Download App
7.67% Konsekuensi / Chapter 29: Bertemu?

Chapter 29: Bertemu?

[21 HARI MENUJU PERNIKAHAN ISA & DINA]

3 HARI KEMUDIAN ...

Hari ini adalah hari Selasa. Semuanya kembali berjalan dengan normal pagi ini. Jhana menjalani hari-harinya sebagai pembantu di mansion Dhananjaya, dengan Kevlar yang masih penasaran dengan 'Karin'. Hubungan ibu-anak antara Raya dan Arka juga mulai membaik, mereka tampak sudah melupakan kejadian 3 hari yang lalu. Mona, Fina dan Zhani sejak 2 hari yang lalu menetap di kamar Tantri karena kedatangan orangtua Dina yang sudah kembali lagi ke Pontianak.

Datangnya orangtua Dina adalah untuk membicarakan soal pernikahan Isa dan Dina yang akan digelar tepat 3 minggu lagi. Mereka hanya menginap 1 malam di kost Dina dan membicarakan pernikahan anak mereka dan Isa bersama Ny. Zemira di kost tersebut.

Tantri menerima ketiga bocah itu untuk tinggal bersamanya sampai Isa dan Dina menikah, karena pasangan itu berjanji untuk kembali mencari dan menghubungi Jhana sebelum hari pernikahan mereka digelar, itu pun jika mereka sempat, kalau tidak, mereka akan menelusuri jejak Jhana setelah mereka resmi menikah.

Sementara Mona yang akhirnya 'bertetanggaan' dengan Raya, masih tidak mau masuk kedalam mansion demi menghindari Raya. Gadis kecil itu masih belum menceritakan kejadian yang sebenarnya perihal kejadian yang menimpanya 3 hari yang lalu pada siapa pun, karena ia merasa diawasi oleh Raya.

Kehadiran Mona, Fina dan Zhani yang akan menetap di kamar Tantri tentu saja membuat Jhana senang. Namun ia menjadi lebih waspada karena Dina sudah pasti akan sering berada di mansion. Jhana belum bertemu dengan Dina selama bekerja di mansion, sebab sejak resmi berhenti bekerja, Dina sibuk menyambut kedua orangtuanya dan mendaftarkan tanggal pernikahannya dengan Isa. Hari ini adalah jadwal Dina untuk berada di mansion seharian, sebab mulai hari ini, halaman belakang mansion akan di dekor untuk acara pernikahan Isa dan Dina, jadi kedua insan yang akan menikah harus terus memantau perkembangannya, terlebih lagi Dina dan Isa sudah mendapatkan pakaian pengantin mereka. Mereka berdua juga sudah benar-benar mantap untuk menikah di tanggal 2 Maret, sebab pada hari itu keduanya tidak memiliki jadwal kuliah, alias libur.

Berbeda dari Isa dan Dina yang mulai sibuk mempersiapkan pernikahan mereka, Arvin justru masih melakukan pendekatan dengan Salma. Meski Dina yang jadi alasannya untuk terus datang ke rumah makan Populer sudah tidak bekerja disana lagi, tetapi Arvin masih ingin bertemu dengan Salma dan melakukan pendekatan. Pria itu kini sudah mengakui perasaannya pada Salma ke Isa dan Dina, ia meminta bantuan mereka untuk menyatukannya dengan gadis itu, ia ingin mengenal gadis kampung itu lebih jauh, walaupun kini Arvin mulai merasa kalau Wanda menghalangi hubungan antara dirinya dan Salma terjalin.

Salma sendiri sudah mulai terbiasa dengan kehadiran Arvin yang sangat rajin datang ke tempatnya bekerja. Ia kini menjadi teman mengobrol Arvin, sebab ia tahu kalau Arvin tidak memiliki teman mengobrol lagi di rumah makan itu sejak Dina tidak bekerja lagi. Awalnya Salma terpaksa untuk menjadi teman mengobrol Arvin, namun karena paksaan dari Dina yang terus memintanya untuk menemani Arvin di rumah makan tersebut, Salma akhirnya mau menuruti permintaan Dina, tapi tetap saja Salma merasa kurang nyaman dengan kehadiran Arvin. Terkadang ia langsung diserobot oleh Wanda yang tidak mau kalah.

Gerak-gerik Wanda memang semakin kelihatan, bahasa tubuhnya menunjukkan bahwa ia memang ingin memiliki Arvin. Andra sendiri lebih memilih cuek dengan tingkah laku Wanda karena merasa hal itu wajar.

Usai mengantar Fina, Shirina dan Arka ke sekolah mereka masing-masing, Isa langsung menjemput Dina di kostnya. Gadis yang sebentar lagi akan berubah namanya dari Dina Sandana menjadi Dina Dhananjaya itu terlihat cantik dengan dandanan yang tidak menor. Di dalam mobil, keduanya pun tak luput dari pembicaraan, terkadang pembicaraan yang tidak bermutu memang.

