Lummia sedang berdiri menghadap laut dari tepi tebing, menikmati senja serta keindahan alam semesta. Bersama dengan Aulus bercerita tentang masa lalu saat awal datang ke dunia manusia, hingga detik ini. Melihat proses evolusi manusia, dari peradaban kuno menuju era modern yang begitu canggih. Melewati 3 kali masa revormasi dunia, setelah ledakan nuklir yang menewaskan bejuta-juta jiwa, serta melumpuhkan berbagai macam tekhnologi mengakhiri masa orde baru. Kini umat manusia kembali melangkah dan terus mengembangkan dunia mereka menjadi seperti apa yang mereka impikan. Walau sempat harus kembali menggunakan alat-alat di zaman kuno, namun dalam waktu 1 abad mereka dengan cepat membangun dunia impian mereka. Sepertinya negeri para manusia lebih canggih di bandingkan negeri Fantasy.
Ditengah-tengah mereka bercerita dan berbincang, seorang kurir pembawa pesan dari negeri Elf memotong ketenangan tersebut. Ia menundukkan kepala untuk memberikan hormat kepada Pangeran Lummia.
"Pangeran hamba membawa kabar baik dan buruk dari dunia Elf." lapor seorang pembawa pesan.
"Sampaikan kabar baiknya!" Pinta Lummia.
"Dunia Elf kini telah kembali berdamai dengan negeri dongeng lainnya, raja agung telah berhasil memenangkan pertarungan tersebut." jelasnya.
"Lalu apa kabar buruknya?"
"Seorang manusia berdarah elf berhasil memasuki negeri dongeng dan mencuri sebuah buku sihir di setiap negeri."
Lummia tercengang dengan keberanian manusia tersebut, namun begitu geram dengan tingkah lakunya yang sembrono. "Brak!!!" ia memukul meja membuat prajurit dan lainnya yang ada disana bergemetar merinding.
"Kumpulkan seluruh prajurit!" titahnya pada seorang komandan.
"Siap tuan!"
Beberapa saat kemudian di lapangan depan laboratoriumnya telah dipenuhi oleh pengawal yang terdiri dari lima ratus parjurit manusia dan lima ratus prajurit robot. Seluruh prajurit dengan sigap menerima titahnya, berbaris dengan senjata lengkap kehadapan. Lummia menceritakan hal yang terjadi kemudian, "Cari dan tangkap manusia yang telah membawa kabur buku-buku itu, cari di lorong waktu dan lubang cacing, cari hingga ujung alam semesta legenda itu tidak boleh terjadi hari ini!!!!" titahnya pada para pengawal kerajaan.
"Siap, kami akan melaksanakannya mengorbakan jiwa dan raga demi masa depan umat manusia." mereka serempak menjawabnya tegas dan lantang. Setelah itu tanpa menunggu waktu mereka sudah berpencar menyelesaikan tugas yang telah diberikan.
---------------------------------------------------------------
Sedangkan di lain zaman di abad ke-20.
"Dhika!!! awas!!!" teriak seseorang memberikan peringatan. Tak sempat aku menoleh ke belakang mencari sumber suara, sebuah troli dengan kencangnya berlari di atas lorong yang menurun menumbur badanku. "Grubak!!!" aku tersungkur ke depan dengan wajah yang mencium lantai. Sedangkan barang-barnag yang ada di dalamnya berserakan menindih tubuhku.
"Dhik, lu nggak apa-apa kan??" tanyanya panik.
"sssshhh... aduuuhhh!!!"
Ia tetap berdiam dengan pertanyaan yang sama tanpa memedulikan diriku yang tertimpah begitu banyak buku. "Weeeeehhhh... diem aje lu, bantuin gw napa dah!" ujar ku kesal.
"Yuk, lu gk apa-apa kan, Dhik?" ia mengulurkan tangannya.
"Dah-dah, gw bisa sendiri, telat lu ngebantuinnya!" dengan nada kesal mengomeli kecerobohannya. "Lagian lu ngapain bawain buku sebanyak ini, mana buku mantra semua lagi lu bawain?" tanyaku.
"Oh ini, gw pengen belajar sihir-sihir yang ada di buku, buat ujian besok." jelasnya.
