Ketika Dylan ingin menarik Renee keluar dari Mansion keluarga Emmanuel, Renee langsung menyentakkan tangannya dan berlari kembali ke arah para monster.
Dylan tersentak, pintu yang ia buka tadi tertutup kembali diikuti dengan hembusan angin kencang.
"Renee, apa yang kau laku …."
Kata-kata Dylan terhenti, ia melihat Ivana berlari dengan cepat mendekati Renee, para monster mengangkat tangan dan kaki mereka menyerang wanita itu.
"Renee kau … gila."
Hanya itu satu kata yang bisa Dylan gambarkan untuk keadaan saat ini, mereka semua tahu, tidak ada yang akan bisa mengatasi Ivana.
Dylan tidak bisa mencegah Renee, monster lain mulai menyerangnya dan mau tak mau ia harus menyelamatkan dirinya sendiri.
Bagi Dylan, selain keras kepala, Renee adalah orang gila pertama yang pernah ia temui, bukannya lari keluar menyelamatkan diri setelah melihat kesempatan yang diberikan oleh Leo dan dirinya. Tapi Renee secara terangan-terangan menantang wanita itu, lagi dan lagi.
Renee berlari dengan pedang pendek di tangannya, sesekali mengayun ke kanan dan ke kiri untuk menebas monster.
Dylan tidak tahu akan berakhir seperti apa malam ini, ia juga tidak tahu seperti apa keadaan Leo dan Bella di dalam sana, ia hanya berharap semoga ia masih memiliki kesempatan untuk melihat dua orang itu lagi.
Ivana yang melihat kembalinya Renee tertawa dengan suara rendah, jarak mereka semakin lama semakin dekat, seiring dengan napas Dylan yang tertahan.
BRAKH!
Renee menabrakkan dirinya pada Ivana, wanita itu langsung menangkap tangan Renee dan seekor ular dari bawah langsung merayap naik, menjerat sebelah kaki Renee dengan kuat.
"Ivana …."
Renee memutar pedangnya, menancapkan di bahu wanita itu dengan kuat dan membuat seluruh tubuhnya bertumpu pada pedang yang menancap itu.
Ivana berteriak, ia berusaha mencabut pedang di bahunya dan menghempaskan Renee dengan tangannya yang membesar, membentuk sebuah cakar yang bergerigi.
"Baru begini saja kau sudah kesakitan, huh?" Renee memutar pedang itu, ia mengalami banyak serangan, tapi entah kenapa ia tidak merasa terlalu sakit dan seakan-akan ia masih bisa menahannya.
Di sisi lain, Renee menebak, Leo mungkin telah menyerah terhadapnya.
Tidak ada orang yang begitu gigih di Mansion keluarga Emmanuel sebelumnya yang berusaha keras menyelamatkan Leo dari tangan Ivana dan para monster. Mungkin Leo merasa Renee tidak ada hubungannya dengan dirinya dan tidak seharusnya berada di kota ini untu bertaruh nyawa.
Renee mendengkus, padahal ia bisa melihat dengan jelas di mata laki-laki itu tengah menyimpan setitik harapan yang coba ia gantungkan, tapi Leo terlalu sombong dan bertingkah seakan ia tidak membutuhkan apa-apa.
Jika Renee jadi Leo pun, demi seseorang yang akan menyelamatkannya, ia akan bersujud dan menangis hanya untuk memohon pembebasan dari neraka yang mengerikan ini.
"Kau harus membayarku setelah ini, Leo." Renee menjilat sudut bibirnya, sesuatu berjalan di kakinya dan wanita itu langsung menunduk.
Seekor ular yang menjerat kaki Renee mematuk dengan giginya yang beracun, warna kehitaman mulai menjalar di kakinya, membuat Renee merasakan gemetar dan lemas seketika, napasnya mulai memendek dan tubuhnya terasa dingin di mana-mana.
Ivana mengulurkan tangannya, ingin menghempaskan Renee, tapi wanita itu mengabaikan semua perasaan tidak nyaman di kakinya dan dengan mudah menarik pedang di tangannya, menusuk ke dada Ivana.
"Argh!" Ivana menjerit dengan suara melengking.
Tubuh Renee ditarik oleh para monster dan dihempaskan ke belakang, Ivana menundukkan kepala dan melihat pedang pendek yang menembus dadanya, hampir mengenai jantungnya.
