Ini adalah kunjungan pertama seorang teman ke rumah Ulrica sehingga ia begitu bersemangat untuk mengetahui alasannya.
'Padahal Aku tidak pernah membayangkan jika akan ada teman yang datang ke rumahku! Namun aku sangat senang akan hal ini,' batin Ulrica yang benar-benar excited.
Tiffany mengatakan jika ini juga merupakan kunjungan pertamanya ke rumah seorang teman.
Karena semenjak ia berada di sebangku sekolah ia tidak pernah mendapatkan seorang teman sama sekali.
Dan itu semua karena penampilan Tiffany yang tidak sesuai dengan standar kecantikan orang sana sehingga membuatnya dijauhi dan terus di-bully.
"Jadi, aku tidak pernah memiliki teman dan kamu adalah orang pertama yang bersedia berteman denganku. Aku sangat senang karena di sekolah aku sudah memiliki teman dan tidak akan kesepian," ujar Tiffany panjang dan lebar mengungkapkan kebahagiaannya.
Ulrica tidak menyangka jika kehadirannya akan membuat Tiffany begitu bahagia. Padahal Ulrica merasa jika Tiffany bukanlah orang yang buruk.
Namun karena penilaian orang lain yang pertama kali adalah fisik, maka sudah pasti jika Tiffany akan diperlakukan tidak sama.
'Haih, Aku tidak pernah menyangka jika selama ini dia benar-benar kesepian. Apakah ini berarti aku harus berterima kasih pada Nicholas?' batin Ulrica yang berpikir.
Ulrica begitu senang membantu orang sehingga ia langsung mengingat kronologi bagaimana ia bisa berteman dengan Tiffany.
Jika tidak ada Nicholas yang menjadi siswa baru di sekolahnya, mangga kemungkinan besar sampai lulus SMA, Tiffany tidak akan mendapatkan seorang teman.
Namun, Ulrica langsung mengubah pemikirannya ketika teringat akan perlakuan Nicholas padanya yang semena-mena pada dirinya.
'Najislah! Anggap saja sekarang kita impas! Ya kali aku mau berterima kasih pada pria begajulan itu,' batin Ulrica yang berubah pikiran.
Setelah berbicara pada Ulrica, Tiffany nampak mengeluarkan sesuatu dari dalam tasnya. Ternyata Itu adalah sebuah bingkisan.
"Ulrica, aku ada sedikit oleh-oleh untukmu. Terimalah." Tiffany memberikan bingkisan itu pada Ulrica.
"Tidak mau! Kamu tidak perlu repot-repot membawakan sesuatu untukku. Hanya dengan kedatanganmu saja aku sudah senang! Simpan kembali!" Ulrica mendorong kembali tangan Tiffany yang membawakan bingkisannya.
Tiffany murung, dan menundukkan kepalanya. Kemudian meremas erat bingkisan yang ia bawa.
"Apa kamu tidak mau menerimanya karena ini pemberian dari orang miskin seperti aku? Apakah aku tidak pantas memberikan hadiah untukmu?" tanya Tiffany dengan suara yang gemetar. Bahkan tubuhnya pun ikut gemetaran.
Ulrica pikir jika Tiffany telah salah paham atas penolakannya. Ulrica tidak bermaksud untuk menilai buruk bingkisan yang akan diberikan Tiffany.
Ulrica hanya tidak ingin merepotkan Tiffany karena Tiffany sudah jauh-jauh datang ke rumahnya dan masih memberikan sesuatu padanya.
Karena tidak tega melihat Tiffany bersedih dan merasa bersalah, akhirnya Ulrica meminta maaf pada Tiffany.
"Tiffany, aku tidak bermaksud seperti itu! Namun jika kamu memaksa, maka aku akan menerima bingkisan itu. Tetapi tolong, jangan bersedih lagi, ya?" bujuk Ulrica agar Tiffany bisa tersenyum kembali.
Rupanya Ulrica berhasil membujuk Tiffany dan membuatnya kembali tersenyum. Tiffany pun menyerahkan kembali bingkisan itu pada Ulrica dan kali ini Ulrica mau menerimanya.
"Terima kasih karena mau menerimanya! Itu aku buat sendiri dengan kemampuanku yang terbatas! Semoga kamu suka," ucap Tiffany dengan senyum merekah di wajahnya.
'Haih, dia benar-benar membuatku tidak berdaya!' batin Ulrica lalu menghela nafasnya.
Karena Tiffany mengatakan jika itu dibuat dengan tangannya sendiri, Ulrica jadi penasaran dengan isinya.
