"Besok hari pernikahanku, pulanglah ke Jakarta Jens." Jaz meminta kembar identiknya dengan setengah memohon.
"Kenapa kamu berubah pikiran? Kita sepakat untuk tidak mengekspos identitas kita di depan Christabella." Di tempatnya, Jenson tampak keberatan.
Meski ia sangat mencintai Bella sejak ia masih sekolah, tapi ia tidak berani mengungkapkannya.
Ia sangat pengecut hingga kenyataan pahit menamparnya ketika ia memutuskan untuk melanjutkan study di Amerika dan mengambil alih 'Star Enterprise' Jaz si playboy kembar identiknya justru melamar Bella.
Lamaran itu diterima dan berujung pernikahan yang akan digelar besok.
"Aku tidak benar-benar ingin menikahinya Jens." Balas Jaz terdengar bersalah dan frustasi.
Jenson yang saat ini sedang berada di ruang presiden 'Star Enterprise' tampak sangat emosi sehingga dia bangkit dari kursinya dan memegang erat ponselnya, detik berikutnya buku-buku jarinya memutih.
"Apa maksudmu? Bella sangat mencintaimu." Jenson bertanya dengan suara rendah, namun jelas ribuan emosi sedang mempengaruhinya saat ini.
Entah kenapa tiba-tiba hatinya seperti dicubit dengan keras saat memiliki pemikiran Jaz mempermainkan Bella selama ini.
sedikit ketakutan di seberang sana, jadi dia dengan hati-hati berkata, "Jens, itu tidak benar. Semua ini hanya sandiwara Mommy saja yang terlalu berlebihan, aku dan Bella murni perjodohan."
Jenson meraup wajahnya frustasi sebelum ia berkata, "Perjodohan yang kau manfaatkan maksudnya?"
Jaz mengerti arah pembicaraan Jenson dan ia tertawa garing di seberang sana.
Kamera paparazi pernah memergoki mereka berciuman saat mabuk di sebuah club. Bella yang berpikir Jaz adalah Gavin, sedangkan Jaz berpikir Bella adalah Liora.
Sementara begitu berita itu beredar di publik, semua orang mengira itu bukan ciuman salah paham, tapi murni ciuman sepasang tunangan yang dimabuk asmara.
"Itu hanya salah paham Jens." Jawab Jaz setelah terdiam cukup lama.
"Terserah!"
"Jens, ayolah aku mohon! Ini kesempatanmu brother."
Kali ini Jenson yang terdiam cukup lama sebelum akhirnya menyerah dan berkata, "Hmm baiklah, kali ini permintaanmu kupenuhi, aku akan mengatur penerbangan ke Jakarta hari ini juga."
"Thanks brother."
Menggunakan jet pribadi miliknya, Jenson tiba di Jakarta keesokan harinya saat matahari baru saja terbit.
Ia kemudian menyelinap ke Magnolya Hotel menuju kamar presidential suite tempat Jaz berada dengan bantuan Antonie, asisten Jenson.
"Kau datang tepat waktu Jens," Jaz berseru penuh semangat saat melihat kakaknya datang ke tempatnya tanpa terlambat sedikitpun.
Sementara Jenson bersikap sebaliknya, dia menatap dingin Jaz seolah hendak mengulitinya saat itu juga.
"Hey brother, harusnya kau berterimakasih padaku."
"Shut up!"
Menyadari emosi di mata obsidian Jenson, Jaz pun hanya tersenyum samar dan memilih diam.
"Jelaskan padaku apa yang terjadi, semua orang memanggilmu Jenson!"
Jaz sedikit gemetar, beberapa tahun tidak bertemu dengan kembar identiknya yang keras kepala dan berhati sedingin es, membuat ia kualahan sendiri menjalin komunikasi langsung dengannya.
"Selama ini aku menggunakan namamu untuk memimpin Alex Group. Maafkan aku Jens, aku tidak pernah memberitahumu soal ini."
"Lioramu tahu semua ini?"
Jenson sengaja memberi pertanyaan seperti itu karena ia tidak mau Liora akan menyangka dia 'Jenson' versinya. Itu sangat menjijikkan bagi Jenson mengingat dia bukanlah seorang laki-laki yang pandai merayu seperti Jaz.
Jaz mengangguk dengan cepat dan berkata, "Hanya dia yang tahu, dan juga tentu saja Mommy dan Stephanie kita."
Ketegangan di wajah Jenson memudar, meski begitu wajah tampannya masih menunjukkan aura mengerikan di mata Jaz.
"Pergilah! Jangan pernah muncul lagi di depan Bella, kau yang membuat keputusan ini sendiri, jadi jangan ada penyesalan di masa depan."
