"Udah selesai kelasnya?" Tanya Aksa saat melihat Lisa keluar dari kelas.
"Menurut Lo?" Sinis Lisa.
Ia berjalan kembali melanjutkan langkahnya dan meninggalkan Aksa yang berada di belakang nya.
Aksa menaikkan alisnya ketika merasa ada yang aneh dengan tingkah Lisa hari ini.
"Lis." Panggil Aksa.
Lisa menghentikan langkahnya dan kemudian berbalik untuk melihat Aksa.
"Apa?" Tanya Lisa.
"Lo sakit?" Tanya Aksa lagi.
Kara menaikkan alisnya, ia berpikir sebentar sebelum menjawabnya. "mungkin." Jawab Lisa dan kemudian langsung melangkah untuk melanjutkan langkahnya.
Ia ingin cepat-cepat pulang kerumah saat ini dan kemudian baring di atas tempat tidur yang empuk.
Ia ngantuk berat sekali, ini semuanya karena dirinya nekat begadang hanya untuk nonton Drakor Mine yang begitu membuat ia penasaran dengan setiap kelanjutan nya itu.
Ia tak habis pikir, bagaimana seorang penulis bisa menulis dengan begitu bagus seperti itu. Bahkan cerita yang ia tonton semalaman itu membuat ia ingin menjadi seorang penulis agar bisa membuat karya yang seperti Drakor itu.
Tapi, sepertinya itu pasti sangat sulit sekali. Harus melewati berbagai macam riset, mengorbankan jam tidur dan bahkan harus terus berpikir.
Ah, sepertinya ia harus mengubur dalam-dalam impiannya itu yang ingin menjadi seorang penulis. Rasanya begitu berat, dirinya nggak akan kuat. Biarkan saja mereka-mereka saja, Sementara dirinya hanya perlu untuk menikmati setiap adegan demi adegan yang sangat menarik itu.
Ia tidak menyukai segala sesuatu yang begitu rumit. Sedangkan hidup yang simpel saja membuat ia menjadi tak karuan apalagi harus menjalani hidup ribet, bisa-bisa ia bunuh diri.
Lisa melambaikan tangan nya pada sebuah taksi. Hari ini ia memutuskan untuk naik taksi saja agar ia bisa tertidur dengan nyaman.
Saat taksi tersebut mendekat tiba-tiba taksi itu melaju meninggalkan dirinya. Hal itu sontak membuat mata yang satu itu kini menjadi terbelalak.
"Woy! Lo nggak mau duit apa huh? Padahal jelas-jelas gue liat di dalam kosong." Rutuk Lisa, ia tak terima dengan perlakuan tukang taksi itu Padanya. Padahal kan ia jarang-jarang banget mau naik taksi.
"Kenapa sih? Marah-marah Mulu Lo dari tadi, cepat tua baru tau rasa Lo." Suara Briton itu langsung mencuri perhatian Lisa. Meskipun ia tahu siapa pemilik suara tersebut tapi ia tetap saja ingin melihat lagi dan lagi.
"Ngapain sih Lo?" Sinis Lisa.
"Lo yang ngapain huh? Marah-marah nggak jelas, terus muka kusust gini. Lo sakit?"
"Kalau gue bilang emang Lo akan peduli huh? Nggak kan! Jadi berhentilah untuk berpura-pura baik dengan ku wahai tuan muda Aksa." Sinis Kara, ia benci dengan Aksa yang terus mengekor dirinya seperti ini.
"Apaan sih Lo! Ya pasti lah gue peduli. Emang nya selama ini ada apa gue nggak peduli sama Lo huh? Nggak kan? Hari-hari gue, gue habiskan hanya untuk sama Lo doang Lis."
Baru saja Lisa ingin menjawab apa yang dikatakan oleh Aksa itu, sebuah suara membuat keduanya langsung menoleh.
"Aksa." Panggil seorang wanita yang saat ini sedang berjalan ke arah mereka dari arah samping kiri.
Aksa menyipitkan matanya, beberapa kali ia mengerjapkan mata untuk memastikan apa yang ia lihat itu tidak salah.
"Fany." Ucap Aksa begitu pelan sekali tapi masih bisa membuat Lisa yang ada di sampingnya itu dengar.