"Hmm, sudahkah kau berpikir?" tanya Isa.

"Soal apa?" tanya Dina balik.

"Apa panggilan sayang kita setelah menikah?"

"Apa hal itu penting?"

"Tentu saja, itu akan membuat kita lebih terlihat romantis di hadapan orang umum."

"Tunjukkan sisi romantismu hanya kepadaku, tidak perlu menunjukkan keromantisan kita pada orang lain."

"Kenapa? Bukankah itu bagus, agar kita terlihat harmonis."

"Isa, untuk apa membuat orang lain berpikir kalau kita adalah pasangan yang harmonis? Setiap pasangan itu tidak bisa menghindari yang namanya pertengkaran, tidak ada pasangan yang benar-benar harmonis, dalam artian yang tidak pernah bertengkar. Biarkan keharmonisan kita hanya menjadi milik kita, tidak perlu diumbar. Biarkan saja orang lain berpikir kalau kita harmonis tanpa perlu kita mengumbar keharmonisan dan keromantisan kita."

"Tapi kupikir panggilan sayang itu penting."

"Benarkah? Kupikir tidak terlalu."

"Baiklah, lupakan saja."

Dari dapur, Jhana tersenyum melihat Mona dan Zhani yang tampak bahagia bermain bersama Ismail dan para hewan. Ia bahagia ketika anak-anaknya bahagia. Namun senyum Jhana pudar ketika ia melihat Raya yang berdiri tak jauh dari tempat anak-anaknya bermain. Wanita itu terlihat sedang mengawasi anak-anak Jhana, sama seperti Jhana mengawasi mereka.

"Karin, sedang apa kau disini?" tanya Ny. Zemira yang baru masuk ke dapur, mengeluarkan Jhana dari lamunannya.

"Eh? Nyonya? S-saya tadi baru minum," jawab Jhana.

"Banyak pekerjaan yang harus kau lakukan lagi, bantu orang-orang yang mendekor halaman belakang, meskipun mungkin tidak ada yang bisa kau bantu, tapi setidaknya kau akan ada saat mereka membutuhkanmu."

"Baik, Nyonya. Saya segera ke halaman belakang, permisi." Jhana lalu pergi dari dapur.

Mobil Kevlar berhenti di ujung sebuah gang yang disebelahnya terdapat sebuah tempat yang tak lain adalah kantor dinas kependudukan. Rasa penasarannya yang begitu mendalam tentang Karin, membuatnya mendahului Ny. Zemira.

'Rasa penasaranku akhirnya akan terjawab. Dia memang tidak terlalu menggangguku, tapi, aku harus waspada dengan kedatangan orang baru di mansion itu. Disaat aku hampir berkuasa seperti ini, bisa saja ada orang jahat yang berusaha mengacaukan segalanya. Karin, bisa saja dia adalah seorang mata-mata. Mungkin saja Zemira sudah mencurigaiku dan menyewa Karin untuk menjadi mata-mata yang mengawasiku. Aku tahu bahwa Zemira tidak bodoh, jadi aku harus benar-benar waspada terhadapnya. Terlebih lagi sangat aneh jika dia terus mengundur untuk datang ke kantor dinas kependudukan, aku jadi semakin mencurigai Karin memiliki hubungan dengan Zemira,' batin Kevlar.

Baru saja pria itu menginjak gas untuk memarkirkan mobilnya kedalam kantor tersebut, tiba-tiba dari arah kanan ada pesepeda yang melaju dengan pelan, dan secara tak sengaja Kevlar menabraknya.

"Astaga! Kenapa harus disaat seperti ini?!" gerutu Kevlar, ia kemudian keluar dari mobilnya dan menghampiri pesepeda yang ditabraknya tadi. Orang-orang pun mulai ramai mengerumuni pesepeda tersebut.

Dan ternyata, pesepeda itu adalah adik tiri Juliet, Jacob dan Jasmine, yakni Joshua. Sepertinya pemuda itu sedang berangkat bekerja, namun nasib buruk justru menimpanya.

Joshua langsung terpental usai ditabrak oleh Kevlar dan tak sadarkan diri meskipun ia menggunakan helm. Sepedanya remuk dan berada dalam jarak 10 meter darinya. Kevlar pun lantas menghubungi ambulans.

Sementara orang-orang yang berkumpul di dekat Joshua, mendesak Kevlar untuk bertanggung jawab atas perbuatannya yang membuat Joshua pingsan dan terluka. Kesal dengan hal itu, Kevlar pun berseru untuk membungkam mulut orang-orang tersebut.

