Download App
35.59% Lady Renee / Chapter 42: Jiwa Suci 3

Chapter 42: Jiwa Suci 3

Mereka pergi ke bangunan di belakang Mansion, Renee menoleh ke belakang dan menatap setengah bagian kanan Mansion berlubang, mau tak mau ia menghela napas panjang.

Tangannya memegang tangan Leo yang tertutup tirai, sebisa mungkin ia mengawasi langkah Leo agar tidak terinjak ujung tirai dan membuat tubuhnya terbakar.

Bella mengikuti di belakang, Renee tidak mengamati raut wajahnya, tapi entah kenapa ia merasa kalau wanita itu sedang dalam suasana hati yang buruk.

"Duchess …." Renee bergumam, kemudian melihat punggung Dylan yang ada di depan. "Apa Duchess Celia baik-baik saja?"

Dylan mendengkus, ia mengangkat bahu, menandakan kalau ia tidak tertarik untuk membahas wanita itu. Renee melirik Leo, laki-laki itu tidak menanggapi sama seperti Bella.

Mereka sampai di bangunan belakang Mansion, bangunan ini agak kecil dan tidak banyak ruangan yang ada di dalamnya. Sepertinya bangunan ini dulunya dibuat sebagai tempat menyimpan peralatan dan tempat pertemuan yang kesannya lebih santai.

Dylan tidak masuk, ia ingin pergi keluar untuk melihat seberapa kacaunya keadaan kota Dorthive.

Tapi tetap saja, selama ada Leo di sekitar, mereka tidak bisa membiarkan jendela dan pintu terbuka lebar. Bella langsung menghilang begitu masuk, entah apa yang ia lakukan, tidak ada yang tahu.

Leo menarik tirai yang menutupi dirinya, ia menghela napas panjang dan menjatuhkan dirinya di atas kursi kayu. Matanya terpejam dan ia berusaha untuk terlihat tenang.

Renee berkeliling, mencoba mencari hal apa yang bisa ia gunakan untuk membersihkan dirinya, ia pergi ke salah satu kamar, meninggalkan Leo yang tetap duduk di kursi. Wanita itu pergi ke salah satu ruangan dan membuka jendela.

Cahaya matahari langsung bersinar masuk, Renee menundukkan kepalanya, menatap kedua tangannya yang penuh dengan luka goresan yamg mulai pulih secara perlahan.

"Jiwa suci?" Ia bergumam dengan senyuman miring di wajahnya, Renee tidak bisa mempercayai hal itu begitu saja, terlalu banyak kebohongan yang ia dapati di kota ini.

Tapi Leo ….

Renee meremas tangannya, bahkan jika ia menolak untuk mempercayai semua yang dikatakan Bella dan Dylan, ia tidak bisa menolak Leo.

"Semua ini bahkan lebih rumit daripada menghapal naskah drama." Renee mengusap tangannya, lalu menatap langit biru yang terlihat cerah. "Kira-kira seperti apa akhirnya?"

Rene terkekeh sendiri, jika memang benar siapa dirinya seperti yang dikatakan Bella, maka ia akan mengikuti alurnya.

Wanita itu kemudian membersihkan dirinya dan kembali menemukan Leo.

Laki-laki itu masih duduk di kursi kayu, seperti pertama kali Renee melihatnya, tubuhnya tegak dan terlihat suram.

"Leo, aku ingin memeriksa luka-lukamu."

Renee duduk di samping laki-laki itu, ia membawa handuk basah, ember berisi air dan lentera yang menyala di kedua tangannya.

Leo membuka matanya, jika dulu, ia akan menolak mentah-mentah. Tapi setelah melalui banyak hal, ia hanya bisa menganggukkan kepalanya.

Renee menggulung bagian lengan kemeja Leo dengan pelan sambil menahan dirinya untuk tidak meringis.

Tangan Renee yang mengusap lengan laki-laki itu terlihat gemetar, sulit dikatakan kalau Leo baik-baik saja saat ini.

"Apa kau tidak merasakan sakit?"

Leo menatap Renee, lalu pandangannya turun ke lengannya yang diusap dengan handuk, ia menggeleng.

"Kalau kau sakit, katakan saja. Tidak akan ada yang menghakimimu."

Leo mendengkus.

"Aku serius," lanjut Renee, ia memerah handuk yang kini telah berubah warna di atas ember, suara tetesan air merembes berjatuhan ke atas lantai. "Pasti sakit sekali."

Renee tidak pernah tahu berapa lama Leo seperti ini. Ia ingin bertanya lebih banyak pada Bella, tapi wanita itu sepertinya tidak suka terlalu banyak bicara tentang Leo, sangat berbeda dengan kesan pertamanya yang mengatakan kalau Leo adalah orang baik.