"Weeehh... lu lupa apa pikun? semenjak itu alat dipasang di atas sana, kita nggak ada energi sihir." ujarku masih sedikit kesal seraya menunjuk sebuah bola kecil yang dapat menyegel energi sihir. "Lagian sejak kapan sekolahan ini ada ujian praktik sihir? dari zaman nenek moyang sekolah yang berbasis normal nggak pernah menggunakan energi sihir buat kurikulum pendidikannya." jelasku panjang lebar. dan lagi aku sedikit heran kenapa ia bisa lupa dimana ia berada saat ini? atau karena terlalu fokus membaca tumpukan buku sihir itu? ah sudah lah mungkin saja ia sangat merindukan menggunakan sihirnya.
"Eh iya kah? aduh yaudah gw ke perpus lagi mau ngembaliin semua buku-buku ini, mau ikut nggak?" tukasnya kebingungan.
"Hmm nggk deh, gw ada urusan di kelas lain." aku membuat alasan agar tak pergi bersamanya.
Akhirnya ia mendorong trolli itu dengan susah payah kembali ke perpustakaan. "Semoga kau bisa sampai atas sana kawan." gumamku dalam hati meninggalkannya sendirian, aku terlihat egois tidak sih?
Hai, aku Dhika Dwi Pratama, umurku saat ini 18 tahun dan sedang duduk di kelas 12 SMA. Rambutku lurus membelah dua, wajah yang sedikit tirus, sebuah tahi lalat di sebelah kanan daun telinga. Tak terlalu tinggi tapi selalu menjadi paling tinggi di antara orang-orang pendek. Berkacamata salah satu indentitas yang menjadikan seseorang terlihat bijaksana dan cerdas, namun sebenarnya kebalikan dari kata itu.
Teman yang menabrakku dengan sebuah Trolli ia bernama Zabihul Qassam, terlalu cerdas sehingga membuat orang lain iri padanya sedangkan guru-guru selalu mengirimnya ke kejuaraan akademic di setiap event. Ia berambut ikal, sebuah tahi lalat chocochips tumbuh di pipinya. Sepertinya akhir-akhir ini ia kurang meminum segelas air pegunungan AQUA, membuatnya tidak terlalu konsen dan sedikit lola (loading lama) hehehehe.
Aku perkenalkan dunia manusia pada era zaman ini, setelah perang salib terjadi beberapa tahun kemudian penggunaan sihir begitu meluas hingga era modern. Seseorang dengan inisial AGE yang menemukan cara untuk menggunakan sihir sebagai alat untuk berbagai macam keperluan dari mulai perkebunan, pendidikan, dokter, hingga militer semuanya menggunakan sihir. Beberapa orang sebelumnya menganggapnya adalah orang gila atas penemuan besar tersebut, akhirnya karangan bukunya terpendam oleh waktu. Hingga pada abad ke-19 seorang pria mempelajari sihir itu dalam waktu dua tahun ia telah hafal berbagai macam mantra dan benar saja keajaiban itu terjadi. Manusia begitu tercengang atas hal itu, beberapa orang masih tidak percaya namun sebagian lainnya telah mempelajari hingga mereka menemukan berbagai macam element sihir baru, dan dianggap lebih kuat dari sihir generasi awal. Dan akhirnya manusia dibagi menjadi 2 golongan, manusia tanpa sihir (Bolgana) dan manusia sihir (Ebina). Namun beberapa tahun ini deskriminasi tersebut telah punah dari bumi, semua orang hidup berdampingan dengan damai.
Untuk menciptakan manusia sihir lebih banyak para raja membangun sekolah sihir. Namun aku sendiri tidak bersekolah di sekolah sihir, yaitu di sebuah sekolah berbasis netral yang benar-benar menekan larangan penggunaan sihir, karena peraturan untuk tidak keluar dari batas sekolah itu sudah ada sejak zaman nenek moyang, hingga akhirnya larangan penggunaan sihir portal agar para siswa tidak kabur seenaknya saja. Karena larangan itu terus dilanggar, langkah terakhir para guru membuat alat yang dapat menyegel kekuatan sihir. Untuk pelajaran sihir pun hanya menjadi pelajaran tambahan.
----------------------------