Hari sudah menjelang sore, Cleine sangat senang naik komidi putar. Cleine menunggang kuda putihnya dan di depannya ada Areez yang memandang ke arah Cleine yang ada di kuda belakangnya. Mereka tampak seperti dua orang yang sudah lama mengenal, tapi sebenarnya mereka genap satu hari saling mengenal.
"Sudah berapa lama kita berputar seperti orang bodoh. Cleine kau tidak pusing?" sebenarnya Areez sudah bosan dengan permaianan yang tidak ada tantangannya. Tapi dari tadi ia sudah mencoba banyak wahana.
"Tidak." Senyum Cleine mengembang. "Ini menyenangkan sekali." Sudah setengah jam lebih mereka berdua berputar dan mengobrol di atas kuda-kudaan. Cleine melihat kalau kuda sungguhan lebih bagus disandingkan dengan Areez daripada kuda bohongan yang terlihat kekecilan itu.
"Aku sudah lama tidak bermain ke taman bermain."
"Aku juga. Terakhir kali aku ke sini ketika keluargaku masih lengkap."
Areez mengangguk paham. Menurut data yang ia dapat gadis yang ada di dekatnya itu sudah menjadi yatim piatu dengan harta yang seluruhnya jatuh kepada Sang Ibu Tiri. Malang sekali.
"Di mana keluargamu, Reez?"
Senyum terkembang begitu saja di wajah Areez. Cleine terhipnotis dengan lesung pipi yang indah saat dipadukan dengan senyuman manis milik Areez. "Aku tidak memiliki orang tua." Tidak ada kesedihan di mata Areez, seperti dia sudah terbiasa dengan istilah sebatang kara.
"Kau memiliki saudara?"
"Tidak ada. Kita sama-sama tidak memiliki siapa-siapa di dunia ini. Aku hanya memiliki beberapa orang yang menjadi bawahanku."
"Aku turut berduka mendengarnya." Areez bersimpati, "tapi kau memiliki teman, kan?"
"Kau temanku."
Jawaban Areez cukup dimengerti oleh Cleine. Jika dilihat dari sifatnya kemungkinan besar Areez tidak memiliki sahabat dekat. Meskipun baru prediksinya, tapi Cleine yakin akan perkiraan yang ia buat.
"Aku akan menjadi temanmu sampai aku mati."
"Sungguh?" Areez lagi-lagi terlihat bersemangat dengan perkataan Cleine. Itu seperti sebuah janji jika Cleine akan bersamanya untuk selamanya. Areez cukup tenang dengan penerimaan dari Cleine.
"Iya. Aku akan menjadi temanmu." Cleine tersenyum lebar, "sampai Tuhan bilang kalau aku harus kembali ke sisinya." Ungkap batin Cleine.
Belum ada dua puluh empat jam Cleine bersama Areez tapi ia sudah menemukan kepercayaan diri kalau ia akan melewati hari-harinya bersama penyakitnya. Cleine ingin hidupnya berguna. Ia ingin melihat Areez tertawa bahagia. Ada kebahagiaan yang tidak bisa didefinisikan oleh Cleine saat melihat orang di depannya menatapnya penuh kasih dan tersenyum lebar. Seolah-olah hari esok akan datang dan penuh dengan suka cita.
Di mata Cleine, Areez terlihat baik dan tulus. Ia merubah tujuan hidupnya sejak bersama Areez. Rasanya tidak buruk jika meninggal sambil mengingat banyak hal yang menyenangkan bersama Areez. Tidak tahu sejak kapan ia merasakan perasaan aneh di hatinya. Ini seperti sebuah ketertarikan yang lagi-lagi Cleine tidak mau mengatakannya kalau itu adalah cinta. Bukankah baru saja hatinya dipatahkan oleh Roland? Ini terlalu cepat untuk jatuh cinta. Cleine takut kalau apa yang rasakan sekarang hanya kekaguman atas apa yang ada di diri Areez.
"Terima kasih." Areez berguman pelan.
Sudah lama sekali Areez menantikan dimana dirinya menemukan sesuatu yang tidak ingin ia lepaskan. Kalau boleh lebih baik Cleine ia bawa pulang. Tapi ini masih terlalu cepat. Meskipun terlihat jelas kalau Cleine menerimanya dengan sangat baik. Apakah Cleine akan menjauhinya ketika tahu kalau dirinya tidak sebaik yang dipikirkan oleh Cleine. Manusia memiliki dua sisi yang bertolak belakang. Manusia tidak hanya selalu baik, tapi ada sisi yang lain yang berlawanan.
