masih ada yang nunggu??
cung☝️☝️kan dong. udah seabad nggak nulis😁 okedeh langsung aja kita ke TKP
Sudah seminggu kepulangan mereka ke Jakarta. Arka yang sudah kembali ke profesi nya. Dan Arsha yang bagai tahanan karna Arka sama sekali tidak memperbolehkannya melakukan pekerjaan rumah jika pria itu sedang tidak ada disana.
Namun jika Arka sudah pulang, Arsha baru diperbolehkan memasak. Hanya memasak, karna jika Arsha melakukan kegiatan lain pria itu akan marah dengan cara mendiamkannya selama tiga hari. Ya, hanya tiga hari karna Arka tidak bisa lama mendiamkannya.
Seminggu pula Arsha berubah menjadi lebih pendiam, rasa terkejut dan sakit itu kembali hadir kala netra nya kembali menangkap sosok yang telah lama hilang meninggalkan dia dan sang adik.
Kembali terlintas di kepala Arsha pertemuan singkat dan tanpa disengaja mereka.
"M_mama."
"Kamu," wanita itu terdiam cukup lama, ia tak menyangka tuhan kembali mempertemukan dirinya dan sang putri. Anak dari pria yang ia benci tapi terpaksa ia nikahi. "Sudah lama kita tidak bertemu. Padahal saya berharap kamu mati, tapi sepertinya Tuhan belum ingin mencabut nyawamu ya."
Arsha tercenung mendengar penuturan mamanya wanita yang selama ini ia rindukan kehadirannya. Ia selalu percaya bahwa sang mama tidak benar-benar membencinya. Tapi ternyata, apa yang papa nya bilang ternyata benar. Wanita dihadapannya ini tidak pernah tulus melahirkannya ke dunia.
"Ma, Arsha rindu mama. Sita juga," Arsha menatap mamanya sendu. Rasa rindu yang ada mengalahkan rasa sakit yang tercipta. Membuat pertahanan Arsha roboh. Ia rindu wanita yang telah menghadirkannya ke dunia ini. Ia rindu pelukan hangat sang mama yang bahkan beliau pernah ia rasakan.
"Alah! nggak usah bicara rindu kamu sama saya. Udah minggir kamu! Saya mau lewat," mama nya melewati ia begitu saja. Tapi kemudian wanita itu membalikkan kembali badannya. "Ohya, jangan pernah temui saya lagi. Jika kamu tidak sengaja bertemu saya, cobalah untuk pura-pura tidak melihat saya."
Arsha menatap nanar kearah sang mama yang sudah berlalu begitu saja. Tanpa bisa dicegah air matanya terjun bebas membuat aliran sungai di pipi tanpa ia sadari.
"Mbak minggir dong, saya udah kebelet nih," Arsha tersentak dan segera menyingkir dari depan pintu toilet. Rasa sesak yang sedari tadi ia tahan menguap begitu saja. Dengan lesu ia kembali ketempat duduknya bersama Arka.
Arsha kembali menghela nafas sesak kala pertemuan singkatnya bersama sang mama kembali terlintas di pikiran.
"Neng Arsha, kenapa ponselnya tidak aktif," pertanyaan dari pak Yudi membuat Arsha tersentak, ia menoleh kepada pria tua yang berjalan kearahnya.
"Iya pak?"
"Den Arka dari tadi nelponin neng Arsha, tapi nggak aktif. Katanya bapak disuruh liat neng di dalem terus disuruh supaya neng Arsha ngecek ponselnya."
Arsha mengangguk cepat, lalu ia dengan tergesa bangkit dari sana menuju kamarnya setelah pamit dengan satpam tersebut.
Saat sampai dikamar yang terletak di samping tangga Arsha segera melihat ponselnya yang kehabisan daya. Ya, memang Arka telah memindahkan kamarnya ke dekat tangga lebih tepatnya kamar tamu. Arka yang sekarang lebih perhatian atau lebih tepatnya posesif meminta agar ia tak lagi menyentuh kamarnya yang ada didekat dapur.
Arsha berjalan menuju meja rias, lalu mengecas handphone nya disana. Ia duduk di kursi tersebut sambil menghidupkan ponselnya yang telah mati total. Saat lambang smartphone dari merek ponsel nya telah muncul. Arsha meletakkan ponselnya di meja rias.
