Download App
90% Mendekap Rasa / Chapter 18: Hutang Mama Iren

Chapter 18: Hutang Mama Iren

Alarm pada ponsel Filio sudah berbunyi, waktu terasa cepat sekali baginya karena ia baru tidur jam setengah tiga pagi. Ia pun bangun dari tidurnya, lalu beranjak ke kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya, setelah itu ia menunaikan sholat subuh. Setelah selesai sholat, rasa kantuknya belum juga hilang, Filio pun kembali merebahkan tubuhnya di atas ranjang empuk miliknya.

"Kemana Filio?" Tanya Papa Rizal yang sudah siap pergi.

"Iya, jangan-jangan anak itu belum bangun." Ujar Mama Citra, ia pun langsung beranjak menuju kamar sang anak.

Tok ... Tok ... Tok ...

"Lio!" Panggil Mama Citra sambil mengetuk pintu kamar sang anak. Filio yang baru saja memejamkan kedua matanya pun kembali membuka matanya, lalu ia membuka pintu kamarnya.

"Kamu belum sholat?"

"Udah Ma, tapi aku masih ngantuk, karena semalam nggak bisa tidur." Jawab Filio dengan matanya yang memerah.

"Papa mau minta antarkan ke Bandara tuh!" Ucap sang mama.

"Ma, aku beneran ngantuk banget. Kalau Papa naik taxi aja gimana?"

"Ya sudah deh, kamu tidur lagi sana!"

Filio pun menutup pintu kamarnya, lalu ia kembali merebahkan tubuhnya.

Mama Citra kembali ke ruang makan, lalu ia melanjutkan sarapannya.

"Pa, Papa mau Mama antar ke Bandara? Karena Filio masih ngantuk, katanya dia semalam nggak bisa tidur."

"Ohh nggak usah Ma, Mama antar Renata dan Maura ke sekolah aja."

"Lalu, Papa naik taxi?"

"Iya, biar Papa naik taxi aja."

"Oke."

Papa Rizal akan menjemput istri simpanannya dulu, setelah itu baru ia akan pergi ke Bandara.

"Papa berapa lama di Bali?" Tanya Renata.

"Kurang lebih satu minggu."

"Jangan lupa oleh-olehnya ya, Pa!" Ujar Maura.

"Iya, insya Allah."

Mama Citra pun bersiap-siap untuk mengantarkan kedua putrinya ke sekolah dengan mengendarai kendaraan roda empat miliknya.

Di waktu yang sama, Fiona sedang sarapan bersama Devan dan Papa Febri.

"Kak, kalau pulang bulan madu nanti, Mama hamil gimana?" Tanya Devan.

Fiona pun melirik adiknya tersebut, ia tidak ingin mempunyai adik dari ayah yang berbeda.

"Nggak akan Kakak anggap sebagai adik!" Tegas Fiona.

"Nggak boleh gitu dong!" Ujar Papa Febri.

"Pokoknya aku nggak mau punya adik dari laki-laki itu!" Lanjut Fiona dengan wajah yang menunjukkan kemarahannya.

Perbuatan Mama Iren yang berselingkuh lalu menikah diam-diam dengan laki-laki itu saja sudah cukup membuat Fiona malu, apalagi jika sang mama sampai punya anak lagi dari laki-laki itu, tidak akan pernah Fiona mau menerimanya.

Setelah selesai sarapan, Devan pun berangkat ke sekolah dan Papa Febri pun pergi ke kantor. Fiona kembali sendiri, ia membereskan piring-piring bekas sarapan, lalu mencucinya. Setelah itu, Fiona pun mengerjakan pekerjaan lain yaitu menyapu lantai. Jika sedang sendiri seperti ini, ia sangat merasa kesepian, kehadiran Mama Iren di rumah sangat ia rindukan.

"Fio, Mamanya ada?" Tanya salah seorang tetangga yang bernama Ibu Reni, lalu ia menghampiri Fiona.

"Nggak ada, Bu."

"Kemana ya? Udah lama nggak pernah lihat Ibu Iren?"

Fiona pun berpikir, ia bingung harus menjawab apa, karena ternyata tetangga di sekitar rumahnya belum mengetahui kalau Mama Iren sudah pergi.

"Hhmm ... Mama pulang kampung." Jawab Fiona.

"Dari kapan? Kok nggak balik lagi kesini?"

"Kurang lebih dari satu bulan yang lalu, karena Nenek sakit, jadi Mama harus mengurus Nenek disana."

"Oh, begitu."

"Memangnya ada perlu apa ya Bu?" Tanya Fiona.

"Saya mau menagih hutang, dua bulan yang lalu Ibu Iren meminjam uang pada saya."

"Berapa hutangnya?"

"Dua juta rupiah. Padahal janjinya dalam satu bulan mau dikembalikan, tapi sampai saat ini sepeserpun belum dikembalikan."

Fiona menghela nafas, ia sama sekali tidak tahu untuk apa Mama Iren meminjam uang sebanyak itu pada Ibu Reni.