Renee menekan luka dengan hati-hati, memperlakukan luka di lengan Leo seakan luka itu ada pada dirinya sendiri.

Leo melirik kain putih yang mulai membalut luka, matanya meredup.

"Aku tidak peduli lagi dengan rasa sakit."

Renee langsung mendongak, matanya bersitatap dengan mata suram Leo.

Menjadi monster, menjadi orang yang diincar monster dan tertahan di mansionnya sendiri seperti boneka kayu, belum lagi pelayan yang ada di sisinya memiliki kuasa penuh dengan penderitaan yang terjadi.

Kalau Renee jadi Leo, ia pasti sudah gila.

"Maaf." Renee bergumam dengan suara rendah, kemudian ia membuang muka.

"Aku hanya ingin semua orang selamat." Leo tidak memedulikan gumaman Renee, ia menyentuh kain putih yang sudah membalut lengannya. "Semua yang terjadi di kota ini memang ada kaitannya denganku."

Renee memeras kain putih untuk yang kedua kalinya, ia ingin mengganti airnya tapi rasanya situasinya sekarang tidak mendukung.

"Aku yang seharusnya bertanggung jawab, bukannya melimpahkan semua masalah ini padamu."

"Berhenti menyalahkan dirimu sendiri." Renee menggerakkan handuk basah itu ke leher sang Marquis.

Entah kenapa ia tidak pernah suka melihat Leo yang seperti ini, ia lebih suka Leo yang diam tapi matanya penuh dengan ambisi dan kemarahan, daripada Leo yang sedih, seakan-akan bisa kehilangan semangat hidupnya kapan saja.

"Aku memang tidak tahu banyak tentangmu …." Renee mengusap leher Leo dengan pelan, matanay menatap laki-laki itu. "Aku tidak tahu siapa orang tuamu, siapa keluargamu, di mana kau sekolah dan hal apa yang kau sukai ketika kau masih kanak-kanak."

Renee menghentikan suaranya, lalu menatap pantulan wajahnya yang terlihat samar di ember yang warnanya telah berubah menjadi keruh.

"Tapi aku di sini untukmu."

Leo terperangah, tangannya tanpa sadar menyentuh tangan Renee yang masih mengusap lehernya.

"Apa kau sadar apa yang kau katakan itu?" tanya Leo dengan nada tidak percaya, di tengah situasi seperti ini mereka tidak seharusnya membicarakan omong kosong yang tidak berguna.

"Aku tahu, bahkan saat kau mengancamku berkali-kali pun, aku tahu apa yang aku katakan." Renee menjatuhkan handuk basah itu ke lantai, lalu menggenggam tangan Leo dengan erat.

Di saat seperti ini, yang paling dibutuhkan adalah kepercayaan dan dukungan. Jika dua hal itu lenyap, jangankan untuk mengalahkan Ivana, Leo mungkin akan menyerah dan tidak peduli lagi dengan apa yang terjadi pada dirinya.

"Jangan ragu, aku akan membantumu mengatasi semua ini. Entah itu aku orang berjiwa suci atau bukan, aku tidak akan lari meninggalkanmu."

Leo menatap Renee dengan lekat, mencoba mencari-cari apakah ada tanda kebohongan di wajahnya.

"Kenapa kau melakukan ini?"

Renee tersenyum, cahaya lentera yang ada di dekat mereka bergoyang dan handuk yang jatuh di atas lantai telah mengeluarkan air yang merembes.

"Karena kau sama denganku," sahut Renee dengan suara lirih, wanita itu semakin menguatkan genggaman tangannya. "Kita adalah orang lemah yang berusaha melindungi orang lain."

Renee berusaha melindungi Ayahnya dari udara dingin, menyediakan makan dan minum, membersihkan rumah dan melakukan segala hal agar Ayahnya peduli padanya.

Bagitu pula dengan Leo, ia melakukan segala cara agar bisa membebaskan semua orang di kota Dorthive dari hal yang menjijikkan ini sepanjang hidupnya, meski ia tahu, kalau mereka bisa membunuhnya kapan saja saat menjadi monster.


next chapter
Load failed, please RETRY

Weekly Power Status

Rank -- Power Ranking
Stone -- Power stone

Batch unlock chapters

Table of Contents

Display Options

Background

Font

Size

Chapter comments

Write a review Reading Status: C42
Fail to post. Please try again
  • Writing Quality
  • Stability of Updates
  • Story Development
  • Character Design
  • World Background

The total score 0.0

Review posted successfully! Read more reviews
Vote with Power Stone
Rank NO.-- Power Ranking
Stone -- Power Stone
Report inappropriate content
error Tip

Report abuse

Paragraph comments

Login