Di saat terpikir sesuatu dalam lamunannya arnold menghubungi gadis itu, siapa lagi kalau bukan karin. Arnold tidak seperti lelaki lain erbasi dulu saat akan menelpon seseorang, karena dia memiliki sifat jika ingin mendapatkannya harus main cepat. Sama seperti dia lakukan sekarang ini, arnold mengajak karin langsung ke pokom pembicaraan mereka.
"Maaf, tadi anda bilang apa?"
"Saya mengajak anda menikah"
"Me..ni..kah" Karin kaget dan bangkit dari kursinya secara tiba-tiba. teman sekaligus rekan kerja karin ikut juga terkejut karena ulahnya.
"Ibu, karin tidak apa-apa?" Tanya rekan kerja karin.
Karin yang masih menggenggam hanpone miliknya hanya mengangguk seakan mengatakan tidak terjadi apa-apa.
Sedangkan pria yang di telpon karin, merasa aneh dengan suara-suara ribut karena ulahnya.
"Ada apa? kok ribut sekali" tanya pria itu.
"tidak apa-apa. tunggu sebentar"
Karin bergegas pergi keluar ruangan kantornya demi memastikan perkataan pria yang mau mengajaknya menikah itu.
"Ja..jadi, me..me apa tadi?" tanya karin mengulang.
"Saya mengajak anda menikah, Berapa kali saya harus mengulanginya?" ucap pria itu tegas.
Karin memencet tombol lift keruang bawah demi jauh dari orang-orang sekitar kantornya. Dia takut jika ada yang mendengar obrolannya dengan pria yang sedang mengajaknya menikah.
"Ahahaa, makanya itu. Apa maksudnya menikah. Berapa kalipun ini tetap mengejutkan" jelas karin khawatir.
"Begitu, ya?" Hanya jawaban sederhana yang didengan karin dari mulut pria itu. Apa lelaki itu tidak tahu bahwa dirinya hanya jadi pengganti bukan yang asli.
"Tentu saja terkejut. Terlebih anda tiba-tiba anda melamar saya lewat telepon. Sepertinya ini bukanlah hal yang bisa dibicarakan lewat telepon. dan ini juga bukan seperti pemberitahuan barang akan habis saat belanja online. Ini kan lamaran" Ucap karin bingung. karin terus-menerus bolak-balik sekitar lift. Dia seperti setrikaan yang sudah siap melicinkan baju apapun itu.
"Kalau begitu, ayo kita bertemu lalu bicara"
"Itu lebih bai.. apa?! tidak, tidak perlu!" karin tergagap diam mendengar mereka besok akan bertemu.
"Tidak perlu?" tanya pria itu heran. Sambil turun dari mobil hitam yang membawanya dari rumah kekantor yang dia miliki.
"iya. saya cukup berkomunikasih lewat telpon saja" Ucap karin di seberang telpon.
Pria itu terdiam mendengar kata-kata karin barusan. sekretaris yang tak lain adalah sahabat sekaligus keluarganya membukakan pintu untuk pria itu keluar dari mobil yang membawanya.
"Kalau begitu saya menolak lamaran anda. Saya akan menganggap tidak pernah mendengar tawaran barusan. saya tidak berniat untuk menikah" Karin mengatakan semua yang sekarang ada di dalam otaknya. jika berlangsung lama teleponnan dengan pria ini dia tidak akan mampu lagi harus bagaimana lagi untuk menggagalkan rencana pria itu.
"Kalau begitu kenapa kemarin datang ke acara perjodohan?" Tanya pria itu menahan amarahnya.
karin yang masih mikir-mikir menjawab begitu saja apa yang terlintas di benaknya.
"Apa? Ah.. Itu. hanya iseng saja"
"Hanya iseng!" Arnold menggeram. bisa-bisanya perempuan yang masuk ke dalam acara perjodohan menganggap itu hanya iseng saja. Apa dia tidak tahu itu akan menyakiti secara tidak langsung.
Karin sudah keluar dari lift khusus karyawan. namun saat akan berjalan keluar kantor di melihat arnold datang dari arah pintu yang ingin di tuju karin. Dia merasakan ada hawa dingin yang menyerang kulitnya seakan pria yang di seberang telponnya sedang mengintainya.
"Ia, hanya iseng saja"
karin belum tahu jika yang ditujunya sebenarnya salah. Dia hanya menggerutu saja didalam hatinya 'Ah gila! Ini semua gara-gara temanku yang menyebalkan itu. bagaimana mengatakannya?' karin menanyakan hatinya.