"Nanti saya bilang ke Papa saya ya, Bu."

"Oke. Saya tunggu ya, karena saya sangat membutuhkan uang itu."

"Iya, Bu."

Setelah menyampaikan masalah hutang tersebut, Ibu Reni pun pergi. Sedangkan Fiona masih melanjutkan pekerjaan rumahnya. 'Untuk apa Mama meminjam uang sebesar dua juta rupiah pada Ibu Reni? Apa karena uang bulanan dari Papa kurang?' Batin Fiona.

Setelah selesai menyapu lantai, ia beranjak ke kamarnya, lalu mengambil ponselnya yang terletak di atas meja, ternyata ada pesan masuk dari Mama Iren, ia pun membukanya.

[Fio, Mama mau berangkat ke Bali dulu ya.]

Fiona pun menelepon sang mama, ia ingin menyampaikan masalah hutangnya pada Ibu Reni itu.

Drrttt ... Drrttt ...

Mama Iren dan Papa Rizal masih berada di dalam taxi menuju ke Bandara, ia pun meraih ponsel yang tersimpan di dalam tasnya, lalu ia pun mengangkat panggilannya.

[Assalamualaikum.]

[Waalaikumsalam. Mama lagi dimana?]

[Di mobil menuju ke Bandara. Kenapa?]

[Mama, kalau mau jalan-jalan, hutangnya dibayar dulu dong!]

[Maksud kamu apa sih?]

[Mama punya hutang kan sama Ibu Reni sebesar dua juta rupiah?]

[Fio, maaf nanti aja ya kita bicarakan. Byee anak Mama. Assalamualaikum.]

Mama Iren menutup teleponnya, ia tidak ingin sang suami mendengar Fiona membicarakan masalah hutang itu kepadanya.

"Siapa sih yang nelepon?" Tanya Papa Rizal.

"Anakku, Fiona."

"Oh, dia mau ngapain?"

"Biasa, mau minta uang."

Mama Iren berbohong pada suaminya itu, padahal Fiona meneleponnya bukan untuk meminta uang kepadanya.

"Memang Papanya nggak kasih uang?"

"Entahlah, mungkin Papanya nggak punya uang. Nggak seperti kamu yang banyak uang." Jawab Mama Iren sambil tersenyum menatap suami yang duduk di sampingnya itu. Mereka pun berpegangan tangan, seperti pengantin baru pada umumnya.

Sedangkan Fiona, ia sangat kesal, karena belum selesai ia bicara, Mama Iren malah menutup teleponnya. Ia mengirim pesan pada Mamanya itu.

[Mama, tadi Ibu Reni kesini menanyakan keberadaan Mama, karena Mama belum membayar hutangnya. Tolong dilunasi dong Ma]

Mama Iren masih memegang ponselnya, lalu ia pun membalas pesan dari anak sulungnya tersebut.

[Lalu kamu bicara apa pada Ibu Reni?]

[Aku bilang, Mama sedang pulang kampung, mengurus Nenek yang sedang sakit]

[Oke, makasih Fio, kamu sudah menutup-nutupi masalah keluarga kita]

[Lalu, kapan Mama mau bayar hutangnya?]

[Nanti Mama akan bayar]

Fiona berharap, Mama Iren benar-benar akan membayarnya, karena ia sendiri tidak punya uang untuk membayarkannya. Papa Febri pun tidak akan mau membayarkan hutang mantan istrinya tersebut.

Fiona melirik jam dindingnya, sudah pukul sembilan ia pun bersiap-siap untuk bertemu dengan Filio.

Di waktu yang sama, Filio masih tertidur, lalu tiba-tiba ponsel yang ia letakkan di dekatnya berbunyi. Ia pun kaget dan membuka kedua matanya, lalu menerima panggilan masuk pada ponselnya itu.

[Hallo, Mama.]

[Iya Lio, kamu sudah bangun?]

[Ini baru bangun. Mama lagi dimana?]

[Mama sedang di toko.]

[Oh, yaudah.]

[Kamu bisa jemput adik-adikmu nggak?]

[Aku ada janji mau pergi sama teman.]

[Mau kemana?]

[Mau ke Mall.]

[Oh, ya sudah.]

[Maaf ya Ma.]

[Iya nggak apa-apa. Yaudah deh, Assalamualaikum.]

[Waalaikumsalam.]


next chapter
Load failed, please RETRY

Weekly Power Status

Rank -- Power Ranking
Stone -- Power stone

Batch unlock chapters

Table of Contents

Display Options

Background

Font

Size

Chapter comments

Write a review Reading Status: C18
Fail to post. Please try again
  • Writing Quality
  • Stability of Updates
  • Story Development
  • Character Design
  • World Background

The total score 0.0

Review posted successfully! Read more reviews
Vote with Power Stone
Rank NO.-- Power Ranking
Stone -- Power Stone
Report inappropriate content
error Tip

Report abuse

Paragraph comments

Login