Download App
56.25% Let Go (Omegaverse) / Chapter 27: Responsibility

Chapter 27: Responsibility

Aku merasakan seseorang sedang mencium pipiku. Akupun dengan segera membuka mata untuk mengecep siapa yang berani melakukan itu padaku.

"R-raymond."

"Kenapa tidur di sofa. Kamu bisa tidur di kamar." Ujarnya sambil mengelus pipiku lembut.

"Aku kira kamu cuma sebentar."

Raymond tersenyum, "Aku hanya pergi selama empat puluh lima menit. Apa itu termasuk lama?"

Aku mengangguk, "Lama sekali, aku sampai ketiduran."

Cup! Raymond mendaratkan ciuman singkat di bibirku. Sialnya, ciuman singkat itu mampu membuat pipiku memanas. Padahal sejak dulu aku sudah biasa dengan ciuman-ciuman dari Raymond, tapi kenapa justru saat ini ciuman tadi membuatku malu?

"Nah, jadi mau makan atau mau lanjut tidur?"

"M-makan aja."

Raymond kemudian berdiri dan mengulurkan kedua tangannya. Aku menerima uluran tersebut dan perlahan dia membantuku untuk bangkit dari sofa.

Kami berjalan menuju meja makan yang berada dekat dengan ruang keluarga. Aku mengekor dari belakang sambil menggenggam tangan Raymond. Aku bisa melihat punggung kekarnya. Ah, aku suka sekali punggung Raymond.

Punggung itu selalu menjadi sasaran dari cakaranku ketika kami sedang melakukan hubungan dan entah kenapa dengan bekas cakaran yang kubuat, punggung Raymond terlihat makin seksi. Aku kemudian terhenti dan secara refleks menutup mulutku sendiri. Aku tertunduk dan tidak percaya dengan apa yang baru saja ku pikirkan. Pipiku tiba-tiba memanas. Kenapa dengan otakku ini, harusnya aku tidak memikirkan hal erotis seperti itu.

Raymond yang menyadari diriku berhenti di belakangnya ikut menghentikan langkahnya juga dan kemudian mendekatiku. Tangannya menyentuh daguku dan perlahan mengangkat kepalaku. Aku kini bisa melihat wajahnya yang menatapku bingung.

Aku mengalihkan pandanganku, "A-aku tidak memikirkan apa-apa." Ucapku sedikit gugup.

Raymond memaksaku untuk tetap melihatnya, "Apa aku bertanya kamu sedang memikirkan apa?"

"T-tidak."

"Lantas, kenapa kamu berbicara seperti itu? Hmmm?"

"T-tidak apa-apa."

"Kamu memikirkan sesuatu?" Tanyanya penuh telisik,

"Ti-tidak ada, a-aku tidak memikirkan apa-apa."

"Benarkah?"

"I-iya, benar. Aku ti-"

"Kalau tidak, kenapa wajahmu memerah? Kamu pasti memikirkan hal yang tidak-tidak." Ujarnya sambil memicingkan matanya.

Aku menggigit bibir atasku sebelum akhirnya mengatakan apa yang sebenarnya sedang aku pikirkan.

"Iya, iya, aku memikirkan sesuatu dan itu tentang punggungmu yang seksi kalau ada bekas cakaran di sana." Jawabku juju dengan satu tarikan nafas.

Raymond tersenyum dan kemudian melepaskan tangannya dari daguku. Tangannya kemudian meremas kedua pundakku. Kepalanya tertunduk.

"Haaaa... " Raymond menghela nafas.

"Ray?" Panggilku.

"Lennox, jangan membuatku lepas kendali."

"Tapi aku tidak melakukan apa-apa." Belaku.

"Tolong, feromonmu, kamu membuat sesuatu di bawah sana menjadi bersemangat."

Akhirnya akupun menyadari, sepertinya feromonku terlepas ketika aku sedang memikirkan punggung seksi milik Raymond.

"Sorry."

##

Aku sudah menghabiskan satu porsi ramen ketika Raymond berjalan menuju meja makan sambil mengeringkan rambutnya menggunakan handuk kecil. Ototnya tercetak jelas dibalik baju kaos putih polos yang sedang dia kenakan. Aku yang di suguhi pemandangan seksi seperti itu tidak ingin menyia-nyiakannya. Aku melompat dari kursiku, berlari menuju Raymond dan langsung memeluknya erat.

Aku menenggelamkan wajahku di dadanya. Menghirup aroma tubuh Raymond yang bercampur dengan bau sabun mandi dan shampoo.

"Le-lennox."

Aku tersadarkan oleh suara Raymond langsung melepas pelukannku. dan tertunduk malu, "Ma-maaf."

Raymond kemudian tertawa. "Kamu lucu sekali Lennox, aku jadi ingin memakanmu."

Aku menyilangkan kedua tanganku di dada. "Jangan."

Raymond kemudian menggendongku dan membawaku menuju dapur. Mendudukkanku di atas kitchen counter.