"Kenapa..bi..bisa saja begitu kan. Kalau datang ke perjodohan bukan berarti mau segera menikah...hanya ingin kencan buta di tempat yang mahal..ya seperti itu" Bodohnya karin sampai tidak menyadari apa yang baru saja dia ucap kan. 'Dasar gila kenapa berkata yang tidak-tidak sih' ucap karin dalam hati.
"Kalau begitu saya akan tanya satu hal. kenapa anda ingin menikah dengan saya? pastinya anda tidak mungkin jatuh cinta pada pandangan pertama kemarin..sa..ya tidak memperlakukan anda dengan baik" Karin menyesal mengikuti perjodohan itu sekarang, kenapa sampai dia yang harus jadi korban sekarang.
Arnold berjalan mendekat ke arah lift khusus para pejabat tinggi di kantor. di sana nampak rame karena semua karyawan turun dari lantai atas kebawah menuju kantin.
Karyawan-karyawan kantor milik arnold tidak pernah lupa menyapa sang direktur. tanpa maupun adanya ucapan balik dari arnold ke karyawan kantornya.
"Silakan masuk, pak direktur" ucap sekretaris arnold membimbing.
Karin mendengar suara keramaian, karena penasaran dia mendatangi kerumunan itu. disana dia melihat arnold dengan gagahnya berjalan melewati krumunan karyawan-karyawan yang mengelilinginya.
"Kalau benar saja jatuh cinta pada pamdangan pertama"
"Apa?!" Suara karin mengeras, bagaimana bisa seorang presdir yang hanya sekali menghadiri biro perjodohan dengan keberanian mengatakan jatuh cinta pada pandangan pertama.
Suara karin ternyata terdengar sampai keluar telepon, arnold merasa tidak bicara lewat telepon karena mendengar suara yang begitu keras tepat didepannya. namun orang yang bersuara nya tidak ada.
"Ada apa pak? sudah waktunya untuk masuk" ucap hemin, sekretaris arnold.
"Tidak"
"Makanya nona karin mari kita bertemu dan bicara jam tujuh malam di tempat kemarin" Arnold melanjutkan langkahnya kedalam lift, sedang karin merasa lega.
"Tidak, tidak. hari sepertinya saya tidak bisa" karin bisa terduduk saja dengan jawaban-jawaban yang sekarang sudah bersarang di kepalanya.
"Kalau hari kerja lain saya tidak bisa, kalau akhir pekan..."
"Tidak! anda pasti sibuk, tidak perlu sampai seperti itu. Saya tidak akan menikah! tidak, tidak bisa! dan sebenarnya saya menyukai wanita. Saya tidak suka pria. Ini sungguhan saya benar-benar menyukai wanita. kalau begitu saya tutup, selamat tinggal" Karin merasa dirinya seperti trans gender saja satu hari. merosotkan bahunya dan menarik napas dalam-dalam karin lakukan demi menahan detak jantungnya yang tidak bisa berhenti karena keterkejutannya.
"Kyaaa. Bagaimana ini. Tidak suka pria, mana mungkin, padahal di perjodohan kemarin aku bilang aku ini penakluk pria" Hancur sudah pamor Gadis itu sekaran. diawal pertemuan karin merasa kepercayaan dirinya sangat tinggi, tetapi sekarang dia sudah kehilangan muka jika bertemu lagi dengan arnold.
Arnold duduk di kuri meeting saat ini. dia merasa di permainkan dengan perkataan wanita ini. walau begitu dia tetap tidak tinggal diam.
"Pak direktur, anda sudah datang?" ucap semua komisaris-komisaris yang ikut serta dalam meeting.
"Selamat datang"
"Selamat datang direktur" ucapan demi ucapan mereka sampaikan ke arnold. membuat lelaki itu jengah sendiri.
"Saya sibuk, jadi mari kita mulai yang pertama mengenai pabrik di vietnam, kan?" Diamnya semua orang hanya buat arnold tahu akan jadi seperti apa nantinya meeting ini.
Di lain tempat karin memukul-mukul kepalanya dengan pergelangan tangannya yang sudah di kepalnya. "Aku sudah gila. ini benar-benar tidak waras. Bagaimana bisa aku dengan arnold"
Karin meringis menahan sakit kepalanya yang barusan di pukulnya. memang bodoh jika dia terus melakukan pukulan di kepalanya yang membuat sakit kepala sendiri.
Karin mendesah marah.
"Bagaimana bisa aku ke perjodohan dengan bos ku sendiri"