Areez melihat ke depan. Meninggalkan Cleine yang tertawa lebar di belakangnya. Mereka terus berputar dalam lintasan yang sama. Mata Areez terpejam, merasakan udara yang dihirupnya. Kesegaran masuk dari hidungnya dan sampai ke paru-parunya. Udara segar itu membuat Areez tersadar kalau cepat atau lambat ia harus memiliki Cleine. Ada obsesi yang sulit digambarkan dengan kata-kata. Areez akan mencoba menurunkan egonya dan lebih bertoleransi kepada Cleine. Tanpa diberitahu Areez tahu kalau hati Cleine baru saja dipatahkan oleh pria bernama Roland Sanders.
Apakah Areez perlu bersyukur atas kekejaman yang dilakukan oleh Roland? Tidak hanya memutuskan hubungannya dengan Cleine yang sudah berjalan cukup lama. Roland dua minggu lagi akan menikah dengan kakak tiri Cleine. Waktu delapan tahun bukanlah waktu yang sebentar, jika Roland hanya berniat untuk mempermainkan wanita, kenapa harus Cleine yang menjadi korbannya? Areez cukup prihatin membaca semua hal buruk yang sudah dialami oleh Cleine Agnella Foster. Detektifnya terlalu hebat sampai bisa mengetahu informasi tentang Cleine sampai sedetail itu.
"Reez, kau lapar tidak?" Cleine terlihat sudah sangat lelah.
"Ayo kita mencari makan." Areez memerintahkan orang untuk menghentikan laju komidi putar.
Areez segera membawa Cleine ke tempat makan yang sepi. Areez melupakan sesuatu. Tidak seharusnya ia membuat Cleine lelah hingga wajahnya tampak pucat. Mereka memilih menghabiskan senja sambil mengisi perut mereka dengan banyak makanan sambil berbincang-bincang.
Cleine menggigit burgernya dengan lahap. Perut Cleine sudah keroncongan dan makanan di depannya terlihat menggiurkan.
"Tidak makan?" Cleine melihat Areez yang hanya mengaduk-aduk minumannya.
"Aku belum terlalu lapar."
"Kuat sekali tidak lapar setelah kita berteriak-teriak sepanjang hari."
"Kita tadi sudah makan siang dengan ukuran yang lumayan banyak."
"Tapi aku tetap kelaparan. Terima kasih untuk traktirannya. Kapan-kapan aku akan mentraktirmu."
"Bukankah aku yang mengajakmu jalan-jalan?"
"Memang."
Cleine menghabiskan burgernya dalam waktu yang relatif singkat. Lalu memakan kentang goreng yang ada di nampan milik Areez yang tampak tidak berminat dengan makanannya itu.
"Mau tambah lagi?"
"Tidak. Aku memakan ini saja."
"Habis dari sini kita kemana lagi? Hari belum malam. Ke apartemenku lagi saja." Areez mengusulkan.
"Awalnya kau ingin mengantarku pulang, kalau aku kembali ke apartemenmu berarti kau tidak mengantarku pulang."
"Tidak apa-apa. Dari pada kau sendirian. Besok kau tidak ada kegiatan kan? Sudah bersamaku saja." Areez memberikan penawaran. "Tidak usah banyak berpikir, kau terlihat bodoh jika bengong seperti itu. Besok hari minggu."
"Aku memaksa." Areez menambahkan.
"Oke." Cleine mengiyakan ajakan Areez. Dia juga tidak memiliki tujuan dan dirinya cukup dewasa untuk tidak terlalu terlarut dalam kesedihannya. "Apa kau tidak sibuk?"
"Tidak. Dalam sebulan aku hanya bekerja kadang-kadang. Jika aku mau."
"Karena kau pemiliknya?" Cleine menebak.
"Bisa jadi." Bibir Areez terangkat sedikit ke atas.
"Apa tidak merepotkan jika menampung diriku?"
"Tidak. Habis makan kita pulang dan beristirahat besok kita mencari kegiatan yang lebih santai. Kau tampak pucat."
"Apa terlihat sekali wajahku yang kelelahan?" Cleine menghentikan makannya dan meminum jus jeruknya.
"Iya. Tapi setelah beristirahat kau akan baik-baik saja." Areez tersenyum menenangkan.
Cleine ikut tersenyum. Areez tidak tahu kalau dirinya tidak akan pernah membaik dengan kanker ganas yang ada di kepalanya. Seharusnya minggu ini ia mengikuti sesi terapi di rumah sakit. Akan tetapi Cleine tidak memiliki biaya dan tidak mau merasakan penderitaan di sisa hidupnya. Ia ingin mati dengan tenang.
Aku mencintai kalian yang sudah memberikan banyak dukungan kepadaku. Besok kita berjumpa lagi dengan kisah Cleine dan Areez. Jangan lupa bahagia ya Allenials.....
— New chapter is coming soon — Write a review