"Lihat ini! Saya sedang mengubungi ambulans! Jadi berhentilah mengoceh! Karena saya pasti akan bertanggung jawab!"

Orang-orang itu lalu berhenti mendesak Kevlar dan ikut menunggu ambulans datang.

Di rumah kontrakan Joshua dan bibinya, sang bibi yang tengah merajut, tak sengaja menusuk jari telunjuknya sendiri dengan jarum. Jari telunjuknya pun langsung mengalirkan banyak darah.

"Ya Tuhan ..., kenapa aku merasa tidak enak? Ada apa ini?" keluh bibinya Joshua.

Seperti sudah menjadi kewajibannya, Arvin kembali mendatangi rumah makan Populer hari ini dengan senyuman. Tapi ada hal yang membuatnya kecewa; ia tidak melihat Salma yang biasanya duduk di sebelah Yahya yang kini menjadi pengganti sementara Dina sebelum pak Toni menemukan pekerja baru. Kontan saja Arvin menanyakan keberadaan Salma pada Yahya yang menjadi kasir sementara.

"Kak Yahya, dimana Salma?" tanyanya.

"Lupakan gadis itu. Biarkan aku yang melayanimu, kau ingin memesan apa?" sela Wanda.

"Kupikir wanita sepertimu tidak ingin melayani seorang pria brengsek sepertiku," ejek Arvin yang kemudian memilih kursi untuk di duduki.

'Pria ini ..., benar-benar brengsek!' batin Wanda.

Tak lama kemudian, sosok Salma keluar dari kamar mandi dan langsung menghampiri Arvin.

"Kau kesini lagi? Apa kau tidak memiliki pekerjaan?" tanya Salma.

"Kenapa memangnya? Setiap orang kan punya hak untuk datang kesini," ucap Arvin.

"Tapi sejak aku bekerja seminggu belakangan ini, kau setiap hari datang dan menghabiskan setengah harimu disini. Apa kau tidak berkuliah? Bekerja? Kau sangat manja mentang-mentang kau adalah orang kaya. Dina yang jauh lebih muda darimu saja tidak sepertimu."

'Ya ampun, gadis culun sepertinya bahkan bisa menjadi ketus juga,' batin Arvin.

"Aku pelanggan disini, terserahku mau sampai kapan aku menghabiskan waktu disini. Lagi pula kenapa sejak dua hari yang lalu kau terus saja menanyakan hal ini? Apa berhentinya Dina bekerja disini mempengaruhi dirimu untuk terus bertanya?" ujar Arvin.

"Aku bertanya hal yang sama padamu setiap hari karena aku merasa risih dengan pengangguran kaya yang sepertinya mengawasiku disini."

"He? Ternyata kau tidak seperti penampilanmu."

"Apa maksudmu?"

"Kau risih dengan kehadiranku? Baiklah, aku akan membuatmu tidak risih lagi."

"Aku tidak mengerti."

"Aku pergi. Kita lihat apa yang akan terjadi besok, kau pasti tidak akan risih lagi denganku," kata Arvin sambil berdiri, kemudian pergi dari rumah makan itu.

"Apa maksudnya?" gumam Salma.

Di parkiran, Arvin terlihat merasa malu dan kesal sekaligus. Ia menggerutu di samping mobilnya.

"Saran mereka sudah kulakukan dan tidak bekerja. Apa sebaiknya aku menggunakan caraku sendiri?"

3 HARI YANG LALU ...

Malam hari di kost Dina, Isa dan Arvin bersama gadis yang menempati kost tersebut berkumpul di depan pintu. Anak-anak Jhana sudah tertidur di dalam kost itu, mereka bertiga kumpul atas permintaan Arvin.

"Ada apa? Tumben sekali kakak ingin berbicara seperti ini," tanya Isa.

"Aku ..." Arvin tampak ragu untuk jujur. Dina kontan mengernyitkan dahinya.

"Kakak kenapa?" tanya Dina.

"Aku ..."

"Jangan bertele-tele," desak Isa.

"Aku ..."

"Ya Tuhan, katakan saja. Kakak kenapa?" ucap Dina yang terlihat geregetan.

"Aku sadar bahwa aku jatuh cinta pada Salma," ujar Arvin dengan sangat lancar.

Isa dan Dina sontak terkejut dengan pengakuan Arvin.

"Sudah kubilang padamu," bisik Dina pada Isa, dan Isa hanya mengangguk.

"Jadi? Apa urusannya dengan kami?" tanya Isa.

"Aku tahu bahwa Dina sudah berhenti bekerja, tapi aku ingin meminta bantuan kalian untuk membuat Salma memiliki perasaan yang sama denganku dan membuat kami bersatu," jelas Arvin.