'Kira-kira apa yang dia bawa? Sepertinya bukan baju ataupun tas,' batin Ulrica mencoba menebaknya.
Setelah bingkisan itu dibuka, ternyata itu adalah sebuah gantungan kunci berbentuk hati berwarna merah yang terukir nama Ulrica.
Ini juga kali pertama Ulrica mendapatkan hadiah dari seseorang. Ulrica jadi terharu sampai menitikkan air matanya.
"Ini sangat bagus. Aku... aku sangat menyukainya! Terima kasih, Tiffany." Ulrica terus memandangi gantung kunci itu.
"Syukurlah kalau kamu suka! Lain kali aku akan membuatkan yang lain untukmu." Tiffany semakin bahagia karena melihat Ulrica yang senang.
Karena ini adalah hadiah pertama dari seseorang, Ulrica pun menyimpan di dalam kamar sebentar agar tidak hilang.
Ulrica menaruh gantungan itu di gantungan yang ada di meja belajarnya. Setelah itu, Ulrica keluar dari kamarnya dan mengajak Tiffany pergi.
"Tiffany, ayo, keluar! Aku ajak jalan-jalan," ajak Ulrica yang tiba-tiba sangat bersemangat.
"Jalan-jalan? Memangnya kita mu ke mana?" tanya Tiffany yang penasaran.
Padahal niat hati Tiffany adalah bermain di rumah Ulrica. Namun ia tidak menduga jika Ulrica malah akan mengajak dirinya keluar.
"Kita pergi ke time zone saja, yuk! Kan ada banyak permainan yang bisa membuat kita senang! Bagaimana?" tanya Ulrica lagi menawarkan diri.
Sebelumnya Tiffany belum pernah pergi ke Time zone bersama dengan seorang teman. Selalunya dia pergi sendirian karena ia tidak memiliki seorang teman pun.
Jadi ketika Ulrica mengajak Tiffany ke sana rasanya seperti sebuah mimpi yang menjadi kenyataan.
Tiffany merasa jika Ulrica adalah sosok Dewi yang dikirimkan padanya untuk menjadi penerang di dalam hidupnya.
Karena tidak dapat menahan diri, Tiffany langsung memeluk Ulrica dengan erat sampai membuat Ulrica terkejut.
"Ulrica, terima kasih banyak! Aku benar-benar bahagia bisa kenal denganmu!" Tiffany sampai terharu di pelukan Ulrica.
Ulrica sebenarnya hanya ingin membalas kebaikan Tiffany. Dan ia juga senang juga bisa membuat orang lain senang.
Karena keduanya sudah sepakat akhirnya mereka berangkat ke time zone. Namun, Ulrica meminta Tiffany untuk menunggunya di ruang tamu sementara dirinya mengganti pakaiannya.
Saat Ulrica masuk ke dalam kamarnya, tiba-tiba mamanya menghampiri Tiffany dan duduk di sampingnya.
'Aku harus melakukannya dengan cepat!' batin mama Ulrica yang tergesa-gesa.
Rupanya Iya terus memperhatikan Ulrica dan Tiffany sedari tadi dan yang menunggu saat seperti ini yang akhirnya datang juga.
Tiffany agak takut karena mama Ulrica datang secara tiba-tiba dan langsung duduk di sampingnya.
Karena Tiffany sudah terbiasa bersikap sopan santun, maka saat melihat kedatangan mamanya Ulrica ia langsung menyapa.
"Halo, Bibi! Apa ada yang bisa saya bantu?" tanya Tiffany dengan gugup.
Mamanya Ulrica menatap ke arah perginya Ulrica. Ia nampak mengecek sesuatu namun Tiffany tidak tahu apa itu.
'Apa yang sebenarnya sedang dilakukan oleh Mamanya Ulrica?' batin Tiffany yang bingung.
Setelah dirasa aman, Mamanya Ulrica tidak mau basa-basi lagi. Ia langsung menggunakan waktunya dengan baik.
"Nak, tadi apa saja yang kamu bahas dengannya? Apakah dia ada membicarakan aku?" tanya mama angkat Ulrica.
Tiffany sudah senam jantung seperti simulasi mati karena menunggu pertanyaan mama Ulrica.
Namun ternyata pertanyaannya begitu sepele. Tetapi membuat Tiffany menjadi benar-benar bingung.
"Kami sama sekali tidak membicarakan Tante! Memangnya ada apa, Tante?" tanya Tiffany yang ingin tahu.
TBC...