"Ah benar, kamu Aksa kan?" Ucap Wanita itu lagi saat sudah berada tepat di depan mereka berdua.
Aksa mengangguk kan kepalanya sebagai jawaban, "kamu Fany? Iya nggak sih?" Tanya Aksa, ia takut ia salah untuk mengenal seseorang. Tak bertemu dalam waktu yang begitu lama membuat Aksa sedikit melupakan wanita di hadapannya itu.
"Iya, ini aku Fany." Jawab wanita yang bernama Fany itu sambil tersenyum.
"Ah, benar ternyata." Ucap Aksa dan kemudian ia langsung menarik wanita itu untuk masuk ke dalam pelukannya.
Mereka berdua berpelukan dengan erat cukup lama Sekali. Dan Lisa yang berada di samping Aksa itu hanya bisa melihat saja apa yang mereka berdua lakukan.
Sakit? Ah, entahlah! Kenapa hatinya begitu lembek seperti agar-agar ini. Padahal kan ia sudah melepaskan Aksa untuk bahagia bersama yang lainya. Dan juga, mereka berdua memang sepakat untuk tetap berteman sampai akhir hayat tanpa mengingat lagi bahwa mereka berdua pernah berada dalam hubungan spesial.
Tapi ini? Mengapa terasa begitu berbeda sekali? Apakah memang seperti ini jika masih berhubungan baik dengan mantan.
Apakah ini yang dinamakan bahwa tak ada jalinan baik-baik saja bersama mantan?
Entahlah! Ia Benar ingin sekali berteriak dan menarik Aksa untuk pulang ke rumah saat ini.
Ia benci melihat Aksa dan wanita lain itu berpelukan tanpa berniat untuk melepaskan satu sama lainnya.
Ia berdehem namun deheman itu tak membuat keduanya melepaskan pelukan, padahal ia sudah menaikkan oktaf suaranya.
Ah sudahlah! Daripada ia terus berada disana seperti obat nyamuk lebih baik ia pergi saja. Toh, lama-lama disana sangatlah tidak baik untuk kesehatan mental, hati dan juga jantung nya.
Sebuah taksi terlihat sedang mendekat ke arahnya, Lisa langsung melambaikan tangan untuk menghentikan taksi tersebut.
Untung saja taksi itu berhenti saat melihat lambaian tangannya tadi. Ia menoleh sebentar ke arah belakang untuk melihat Aksa sekali lagi yang masih dalam keadaan yang sama seperti tadi.
"Cih! Nggak malu apa pelukan begitu lama di tempat umum seperti ini? Untuk apa coba? Dasar!" Rutuk Lisa dan kemudian ia berjalan ke arah taksi tersebut. Ia menutup pintu taksi dengan sangat keras untuk meluapkan kekesalannya pada Aksa.
Entahlah, ia juga tak tahu kenapa ia kesal seperti ini. Rasa kantuk nya pun juga sudah hilang, kini ia sudah tak berselera lagi untuk tidur dan pulang kerumah cepat-cepat. Tapi Kemana ia akan pergi?
Supir taksi itu melanjutkan taksinya meninggal Aksa dan juga Fany.
Sementara Aksa, ia baru teringat dengan Lisa saat ini. Karena Begitu senang bertemu dengan Fany ia jadi mengabaikan Lisa.
Matanya melebar dengan sempurna saat ia tak melihat keberadaan Lisa di manapun. Dengan cepat ia langsung menguraikan pelukannya hingga membuat Fany langsung menaikan alisnya.
"Ada apa Sa?" Tanya Fany.
Namun Fany tak mendapatkan jawaban apapun dari Aksa, ia terus menyapu arah jalak dan sekelilingnya untuk mencari dimana Lisa saat ini.
"Aksa." Panggil Fany lagi, ia menyentuh lengan tangan Aksa.
Aksa menoleh ke arah Fany saat merasakan sentuhan lembut dari Fany di lengannya itu.
"Ada apa?" Tanya Fany dengan lembut.
"Lisa, dimana Lisa sekarang Fan?" Ucap Aksa dengan begitu panik saat ini. Ia tak bisa untuk berpikir dengan jernih lagi.