Langit yng terang benderang perlahan-lahan berubah menjadi mendung, angin bertiup dengan pelan menerbangkan dedaunan yang berserakan di atas tanah, para monster bermunculan, satu demi satu dengan tatapan yang kosong.
"Aku tidak bisa melindungimu." Dylan adalah orang yang tidak suka berbasa-basi, ia menjauh dari Renee sambil mengayunkan pedang ke arah para monster yang mendekat. "Lakukan apa pun yang kau inginkan."
Dylan melompat ketika ada seorang monster yang mengayunkan cakar ke arahnya, bunyi pedang bertabrakan dengan sesuatu yang keras terdengar, diikuti dengan geraman rendah.
Renee tidak punya lagi untuk memperhatikan Dylan, ia memutar pedang pendek menghalau cakar-cakar yang ingin menggapainya.
Mereka semua terlalu banyak, tapi untungnya saat ini mereka berada di luar ruangan, ia bida melihat semua rupa para monster yang menjijikkan itu, ia juga bisa melihat dengan jelas seperti apa perubahan tubuh mereka.
"Kamu … kenapa ... tidak menghancurkannya?" Monster yang mengenakan celemek setengah koyak itu menangkap tangan Renee, tapi langsung ia halau pedang pendeknya.
PRAK!
Tangan monster itu seperti ranting pohon, patah menjadi dua. Renee menelan ludah, sebisa mungkin ia tidak terkejut dengan apa yang ia lihat.
Monster itu menatap tangannya yang jatuh di atas tanah, terinjak monster lain yang datang, Renee mundur dan melawan balik.
Ia tidak boleh takut, meski rupa mereka terlalu mengerikan dibandingkan yang ia lihat di dalam gelap, ia tidak boleh gentar.
"Ayo kemari, aku akan menghancurkan kalian semua."
Renee menggertakkan gigi, dalam waktu singkat dirinya dikepung para monster dengan berbagai wujud, ada yang tidak berhenti meneteskan air dari dalam mulutnya, ada juga yang berusaha untuk berdiri tegak, tapi karena tubuhnya terlalu tinggi, ia condong ke depan dan tidak berhenti bergoyang.
"Jahat ... wanita … jahat!" Salah satu monster menjerit nyaring, melesat ke arah Renee, wanita itu memegang pedang pendeknya dengan erat.
BRAK!
Mereka bertabrakan, Renee menusuk pedang pendek miliknya ke perut sang monster dengan kuat, sementara itu cakar tajam milik sang monster berhasil menggaruk punggungnya.
Renee terjatuh dengan mudah, sebelah kakinya ditarik oleh monster lain, ia terseret beberapa langkah dari tempatnya.
Salah satu monster datang sembari mengangkat tangannya, Renee terkesiap dan dengan cepat berguling.
BRAK!
Sebuah batu besar yang diangkat mosnter tadi menggelinding di atas tanah, Renee mengayunkan pedang menebas kaki sang monster.
"Argh!" Monster yang menjatuhkan batu itu hampir terjatuh ke tanah, tapi tangannya yang panjang itu menahan tubuhnya.
Renee mengayunkan pedang pendek menyabet tangan itu, monster lain menabraknya hingga ia terhempas ke tanah, Renee buru-buru memutar pedangnya, sebelum salah satu cakar menggores bahunya, ia menendang.
"Sialan, Leo … kau berhutang sangat banyak denganku."
Sebuah cakar panjang menancap di tanah, mencoba menamparnya, Renee langsung mengambil pedang pendek menebas cakar itu.
"Argh! Wanita … jahat!" monster itu kembali berteriak-teriak, celemek yang menggantung di pinggangnya robek dan monster lain menarik Renee, menjatuhkannya ke tanah.
Pedang pendek terlepas dari tangannya, Renee mengatupkan bibir rapat-rapat, ia tidak boleh menyerah. Matanya berkilat-kilat penuh kemarahan, salah satu monster menginjak tangannya, cakar lain menyentuh kepalanya.
"Marquis … wanita ini … wanita ini berbau Marquis …."
Monster yang menyentuh kepalanya itu menancapkan kukunya yang panjang ke tangan Renee yang berusaha menahannya.