"Raymond, kamu mau apa?"

"Cukup diam di situ okay?"

Aku mengangguk, "Okay."

Raymond mulai membereskan meja makan dan kemudian dilanjutkan dengan mencuci perabot dapur yang belum kubereskan setelah makan ramen tadi. Aku duduk sambil mengamati Raymond.

"Ray?"

"Hmmm?"

"Aku... Kalau boleh, aku ingin tidur denganmu."

"...."

"Ma-maksudku tidur normal, bukan yang seperti itu." Ujarku malu.

"Pffftt... Memangnya tidur yang tidak normal seperti apa, huh?"

"Ya, yang seperti itu."

Tangannya berhenti membilas piring yang sudah di bersihkan, Raymond menatapku dengan tatap serius, "Coba jelaskan, aku tidak tahu yang seperti apa."

Tubuhku menegang, refleks akupun langsung ingin melompat turun dari counter, tapi dengan cepat tangan Raymond menahan tubuhku.

"Hati-hati, bagaimana kalau jatuh?"

Aku kini sudah kembali terduduk, mengalihkan padanganku dari Raymond, "Aku sudah besar, tidak mungkin ter-"

"Iya, nanti kita tidur satu kamar okay, jadi tunggu disini dan jangan melompat seperti tadi." Ujarnya dan kemudian di ikuti dengan ciuman cepat di pipiku.

Raymond kembali sibuk dengan cucian piringnya, sedangkan aku hanya duduk dan tertunduk sambil menahan malu.

Untung saja Raymond mengerjakan semuanya dengan cepat jadi aku tidak perlu menunggu lama.

Raymond sedang mengeringkan tangannya. Tangan kekar itu terlihat seksi sekali. Ups, aku langsung memukul keningku. Kenapa dengan isi kepalaku hari ini? Kenapa bisa semesum ini? Aku memejamkan mataku, ingin rasanya aku mengubur diriku dalam-dalam.

"Lennox?" Panggil Raymond.

"Eh.. Um.. Ya."

Raymond berjalan mendekat. Kedua tangannya bertumpu pada pinggiran counter dengan aku yang duduk di antara kedua tangan itu. Urat-urat terlihat muncul di kedua lengannya, efek dari menahan beban tubuhnya.

"Kamu kenapa melepaskan feromonmu lagi, huh?"

"A-aku.." Aku menunduk malu.

"Kamu ingin menggodaku lagi?"

Aku menggeleng, "Ti-tidak. Aku hanya- Aku tidak tahu kenapa aku seperti ini. Maksudku, aku-"

Raymond mengangkat kepalaku dan sekarang aku bisa melihat wajahnya yang kini hanya berjarak beberapa senti. Hembusan nafasnya bahkan terasa di wajahku.

"Ra-Ray-"

"Lennox, aku- jika kamu terus seperti ini aku tidak bisa menahan diriku."

Wajahku memanas, sepertinya wajahku sudah sangat merah sekali. Tapi siapa yang bisa tahan untuk tidak melihat tubuh seksi yang jelas-jelas sedang berada di dekatmu. Ditambah lagi dengan aroma feromon yang samar-samar dapat tercium olehku.

"A-aku rasa kamu terlalu dekat." Ujarku sambil berusaha mendorong tubuhnya menjauh. Tapi tubuh Raymond tidak bergeming sama sekali.

"Lennox, aku memang bukan pria nakal, tapi sewaktu-waktu aku juga bisa lepas kendali. Kamu mengertikan maksudku?"

"A-aku tahu dan bukan mauku juga untuk mengeluarkan feromonku, aku juga bisa lepas kendali.. ma-maksudku seperti sekarang ini." Ujarku membela diri.

"Lennox yang aku kenal tidak seperti ini."

"A-aku... Maaf."

"Lihat apa yang sudah kamu lakukan padaku." Raymond meraih tanganku dan meletakkannya di area organ intimnya. "Kamu tahu sudah sekeras apa aku sekarang, huh?"

Aku menarik tanganku dan mengalihkan padanganku. Padahal aku sudah mengenal seluk-beluk tubuh Raymond, tapi entah kenapa memegang belalai gajahnya membuatku malu saat ini.

"Kalau kamu tidak bisa bertanggung jawab, please, jangan menggodaku terus dengan feromonmu okay."


next chapter
Load failed, please RETRY

Weekly Power Status

Rank -- Power Ranking
Stone -- Power stone

Batch unlock chapters

Table of Contents

Display Options

Background

Font

Size

Chapter comments

Write a review Reading Status: C27
Fail to post. Please try again
  • Writing Quality
  • Stability of Updates
  • Story Development
  • Character Design
  • World Background

The total score 0.0

Review posted successfully! Read more reviews
Vote with Power Stone
Rank NO.-- Power Ranking
Stone -- Power Stone
Report inappropriate content
error Tip

Report abuse

Paragraph comments

Login