'Sepertinya janjiku pada kak Salma akan kutepati,' batin Dina.

"Kak, bukannya kami tidak mau membantu, tapi, besok orangtua Dina akan datang dan mereka akan membicarakan soal pernikahan kami, jadi, mulai besok kami akan menjadi sangat sibuk. Jadi kami tidak bisa," ujar Isa.

"Untuk membantu, kami mungkin tidak bisa. Tapi, untuk memberi saran, kami sudah tentu bisa," timpal Dina.

"Nah, iya. Mungkin saran dari kalian yang akan menikah yang sebenarnya sangat aku butuhkan untuk melakukan pendekatan dengan Salma."

"Tapi, apa yang membuatmu jatuh cinta padanya? Itu sangat aneh bagiku," tanya Isa.

"Aku juga tidak tahu, kata orang cinta itu buta, kan?" kata Arvin.

"Sudahlah, katakan saja saran dari kalian," sambung Arvin. Dina dan Isa kemudian berbisik. Arvin pun mengangkat alis kanannya melihat keduanya saling berbisik.

Setelah pembicaraan rahasianya bersama Dina selesai, Isa menghampiri Arvin dan membisikkannya sebuah saran sederhana.

"Pepet terus, jangan kasih kendur. Jika kakak mencintainya, kejar dia, jangan biarkan dia menjadi milik orang lain. Teruslah berada di dekatnya, teruslah datang ke rumah makan itu. Buatlah kesan terhadapnya, maka jika kalian berpisah, dia pasti akan sangat merindukan kakak dan menjadi sayang kepada kakak. Untuk itu, tetaplah datang kesana meskipun kakak tidak memiliki alasan untuk datang ke rumah makan itu setiap hari."

"Tentu saja Salma akan merasa risih dengan kehadiranku yang tidak jelas setiap hari di rumah makan itu, sudah pasti dia merasa diawasi olehku. Apa sebenarnya mereka pernah melakukan pendekatan? Kenapa saran mereka tidak benar?" gerutu Arvin yang masih berada di parkiran, di samping mobilnya.

Di halaman belakang mansion, Jhana dan Tantri mengawasi pekerjaan orang-orang yang mendekorasi halaman belakang untuk menjadikannya sebagai tempat pernikahan yang indah. Tentu saja mereka melakukan pembicaraan agar tidak merasa bosan.

"Nona Dina sebentar lagi akan sampai bersama Tuan Isa, dan akhirnya kakak akan mengetahui siapa calon istri Tuan Isa," ujar Tantri pada Jhana.

"Benarkah? Dia akan datang? Maksudku, nona Dina itu akan datang?" ucap Jhana.

"Ya, Nyonya Zemira bilang kalau nona Dina akan berada disini seharian untuk memantau mereka. Kakak tahu? Nona Dina itu sangat baik orangnya, dan menurutku Tuan Isa sangat cocok berpasangan dengannya, karena mereka sama-sama rupawan dan baik hati."

"Waaah."

'Dina akan datang? Dan seharian dia akan berada disini? Ini gawat, aku harus menghindarinya, jika tidak, identitasku akan terbongkar. Tapi apa mungkin aku bisa terus menghindari Dina? Mengingat dia akan berada disini selama satu harian, mustahil rasanya apa bila kami tidak akan berpapasan. Tapi aku akan tetap berusaha,' batin Jhana.

Namun sepertinya Jhana telat untuk bisa merencanakan sesuatu agar bisa terus menghindari Dina, sebab ternyata Dina dan Isa sudah sampai dan suara mereka yang sedang berbincang terdengar jelas oleh Jhana, karena kedua insan itu sedang berjalan menuju halaman belakang.

"Nah, itu mereka," kata Tantri.

Sontak saja Jhana menjadi panik, tapi ia tidak bisa mengekspresikannya, sebab hal itu sudah tentu tidak boleh dilakukannya.

"Nona, Tuan," sapa Tantri.

"Halo, Tantri," balas Dina dengan ramahnya.

Jhana menjadi semakin panik dengan suara Dina yang kini menjadi sangat jelas. Dan memang Dina sekarang berada tepat dibelakangnya. Jhana berusaha untuk tidak berbalik badan, namun apa hal itu mungkin?.


next chapter
Load failed, please RETRY

Gifts

Gift -- Gift received

    Batch unlock chapters

    Table of Contents

    Display Options

    Background

    Font

    Size

    Chapter comments

    Write a review Reading Status: C29
    Fail to post. Please try again
    • Writing Quality
    • Stability of Updates
    • Story Development
    • Character Design
    • World Background

    The total score 0.0

    Review posted successfully! Read more reviews
    Report inappropriate content
    error Tip

    Report abuse

    Paragraph comments

    Login