Download App
65.25% Lady Renee / Chapter 77: Mengungkap Rahasia 2

Chapter 77: Mengungkap Rahasia 2

Dylan menahan rasa sakit akibat goresan kuku panjang Arthur di pahanya, ia berusaha untuk tetap tenang meski antara dirinya dengan Arthur, kekuatan mereka berbeda sangat jauh.

Tapi ia seorang laki-laki, ia tidak mau jika dirinya harus kalah begitu saja di depan Renee yang melawan Ivana, monster yang bahkan hampir lima kali lebih besar dari Arthur.

"Grhh …." Arthur menggeram, kedua tangannya yang hitam itu meremas bebatuan hingga hancur. "Dylan … kau tidak pernah berubah sejak dulu."

Suara Arthur jauh lebih jelek daripada sebelumnya, jika Joy ada di sini, ia akan mengatakan suara Arthur persis seperti suara kodok di musim hujan.

"Siapa yang pernah bilang aku berubah?" Dylan mendengkus, ia tidak habis pikir mengapa Leo selalu bisa sabar dengan tindak-tanduk Arthur. "Kau yang seharusnya mengasihani dirimu, lihat … ada berapa banyak tubuh aslimu yang masih tersisa?"

Dylan sudah menjadi monster satu kali karena sentuhan Ivana, ia tidak mau lagi mengalami hal yang sama. Rasanya seperti tubuhnya bukan miliknya lagi dan kesadarannya terkurung jauh di dasar.

Tapi Arthur, ia sengaja mengubah dirinya menjadi monster, ingin menjadi yang lebih dari Leo tanpa peduli risiko apa yang terjadi di kemudian hari.

Arthur, ia sepertinya memang buta dengan segala hal yang berhubungan dengan Leo.

Arthur yang mendengar perkataan Dylan tertawa, ia melompat dan membuat bebatuan yang sudah hancur itu terlempar ke atas.

BRAKH!

Dylan menahan napas, mencoba sebisa mungkin menghindari serangan Arthur, pedang yang ada di tangannya beberapa kali berputar, menghalau Arthur.

"Lantas kenapa?!" Arthur mengayunkan cakar, hampir mengenai pinggang Dylan kalau tidak ditahan dengan pedang. "Aku suka seperti ini! Aku suka rasanya! Kalian semua takut padaku!"

"Kau sudah gila," gerutu Dylan sambil menarik pedang, entah sudah berapa banyak luka yang ada di tubuh mereka berdua, tidak ada yang peduli. "Apa kau pikir dengan berubah seperti ini, kau bisa lebih dari Leo?"

Dylan menendang lutut Arthur, rasanya seperti menendang batu, sakit sekali. Monster itu tidak bergerak, justru menarik kakinya dan ia terseret.

BRUKH!

Arthur mencengkeram leher Dylan, mungkin dalam sekali remukan kasar, leher laki-laki itu akan hancur.

"Siapa yang membuatmu merasa harus lebih dari Leo?" Dylan terengah-engah, punggungnya sakit sekali, jika bukan karena cahaya jingga Renee yang ada di sekitarnya, ia akan mati.

"Apakah ada orang yang ingin kau lebih dari Leo?" Dylan berkata dengan napas tertahan, ia sangat berharap kalau perkataannya sedikit saja bisa memnbuat Arthur goyah.

"Sejak kecil … di antara aku dan kau … yang didahulukan Leo itu adalah kau."

Dylan tersenyum miring, kadang ia tidak suka dengan apa yang Leo lakukan, tapi setelah mendapati fakta kalau umur Arthur jauh lebih muda dari mereka, ia memaklumi.

Tapi Arthur berbeda.

Dia berbeda dan tidak akan bisa dimaklumi sampai kapan pun.

"Leo tidak pernah mempermasalahkan dan aku juga tidak. Lalu kepada siapa kau ingin pembuktian ini, sialan?!" Dylan mengangkat tangannya dan menarik rambut pirang keemasan Arthur. "Siapa orang yang sudah membuatmu begitu gila?!"

"Berisik!" Arthur menghantamkan tangannya yang lain ke lantai, hingga suara derak bebatuan bergema di telinga Dylan. "Kau tidak tahu apa-apa tentangku!"

Dylan memanfaatkan kesempatan itu untuk berguling, mengayunkan pedang ke tangan Arthur, laki-laki itu menjerit.

"Kau juga tidak tahu apa-apa tentangku, Arthur." Dylan berdiri dengan sedikit terhuyung, rambutnya basah. "Aku bukan anjing Leo, aku sahabat yang berhutang banyak padanya."

Arthur tertawa terbahak-bahak, ia mengusap wajahnya dan bangkit berdiri.

