"Dimana dua pria bodoh itu?" tanya lucas saat menyadari hanya Harry saja yang berada di ruangannya.
"Kau lupa?"
Lucas mengernyit bingung. Apa yang ia lupakan tentang dua pria itu?
"Mereka mengawasi wanita bernama Flora yang disiksa para anak buah di ruang bawah tanah," lanjut Harry yang kini sibuk memasang perban di lengan Lucas yang sudah ia jahit sebelumnya.
Lucas hanya mengangguk menanggapi. Lalu segera berdiri setelah memastikan Harry sudah menutup lukanya dengan perban putih itu.
"Your welcom, Dude," celetuk Harry yang melihat tuannya itu langsung menuju ruang ganti tanpa mau bersusah payah mengucapkan kata terimakasih padanya. Jadi, ia berniat menyindir Lucas? Astaga ... yang benar saja. Mana mau Lucas mengatakan itu meski tak ada biaya pengeluaran setelah mengucapkannya pada Harry.
"Thanks."
Harry melotot tak percaya dengan apa yang ia dengar. Hei ... benarkah itu tuannya yang mengucapkan kata sederhana tetapi berharga itu? Jujur Harry tak percaya.
Lucas menatap malas pria yang kini menjatuhkan rahangnya. Astaga Lucas berharap ada singa yang masuk ke dalam mulut busuk itu sebelum dia sendiri yang menutupnya. Dia pria yang berlebihan.
"Jika kau tak segera siap-siap, aku akan meninggalkanmu di sini," ancam Lucas karena ia kini sudah kembali rapi dengan setelan jeans hitam dipadukan jacket kulit warna senada, bahkan pria itu juga sudah memasang kembali topeng wajah palsu yang tersedia dan itu sama persis.
Harry segera berdiri dari duduknya, mereka harus sudah di mansion pukul satu pagi nanti karena mereka akan melakukan perjalanan bisnis ke New York besok. Dan sekarang sudah jam sebelas? Oh ayolah ... yang benar saja. Bisa remuk tubuh mereka jika kekurangan energi untuk besok.
"Erix dan Mike biarkan menyusul," ujar Lucas yang mulai melangkah keluar dengan Harry di belakangnya.
"Holmes sudah kau bunuh, Xian?" tanya Lucas mengubah nama Harry lagi saat melihat banyak anak buah yang berjaga.
"Sudah, Tuan. Your wolf juga melakukan tugasnya dengan baik."
Tak ada sahutan lagi. Lucas dan Harry terus melangkah sampai mereka benar-benar keluar dari markas dan telah ditunggu helicopter dan satu anak buah di sana yang akan mengantarkan mereka.
"Selamat malam, Tuan besar."
Lucas hanya mengangguk menanggapi sapaan salah satu anak buahnya itu. Ia lantas masuk setelah sebelumnya dipasangi alat pengaman di tubuhnya.
"Di sana masih ada Torito dan Rovier. Baritahu mereka bahwa kami kembali lebih dulu," ucap Harry pada anak buah di bawah sebelum menutup pintu dan helicopter siap di terbangkan.
Pria anak buah itu mengangguk dan segera menghindari area penerbangan helicopter. Ia juga harus memberitahu Torito dan Rovier tentang amanah dari Xian.
"Tuan kau tak akan kembali ke rumah besarmu? Tuan besar masih dalam keadaan kritis karena baru saja jantungnya kembali bermasalah," lapor Harry yang kini meneliti detil riwayat penyakit ayah tuannya itu.
"Sudah ku ulang berapa kali jawabanku, Harry?" tanya Lucas tanpa mengalihkan matanya dari ponsel.
Harry mengangguk mengerti. Ia kembali diam dengan jari-jarinya sibuk menekan keyboard dan sesekali memperhatikan sesuatu di layar iPad-nya. Ia tak mau mengusik ketenangan tuannya untuk saat ini. Tuannya baru saja kembali dari kesunyian yang ia ciptakan dan Harry tak mungkin membuat tuannya kembali pada kesunyiannya. Menyakitkan sekali melihat tuannya saat seperti itu.
"Jika pun aku ingin kembali ke rumah itu, orang itu haruslah sudah tak ada di sana."
Harry langsung menoleh mendengar ucapan tuannya.
Lucas mengembalikan ponsel ke dalam saku celananya.
"Rumah adalah tempat kembali. Yang kau sebut rumah besar bukanlah rumah asliku tapi gudang penampungan anak butuh kasih sayang sepertiku."