappropriate content
error Tip

Report abuse

Paragraph comments

Login