Download App
100% Marry a Manipulative Man / Chapter 4: Kenangan Alice

Chapter 4: Kenangan Alice

Ketika sedang memetik sayuran kubis di kebun. Alice membayangkan kehidupannya sebelum meninggal. Waktu itu, Sam datang menawarkan kerja sama bagi para petani gandum. Dan tentunya Wilson menerimanya sebab tergiur dengan keuntungan yang didapatkan.

Alice yang saat itu sedang memetik sayuran dikagetkan dengan suara bariton Sam.

"Hai, Nona. Apakah kamu mengetahui pemilik ladang gandum di bawah tebing itu?" tanya Sam pada Alice.

Alice saat itu memakai sebuah topi petani ayahnya dan hanya menunduk fokus memetik sebuah kubis. Alice bangkit dan membuka topi yang dia kenakan, rambutnya pun terurai indah saat itu. Membuat Sam terpukau dalam sekejap.

"Ya, Tuan. Ladang gandum itu merupakan milik ayahku."

Sam masih terpaku melihat keindahan wajah Alice.

"Tuan?" Alice melambaikan tangannya di wajah Sam.

"Ah iya, Nona. Bisakah aku bertemu dengan Ayahmu? Aku ingin mengajaknya bekerja sama," jelas Sam.

Alice membersihkan tangannya dan berjalan dengan Sam dibelakangnya.

"Ayah, ada yang ingin bertemu denganmu," kata Alice pada ayahnya.

"Masuklah, Tuan," perintah Alice.

Sam memasuki ruang tamu dan duduk di kursi bambu yang telah disediakan. Tampak jelas ketidak nyamanan-nya berada di rumah ini. Hal itu tergambar dari kakinya yang terlihat gusar.

"Siapa, Nak?" tanya Wilson yang baru keluar dari kamarnya.

Dia berjalan seraya mengancingkan kemejanya.

"Sam, Tuan," jawab Sam ramah.

"Saya perwakilan dari perusahaan sereal, ingin mengajak anda bekerja sama," jelas Sam seraya menyerahkan sebuah map berisi kontrak kerja sama.

Wilson mengangguk dan meneliti kontrak kerja tersebut. Meskipun dia berasal dari desa, namun dia merupakan orang yang sangat hati-hati dalam mengambil keputusan. Terutama dalam hal kontrak ini.

"Baiklah, saya setuju dengan kontrak kerjasama ini," kata Wilson tersenyum.

Di sisi lain, Alice sedang membuatkan teh untuk tamunya dan seperti biasa, siapapun tamu itu mereka akan sangat menyukai teh buatan Alice.

"Ini teh nya, silahkan dinikmati," kata Alice sembari menuangkan teh pada gelas yang telah disediakan.

Sam menatap kagum pada Alice, hingga dia pun tersenyum saat Alice menatapnya.

"Terima kasih, Nona," balas Sam tersenyum hangat.

"Ehem…" Wilson berdehem.

Sam menatap dengan canggung, "Ah iya, saya sangat senang bekerja sama dengan anda. Semoga kerjasama ini membawa keuntungan bagi kita semua."

Begitulah kiranya awal pertemuannya dengan Sam dan semenjak itu, Sam lebih sering mengunjunginya. Lalu, dia jugalah yang telah menyuruh Alice untuk melanjutkan pendidikannya ke jenjang strata satu.

Dengan keahlian Alice yang cukup mumpuni, dia berhasil mendongkrak perusahaan yang menerimanya sebagai karyawan, oleh sebab itu, jabatan yang dimilikinya dengan Sam berbeda jauh. Sam yang menikah dengan Alice, memintanya untuk berhenti bekerja agar dapat lebih fokus dengan keluarga. Dan bodohnya Alice dia mengikuti perintah Sam. Sampai pada akhirnya, Sam bermain belakang dengan Kylie asistennya.

***

"Alice, apakah sudah selesai?" tanya Wilson yang melihat Alice termenung.

Alice kaget, dan melihat Wilson yang sudah selesai memotong kayu, "I-iya ayah, sudah selesai. Hari ini aku akan memasak kubis."

Alice menyudahi aksi memetik sayuran dan berlari dengan membawa sebuah kubis yang cukup besar.

"Hati-hati, Alice."

"I-iya he…he…" Alice menggaruk tengkuknya yang tak gatal.

Setelahnya dia mulai ke dapur dan mulai pertempuran dengan alat masak di sana. Harum masakannya sampai membuat Wilson tergugah untuk segera menyantap masakan putrinya.

"Makanan sudah selesai," riang Alice membawa sebuah mangkuk ke atas meja makan.

"Hmm…sepertinya enak," balas Wilson tersenyum.

Lalu, mereka berdua menyantap makanan itu dengan hati yang riang. Benar saja, bila menyantap makanan bersama orang terkasih merupakan hal yang paling indah yang pernah ada.