"Aku tidak peduli, aku hanya ingin kau menyingkir karena aku ingin menghancurkan Leo dengan tanganku sendiri!" Arthur melompat dengan kedua tangan terangkat di udara.

BRAKH!

Dylan mendengkus, tangannya yang memegang pedang gemetar.

"Kau menyebalkan sekali."

Arthur tidak mendengarkan apa yang dikatakan Dylan, ia berlari ke arah laki-laki bermata abu-abu dan terus menyerang. Dylan terjatuh, bebatuan menghantam kepalanya saat ia akan menghindar, laki-laki itu menutup matanya.

PRASH!

Cahaya jingga tiba-tiba saja meledak menghantam tubuh Arthur, Dylan langsung bangkit, ia melihat Renee yang menyeret pedangnya melangkah mendekat.

"Tidak mungkin … Ivana?"

Dylan terkejut, rasanya tidak mungkin tapi melihat Renee yang menyeret pedang yang berlumuran darah, membuat dirinya mau tidak mau percaya.

Renee tidak mengatakan apa-apa, ia menatap Arthur yang meringis kesakitan di tengah cahaya jingga yang berputar-putar.

"Aku sudah terlalu lelah dengan semua omong kosong kalian," kata Renee dengan wajah dingin, cahaya jingga yang ada di sekitarnya lebih gelap daripada biasanya. "Kau kuberi dua pilihan, menyerah dan membantuku mencari Leo ke bawah atau berakhir di sini seperti Ivana?" Renee berkata dengan suara rendah, mata wanita itu menatap lurus ke arah Arthur.

Jantung Dylan berdebar, bukan karena takut, tapi karena ia merasa semakin gelap warna jingga di sekitar tubuh Renee, semakin ia merasa terancam.

Cahaya jingga yang ia lihat sekarang, bukan cahaya jingga yang hangat, bukan cahaya yang bisa menyembuhkan luka dan sosok monsternya.

Ini lebih seperti ancaman yang nyata.

"Arthur!"

"Menyerah?"

Arthur berdiri dan mengayunkan tangan ke samping, mata birunya itu berkilat-kilat, penuh dengan tatapan mengejek. "Apa kau pikir aku mau?"

Tidak dapat dipungkiri siapa pun yang

melihat Renee akan merasa ketakutan. Tempat yang Renee pijak saat ini adalah ekor ular berwarna hitam yang sudah tidak bergerak lagi, ada goresan panjang mengeluarkan darah di sepanjang bagian atas ular.

Pemandangan itu membuat siapa pun yang melihatnya bergidik, terlalu ngeri rasanya untuk tidak mengakui kalau Renee yang melakukan semua itu.

Wanita yang berdiri di depan mereka ini tidak hanya menyeramkan, tapi juga memberikan ancaman yang kuat.

Renee memiringkan kepala dan tersenyum miring. "Begitu … jangan salahkan aku kalau kau terluka seperti Ivana."

Dylan tanpa sadar mundur dan pedangnya terkulai ke bawah. Mata abu-abunya melirik Arthur yang berteriak-teriak seakan menantang Renee.

Tapi jika dilihat lebih teliti, Dylan bisa meliat kalau kedua kaki itu gemetar pada Renee.

"Arthur … jangan gila … sebaiknya kau …."

Cahaya jingga melesat melewati wajah Dylan laki-laki itu terhuyung, jatuh ke tanah dengan debaran jantung yang menggila, matanya mendadak menjadi buta saking kuatnya cahaya yang berpendar.

Suara hantaman terdengar dengan nyaring hingga bebatuan yang hancur itu kembali beterrbangan bersama butiran debu, tidak lama suara jeritan terdengar dengan nyaring, seakan-akan sedang menahan rasa sakit yang tidak tertahankan.

Dylan memegang pedangnya dengan erat, ia memejamkan matanya. Berharap semoga di antara kekacauan ini, Joy tidak terkena dampaknya sedikit pun.

Ini tidak hanya Arthur yang gila, tapi Renee juga. Sial, kenapa ia harus terjebak di antara dua orang ini?!


next chapter
Load failed, please RETRY

Weekly Power Status

Rank -- Power Ranking
Stone -- Power stone

Batch unlock chapters

Table of Contents

Display Options

Background

Font

Size

Chapter comments

Write a review Reading Status: C77
Fail to post. Please try again
  • Writing Quality
  • Stability of Updates
  • Story Development
  • Character Design
  • World Background

The total score 0.0

Review posted successfully! Read more reviews
Vote with Power Stone
Rank NO.-- Power Ranking
Stone -- Power Stone
Report inappropriate content
error Tip

Report abuse

Paragraph comments

Login