Ivana langsung mencabutnya, Renee yang ia pikir masih ditahan oleh para monster menarik rambut Ivana hingga mereka berdua jatuh ke lantai dengan suara yang berdebam keras.
BRAKH!
Ivana menggertakkan gigi, semakin lama ia menghadapi Renee, semakin buruk pula perasaannya. Seakan-akan wanita itu memang didatangkan untuk mengalahkannya.
"Sebenarnya kau siapa?!"
Ivana yang seluruh tubuhnya hampir tidak terlihat seperti manusia itu berteriak untuk yang kesekian kalinya, rambut yang biasanya tergelung rapi itu kini terurai panjang menyentuh lantai, tetesan darah berjatuhan dan membuat aroma tidak menyenangkan menguat di udara, belum lagi kedua tangan yang tidak simetris itu yang menimbulkan kesan yang nyaman dipandang.
Ivana bukan lagi seorang manusia.
"Siapa kau sampai dikirim Ratu ke tempat ini?!" Ivana menghentakkan kedua tangannya ke lantai, ia menatap Renee dengan nyalang. "Kenapa kau tidak berubah?! Kenapa semua caraku gagal?!"
Ivana sepertinya tidak bisa lagi berpikir jernih, semua yang ia teriakan adalah keluhan yang selama ini ia pendam terhadap Renee.
Renee berusaha bangkit, ia juga tidak tahu.
Ia tidak tahu siapa dirinya, ia hanya aktris panggung teater biasa.
Tapi yang Renee yang yakini hanya satu, Ratu mengirim dirinya ke kota Dorthive untuk menghancurkan mereka, para monster.
Mata Renee menjadi lebih gelap, begitu Ivana mengangkat tanganya lagi ingin memukul lantai, Renee mengayunkan pedangnya.
SRATS!
Ivana tertegun, tangannya itu seakan ranting yang membusuk, langsung terpotong tanpa usaha yang keras.
Baik Ivana atau pun Renee, mereka sama-sama terkejut, para monster yang sebenarnya juga mengalami hal yang sama mulai mundur dan menatap Renee dengan penuh perasaan waspada.
Ivana mengangkat tangannya yang terpotong, lalu menatap Renee yang masih memegang pedang pendek dengan erat.
"Mati!"
Renee yang masih belum lepas dengan keterkejutannya, begitu Ivana mendorongnya jatuh, ia terguling di lantai beberapa kali, ular yang menjerat kakinya terlepas dan tidak bergerak lagi di lantai, warna hitam yang tadi mulai menyebar di kakinya kini mulai memudar.
Seakan semua luka dan racun yang ada di dalam dirinya telah menghilang.
"Apa yang terjadi?"
Renee berdiri dan melihat kedua tangannya, awalnya ia pikir terpotongnya kedua tangan Ivana karena pedang dari sang Ratu, tapi ia salah.
Sepeertinya memang ada sesuatu yang dilihat dari Ratu di tubuhnya, ada alasan yang sempurna mengapa ia dikirim untuk menghancurkan monster ini.
Renee mendengkus, lalu ia mengulas senyuman di wajahnya.
Pikiran Renee mulai liar, ia selalu percaya dengan dirinya dan kadang bisa sampai ke tahap yang membuat orang lain merasa jengkel pada dirinya.
kali ini mungkin tidak jauh berbeda, Renee menjadi semakin bersemangat untuk menghancurkan para monster yang ada di sekitarnya.
"Lucu sekali … lucu sekali … lelucon ini sangat menghibur Yang Mulia ... Ratu." Renee tertawa dengan suara yang agak aneh, ia mengusap wajahnya dan menarik napas dalam-dalam. "Sepertinya kau memilih orang yang salah untuk bermain-main, Ivana."
Mata Renee berkilat-kilat di tengah kegelapan, senyumannya semakin lebar dan ia mengangkat pedang pendek di tangannya.
"Keadaan sepertinya telah berbalik, Hei … Ivana … apa kau ketakutan sekarang?"
Ivana dan para monster tanpa sadar memundurkan langkah kakinya, untuk pertama kalinya, para monster yang biasanya berani ketika bergerombol, kini menjadi ketakutan.
Takut seakan-akan mereka tengah berdiri seorang diri di depan pedang tajam sang Marquis.