"Sesudah makan, ayah ingin ke ladang gandum. Apakah kau ingin ikut?" ucap Wilson menyuapkan makanan itu ke mulut.

Alice mengangguk, "Iya Ayah, aku ikut."

Setidaknya dengan ikut bersama Wilson, Alice dapat mencari tahu hal apa saja yang dibutuhkan dalam proses penanaman gandum. Dengan begitu, akan lebih mudah baginya untuk merawat agar gandum tersebut berlimpah ruah.

"Baiklah, nanti ayah juga akan memperkenalkanmu pada seorang pria yang juga belajar tentang penanaman gandum."

"Siapa Ayah?" tanya Alice penasaran.

"Nanti kau akan mengetahuinya, sayang," ungkap Wilson seraya mengecup singkat puncak kepala Alice. Setelahnya dia pun pergi untuk mempersiapkan beberapa barang yang dibawa ke ladang gandum.

Alice membersihkan peralatan makannya dan ikut mempersiapkan barang yang akan dibawa.

***

"Apakah gandum ini siap dipanen, Ayah?" tanya Alice ketika sampai di ladang gandum.

"Benar Alice, sekitar satu minggu lagi gandum-gandum ini akan siap panen," balas Wilson.

Pemandangan di ladang gandum bahkan lebih indah daripada rumahnya. Dan udaranya yang terbilang asri membuat Alice terpukau sepersekian detik.

"Di tebing itu kau jatuh saat mengambil bunga edelweis," tunjuk Wilson mengingatkan Alice.

"Tapi Ayah, aku tak ingat apapun,"

"Ayah paham, Alice. Lagipula bunga itu sangat berharga untukmu."

Wilson beralih pada sebuah alat untuk mengusir burung.

"Kau benar, Ayah. Aku harap kisah cintaku seperti halnya makna bunga edelweis," lirih Alice yang masih mampu didengar Wilson.

"Semoga, Alice. Kau akan mendapatkan itu," Wilson tersenyum menatap putri tunggalnya.

Bagaimanapun seorang ayah akan sedih bilamana putrinya disakiti oleh orang lain. Terlebih bila dia telah salah mempercayakan orang lain untuk menjadi teman hidup putrinya. Seorang Ayah akan merasakan gagal ketika melihat putrinya menangis karena pria brengsek.

"Emm Ayah, dimanakah pria yang akan kita temui?" tanya Alice.

"Sebentar lagi, dia juga merupakan seorang dosen. Ayah mengetahuinya saat dia menceritakan bagaimana susahnya membuat tesis tentang tanaman gandum."

"Bukankah mahasiswa juga melakukan penelitian semacam itu, Ayah?"

"Iya, dia menceritakan pekerjaannya dan menceritakan suka dukanya saat menempuh pendidikan jenjang strata satu," imbuh Wilson.

"Menarik," ucap Alice manggut-manggut.

"Tentu, bahkan ayah sangat menyukainya. Dia pria yang sangat baik, Alice."

Wilson sengaja memuji pria itu di hadapan Alice. Semata-mata hanya untuk membuat Alice terkesan dan menolak ajakan pernikahan dari Sam. Tentunya melihat gerak-gerik Sam yang sangat mencurigakan membuat Wilson muak. Dan langsung meragukan keseriusan Sam.

"Selamat pagi, Tuan," sapa seorang pria dengan setelan kaos hitam dan celana bahan selutut.

Keduanya memandang sumber suara dan mendapati seorang pria bertubuh tegap dengan rahang yang cukup tegas.

"Hai, Nak. Kemarilah." sambut Wilson ramah.

Pria berkacamata dengan netra sebiru laut. Rahang tegas serta potongan rambut yang rapi membuat Alice terkesan. Namun, ada yang salah pria dihadapannya ini bahkan tak asing bagi Alice.

"Hai, Alice." sapa pria itu.

Alice terjingkat ketika mengetahui pria dihadapannya saat ini. Dia merupakan dosen yang mengajar di fakultas pertanian di kampusnya. Seringkali Alice juga bertatap muka dengan dosen ini, namun belum pernah berbicara sedekat ini dengannya.

"Tuan Felix?" ragu Alice.


next chapter
Load failed, please RETRY

New chapter is coming soon Write a review

Weekly Power Status

Rank -- Power Ranking
Stone -- Power stone

Batch unlock chapters

Table of Contents

Display Options

Background

Font

Size

Chapter comments

Write a review Reading Status: C4
Fail to post. Please try again
  • Writing Quality
  • Stability of Updates
  • Story Development
  • Character Design
  • World Background

The total score 0.0

Review posted successfully! Read more reviews
Vote with Power Stone
Rank NO.-- Power Ranking
Stone -- Power Stone
Report inappropriate content
error Tip

Report abuse

Paragraph comments

Login