Tak berapa lama motif dari satu aplikasi muncul dengan tak sabar. Dilihatnya 39 panggilan tak terjawab dan 76 pesan yang hadir Sili berganti dari nomor yang sama.
Saat hendak membuka pesan tersebut, sebuah panggilan dari nomor yang sama kembali masuk.
Sebelum mengangkat panggilan Vidio tersebut Arsha menyeka bekas air mata yang masih ada di wajahnya.
Ia menggeser tombol panggilan kewarna hijau. Tampak wajah Arka yang merengut memandangnya.
"Kamu kenapa nggak ngangkat panggilan aku? Kan aku udah bilang kamu nggak usah masak kalau aku nggak ada," cecar Arka kala panggilan ke sekiannya bersambut.
"Waalaikum salam," balas Arsha dengan senyum manis yang ia punya.
"Assalamualaikum, jawab Sha. Kamu buat aku khawatir."
"Iya maaf, aku nggak lagi masak kok mas. Tadi lagi duduk didepan, tapi ponselnya nggak aku bawa. Aku kira kamu nelpon nya malam," balas Arsha dengan sabar.
Arka berdecak kesal, dilihatnya wajah meneduhkan milik tunangannya. Tak tega juga rasanya Arka untuk menceramahi gadis yang terkam layar kamera tersebut.
"Yaudah, emang kamu tadi lagi ngapain sih?"
"Lagi duduk sambil nonton. Aku bosan mas, pengen ngerjain sesuatu," adunya pada Arka, membuat pria tersebut terkekeh.
Arka memang lebih sering tersenyum sekarang. Tidak ada wajah datar yang terpasang di wajahnya.
"Sekarang kamu udah jadi nyonya. Nggak usah beres-beres lagi. Nanti aku cariin pembantu lain buat kamu."
"Nggak, nggak usah mas," ucap Arsha hampir teriak. Membuat Arka menaikkan alisnya bingung.
"Kenapa? Kalau nggak ada pembantu siapa yang bakal beresin rumah. Ingat aku udah larang kamu ya."
"Tapi itu berlebihan, aku bisa beresin sendiri. Lagian nggak berat kok. Kan rumah kamu nggak kotor-kotor kali mas."
"Rumah itu juga bakal jadi rumah kamu nanti. Aku udah larang kamu Arsha, jangan bantah. Aku pulang lusa kamu baik-baik dirumah ya. Pak Yudi udah aku suruh buat cari pembantu. Kamu nggak usah capek-capek dirumah ya."
Arsha pasrah, Arka ini susah buat dibantah. Kalau perintahnya dilanggar ia memang tidak marah. Tapi ia akan mendiamkan Arsha selama tiga hari. Membuat gadis itu merasa bersalah.
"Iya mas, kamu jaga kesehatan disana. Assalamualaikum."
Setelah Arka membalas salamnya telpon pun mati.
Arsha terkadang bingung harus menanggapi sikap Arka seperti apa. Terkadang pertanyaan tentang perasaan Arka padanya timbul dipikiran Arsha.
Karna setau Arsha, Arka belum mempunyai rasa apapun terhadapnya. Membuat ia bingung sendiri, akan perasaannya. Ada rasa takut akan rasa yang ia punya tidak berbalas. Atau bahkan tidak bersambut. Tapi jika ia melihat sikap yang Arka tunjukkan kepadanya. Ia merasa bahwa rasa yang ia miliki telah berbalas.
Arsha kembali menghela nafas yang kesekian untuk hari ini. Rasa-rasanya hidup yang ia jalani makin berat saja. Beban dipundaknya serasa tidak pernah berkurang membuat beban tersebut menumpuk dan membuat nya sesak.
********
Terkadang sewaktu aku menulis cerita ini, aku bingung apakah alurnya sudah pas, atau apakah tulisannya sudah pas. Karna aku merasa minder untuk memberikan cerita ini kepada kalian. Apalagi kalian tidak pernah merespon cerita aku. Jadi makin minder buat nulis.😔😔
Emang author nya masih abal-abal. Jadi ceritanya masih belum jelas. Makin lari kemana-mana alurnya. Makin lari lah pembacanya😔😔
Ngarep banget lu Mah cerita lu banyak yang baca. Ada yang liat sinopsisnya aja syukur.
Wkwkwk. Baper tau aku karna nggak pernah dapet respon berupa komen dari kalian.
Batam, 22 Desember 2019.