Renee menggerakkan kakinya, menggapai pedang pendek, tapi para monster sepertinya mengerti, mereka menendang pedang itu menjauh dan menyerang Renee bertubi-tubi.
"Kalau terus begini, aku yang akan berakhir." Renee meringis, ia menedang dengan keras, ia tidak bisa membiarkan dirinya terkurung.
Di sisi lain, Dylan tidak jauh berbeda dengan keadaan Renee, ia kewalahan dari waktu ke waktu para monster terus bermunculan seakan tidak ada habisnya.
Seakan-akan, Ivana ada di sekitar sini.
"Tidak, dia seharusnya memang ada di sini." Renee melihat ke sekitar, hari yang mendung membuat jarak pandang menjadi terbatas, ditambah dengan dengan debu yang ditiupkan oleh angin, membuat Renee harus menyipitkan matanya dengan hati-hati.
Renee menarik tangan monster yang menginjak kakinya untuk jatuh, ia langsung menindih dan meraih pedang pendeknya, di saat seperti ini rasa marah yang ada di dalam dirinya mulai bergejolak.
Para monster tidak menyerah begitu saja, begitu melihat salah satu dari mereka tumbang, mereka semakim bersemangat untuk menghancurkan Renee.
"Di mana Ivana?!" Renee meraih salah satu monster yang tubuhnya lebih kecil daripada yang lain dan menjadikannya tameng, ia menancapkan pedang pendek di perut sang monster.
Kilatan cahaya jiingga terlihat, menyala.
Para monster yang mengelilingi dirinya berhenti sejenak, mereka seakan tengah berhati-hati. Gigi-gigi mereka yang panjang saling gemerutuk dan cakar yang panjang itu menggaruk tanah dengan keras.
"Keluarlah Ivana!" teriak Renee, ia menyeret monster yang ia pegang, tetesan darah sang monster berjatuhan ke atas tanah.
Cahaya jingga kembali muncul di sekitar Renee.
Sepertinya saat ia merasakan kemarahan, cahaya jingga itu mulai muncul di sekitarnya, bertebaran seperti titik-titik debu yang menyala di udara.
Sesaat, udara menjadi sesak dan dingin.
Para monster tidak bergerak, mereka hanya menggeram dan melotot, termasuk monster yang masih dipegang oleh Renee, monster itu bernapas dengan kasar.
"Kau tidak mau keluar? Apakah kau sekarang berubah menjadi pengecut?" Renee mendecih pelan, kedua alisnya saling bertaut.
Dylan tidak berada di tempat yang sama dengan Renee lagi, ia terseret beberapa meter di balik bangunan dan tidak tahu menahu apa yang terjadi pada Renee.
Wanita itu menarik napas, cahaya jingga semakin menyebar di sekitar tubuhnya, matanya menatap tajam ke satu titik, tepat di atas bangunan tua yang menjadi tempat para monster bermunculan.
"Apa perlu aku menarikmu keluar?"
Tidak ada sahutan selama beberapa saat, tapi Renee punya keyakinan yang sangat kuat kalau Ivana ada di dalam sana. Para monster bergerak menghindari cahaya jingga yang melayang di sekitar Renee, seperti tengah menghindari sebuah virus yang sangat berbahaya.
"Ivana!" teriak Renee murka.
Di detik itu juga sekelabat cahaya hitam muncul, meluncur jatuh ke arah Renee dengan cepat, cahaya jingga semakin berpendar dan sebuah ledakan tiba-tiba saja terdengar nyaring.
DUAR!
Di tengah suasana langit yang mendung, kilatan cahaya jingga meledak, membuat silau pandangan semua yang ada di dekatnya selama beberapa saat, kaca-kaca jendela bergetar, para monster mundur tanpa aba-aba, rambut-rambut yang menutupi tubuh mereka berdiri tegak dan mata mereka menyorot dengan waspada.
Ivana memegang pedang pendek Renee yang hendak menghunusnya, setetes darah menetes keluar dari mulutnya, matanya semerah darah dan ular yang selama ini bersamanya melilit tangan Renee yang lain, kedua matanya menyipit, cahaya jingga yang bertebaran di sekitar Renee membuat keadaan di sekitar mereka menjadi terang benderang.
"Baru beberapa hari kita tidak bertemu dab aku tidak menyangka kau akan begitu sombong, Lady Renee."