Jaz mengangguk sangat serius, setelah itu ia menepuk pundak Jenson untuk berterimakasih dan berbalik pergi.
Seperginya Jaz, Jenson memejamkan matanya dan mengatur nafasnya, sebenarnya sejak ia menginjakkan kakinya ke Jakarta lagi dengan tujuan menikahi gadis pujaannya. Dia sangat gugup, bahkan jantungnya tak berhenti berdegup begitu kencang di dalam sana.
Jenson membuka matanya dan kemudian melepas hoodienya, mengganti pakaian casualnya dengan setelan jas buatan italy yang dirancang khusus untuk pernikahan hari ini.
"Tidak buruk," komentarnya begitu ia mematut diri di depan cermin dengan setelan 'pilihan' Jaz.
Meski selera Jens lebih baik daripada Jaz, tapi dia menyukai jas pengantin pilihan adiknya. Ia tersenyum tipis sebelum akhirnya membukakan pintu kamar hotel yang ternyata beberapa asisten Jaz, bersiap menjemputnya.
"Nyonya Shirley sudah menunggu di luar, mari Tuan muda!"
Jenson mengangguk dengan sikap khasnya yang dingin dan arogan.
Seketika, beberapa asisten Jaz mengerutkan keningnya dengan keras menyadari perubahan sikap 'bossnya' yang tidak seperti biasanya, penuh senyum dan sedikit bar-bar untuk sekelas CEO perusahaan terbesar di tanah air.
Jenson mengabaikannya, ia tetap menjadi dirinya sendiri tanpa peduli dengan sekitarnya.
Jaz sendiri yang meminta untuk bertukar tempat, jadi kenapa dia harus repot menjadi pribadi Jaz?
Baru beberapa langkah keluar dari kamarnya, Jenson disambut oleh dua perempuan cantik berbeda generasi.
Satunya tinggi, ramping dan masih awet muda, satunya lagi sangat muda, ramping dan tubuhnya sempurna.
Mereka berdua tentu saja Shirley Thomas dan Stephanie Alex.
Jenson melemparkan sedikit senyuman dan menerima pelukan dari kedua perempuan itu. Hatinya tiba-tiba berubah menjadi hangat setelah bertemu mereka kembali.
"Kau akhirnya kembali Kak, aku sangat merindukanmu."
Jenson mengerutkan keningnya dengan keras dan memandang Stephanie tak percaya.
"Kau tahu siapa aku?"
Stephanie tertawa.
"Tentu saja, Kak Jaz dan kau adalah dua makhluk yang kontras. Bagaimana aku tidak bisa membedakannya meski wajah kalian sangat mirip seperti pantulan cermin?"
Jenson tampak tidak senang ketika adik tirinya mengomentari perbedaan sikapnya dengan Jaz yang mencolok.
"Itu benar Jens." Sahut Shirley membenarkan.
Jenson hanya mengangkat alisnya dan tak menanggapi sedikitpun. Dia sangat irit bicara.
"Lagipula Jaz sudah meminta izin pada Mommy sebelum menyuruhmu kembali."
Jenson hanya memandang Shirley dengan seulas senyum tipis di wajahnya.
"Nyonya, pernikahan akan segera dimulai."
Suara salah satu pengawal membuat mereka mengakhiri pembicaraan dan bergegas ke ballroom.
Pernikahan dilakukan sesuai jadwal. Jenson bersama Mommy dan Stephanie juga para asistennya tiba di ballroom Magnolya Hotel tak lama kemudian.
Pada saat itu, Jenson seketika terkejut dengan suasananya yang begitu akbar dan megah, berlian telur merpati yang dipasang di langit-langit telah menciptakan langit penuh bintang. Pemandangan itu benar-benar membuatnya terpana.
Tak lama setelahnya, keterkejutannya bertambah saat melihat Christabella yang cantik bagai peri mengenakan gaun pengantin dengan atasan tabung bertahtakan berlian, higanbana di pinggang dan kereta buntut ikan.
Dengan gaun pengantin seperti itu, sosoknya yang ramping dan berlekuk menambah kesempurnaan penampilannya.
Tatapan Jenson seakan terkunci pada sosok cantiknya, hingga ia tak berkedip sekalipun.
Detik berikutnya ia tersenyum menawan dan duduk dengan gerogi di sampingnya.
Akad nikah pun dimulai.
"Sah"
Teriakan semua para tamu undangan seolah menggema memenuhi ballroom.
Jenson yang irit senyum, berubah menjadi tidak bisa berhenti tersenyum. Seolah baru kali ini ia diliputi kebahagiaan yang luar biasa dalam hidupnya.
Namun perasaan itu berbanding terbalik dengan Christabella.