Itu cewek sompret! Kenal juga kagak. Nggak ada angin-nggak ada ujan tiba-tiba dia datang ke rumah bareng ortunya, nangis lebay di depan Mama sama Papa, bilang kalau salah satu anak cowok Mama sama Papa sudah ngehamilin dia.
Ini anak salah rumah, atau lagi ngigo?
Jelas-jelas aku sama kakakku nggak kenal sama dia. Oke dia memang kuliah di kampus yang sama dengan Mbak Ratih, tapi Mbak Ratih berani bersumpah bahwa dia nggak pernah liat cewek itu. Begitupun aku yang sering nongkrong di parkiran Kampus Mbak Ratih buat ngejemput, aku juga nggak pernah ngeliat muka dia sekalipun.
Yah, aku juga emang punya adik laki-laki yang namanya Bakhti, tapi ... Biar tuh cewek alay nangis darah sampai mau bunuh diripun, kami sekeluarga nggak akan percaya kalau Bakhti Kusuma Wiratama, ngebuntingin dia. Masa iya anak umur tiga tahun bisa ngehamilin tante-tante lebay?
"Bagaimana ini Pak, Dania anak perempuan saya satu-satunya! Dan saya harap Bapak mau memaksa anak Bapak yang Brengsek itu untuk mempertanggung jawabkan perbuatannya terhadap anak saya!" Om-Om kumis-botak Bapaknya Si Dania melotot garang ke aku sambil terus milin kumisnya.
Apaan coba?
"Dia harus segera menikahi anak saya!"
Papa menggaruk tengkuknya kikuk. Sepertinya tidak pernah membayangkan akan menghadapi situasi seperti ini.
"Enggg. Apa anak Bapak tidak salah orang? Maksud saya ... Anak saya tidak mungkin membuat anak Bapak hamil," kata Papa dengan ekspresi bingung yang kentara.
"Saya nggak salah orang kok!" Si Lebay yang dari tadi ngeluarin air mata buaya di pelukan Emaknya, menyambar perkataan Papaku. "Anak Om yang udah ngehamilin saya!" Dia asal nuduh, kemudian kembali nyungsep di ketek si Emak.
Papa makin bingung. Satu persatu dia menatap wajah anak-anaknya yang duduk berderet di sofa panjang sebelah kiri, berhadapan dengan keluarganya Dania. Papa memandang wajah Mbak Ratih, kemudian aku, lalu sedikit lebih lama di Bakhti--yang berada di pangkuan Mama. Keningnya berkerut serius, seperti sedang memikirkan sesuatu yang ganjil, kemudian dia menggeleng kuat.
Pandangan Papa teralih padaku. "Keken," ucap Beliau dengan suara dalam yang serius.
"Yes, Pap."
"Kamu ... Nggak ngelakuin hal yang aneh-aneh kan?" Tatapan tajam dan nada seperti menuduh yang keluar dari mulut Beliau membuatku tersinggung.
"Nggak ada waktu buat ngelakuin hal yang aneh-aneh, Pa. Papa tahu sendiri kan, ngurus bahan-bahan administrasi buat daftar masuk jadi bintara TNI terlalu ribet dan makan waktu?!" Lha, aku malah curhat. Tapi emang benar kok! Riwayat Hidup yang perlu diisi banyak pisan, belum lagi harus nge-foto kopi rapor sama legalisi Ijazah SD, SMP, SMA. Foto kopi KTP orang tua, kartu keluarga, surat kelakuan baik dan blablablabla.
Oke Keken, lupain dulu rasa frustrasimu mengenai pendaftaran calon Bintara TNI yang akan dimulai beberapa hari lagi, sekarang fokus dulu sama masalah si Cewek lebay dan keluarganya.
"Jangan buat alasan! Usia kehamilan anak saya sudah tiga bulan, dan kamu sibuknya baru sekarang-sekarang!" Tahu aja si Om Kumis.
"Iya saya sibuknya memang baru sekarang, Om." Si Om kumis mendelik mendengar jawabanku, serius deh, kalau melotot lagi ta' tempeleng tuh Om-Om! Dosa tanggung belakangan. "Tapi serius, saya nggak kenal anak Om!"
"HUAAA! KAMU TEGAAAAA!"
Nah lho? Si cewek lebay yang namanya Dania bangkit dari sofa yang dia duduki, menghampiriku, lalu memukul-mukulku menggunakan tas hermes kw-nya. Ealah.
"Apaan sih?" Aku mencoba menahan pukulan Dania, sembari melotot ke arahnya. Dia pikir dipukul-pukul gitu enak? Sakit tahu!
"Hiks. Keken tega sama Nia!"