Untuk sesaat, Lian hanya berdiam diri saja di tempatnya. Berusaha untuk berpikir, apakah benar yang ia dengar tadi adalah suara hati wanita yang ia ajak untuk bekerja di toko bunga miliknya itu?
Lian membalikkan tubuh tingginya, dan menatap ke arah Virginia yang pura-pura sibuk meneliti bunga-bunga yang ada di sekitarnya.
"Apa yang tadi kau katakan?" tanyanya pada Virginia, dan pertanyaan Lian cukup membuat Virginia jadi tergagap.
"Aku tidak mengatakan apa-apa!" sergah Virginia sembari memalingkan wajahnya, tidak mau kalau apa yang ia pikirkan terbaca oleh pemuda tampan tapi jutek itu.
"Kau mengataiku di dalam hati?" tanyanya lagi, dengan tatapan menyelidik.
"Tidak!" bohong Virginia.
Kenapa bertanya bertubi-tubi? Dia tadi tidak mungkin mendengar suara hatiku, bukan? Memangnya dia sakti?
Hati Virginia kembali berkata dan bersamaan dengan itu, Lian merasakan sesuatu menyengat di sekujur tubuhnya, dan, lagi-lagi ketika sensasi sengatan itu hilang Lian bisa mendengar suara hati Virgina kembali yang tadi bicara demikian.
Benar-benar nekat membicarakan aku di dalam hati, tapi sudahlah, aku tidak mau membahasnya. Lagipula, aku juga ingin tahu apa benar, aku bisa mendengar suara hati orang? Aku praktekkan pada orang lain saja kalau begitu....
Lian beranjak dari tempatnya, ketika usai bicara demikian di dalam hati. Ditinggalkannya Virginia. Melangkah menuju motornya, dan detik berikutnya motor itu sudah berlalu dari hadapan Virginia yang menarik napas lega melihat kepergiannya.
"Bik! Yang tadi itu memang bos kita satu-satunya?"
Penasaran dengan siapa bosnya yang sebenarnya, Virginia bertanya demikian pada asisten rumah tangga Lian yang tadi menyambutnya.
"Ia, Non. Ayahnya jarang pulang, tugas di luar negeri, ibunya juga pergi entah ke mana, sampai sekarang, Tuan Lian mencari ibunya tapi belum ada titik terang, jadi maafkan saja, jika dia sedikit keras dan kasar. Itu karena tuan muda Lian tidak cukup dapat kasih sayang dari keluarga hingga jadi tumbuh seperti itu."
"Oh, gitu. Ya, udah. Nggak papa. Dia jarang pulang ke sini, kan? Aku bisa tenang dong kalau kerja."
"Tuan jarang pulang, Non. Entahlah, bibik juga tidak tahu tuan di mana kalau tidak pulang. Tidak apa-apa, jika kita bekerja dengan baik, Tuan Lian justru sangat mudah memberikan apresiasi. Hatinya sangat royal meskipun dia terlihat galak."
"Syukurlah, kalau seperti itu. Terimakasih, Bik. Mohon bimbingannya!"
Virginia membungkukkan tubuhnya ke arah wanita paruh baya itu. Lega rasanya, sekarang ia sudah dapat pekerjaan, setelah sekian hari mencari, ia tidak mendapatkan pekerjaan selalu ditolak dan ditolak.
Sungguh membuat dirinya nyaris putus asa!
***
"Cess, kamu kenapa?" tanya seorang teman Cessie ketika melihat Cessie sejak tadi bolak balik ke kamar mandi.
Baru beberapa saat bekerja, Cessie selalu saja ke toilet, dan itu membuat rekan sekerjanya jadi merasa aneh dengan tingkah gadis berambut panjang tersebut.
"Dia tadi muntah, dan ini sudah yang kesekian kalinya," sahut yang lain, dan rekan kerja Cessie jadi menatap curiga pada wanita di hadapannya, dan Cessie kesal dengan tatapan itu.
Seperti melontarkan pertanyaan, apakah kamu sedang hamil?
"Kamu, hamil?"
Baru saja suara hati Cessie menerka arti tatapan rekan sekerjanya tadi, tiba-tiba saja pertanyaan itu sudah dilontarkan dan semua mata yang ada di ruangan itu jadi menatap ke arah Cessie.
"Hamil? Enggak!" bantah Cessie, dengan suara tegas.
Hamil dengan siapa? Pacar saja tidak punya apalagi suami? Lagipula, jika ada pacar pun, Cessie bukan tipe wanita yang suka berpacaran dengan gaya yang bebas, mana mungkin ia sampai hamil hanya karena berpacaran?
Meskipun ayahnya seorang bule, bukan berarti Cessie menganut gaya hidup bebas. Ayah Cessie bahkan sangat menerapkan bagaimana Cessie harus menjaga kehormatannya sebagai wanita, karena sang ayah seorang mualaf yang benar-benar mempelajari agama Islam dengan baik.
"Kalau tidak hamil, kenapa selalu muntah?"
"Memangnya, muntah hanya identik untuk orang hamil? Banyak, kok orang yang sakit dengan gejala disertai muntah, kenapa harus mengatakan orang muntah pasti hamil atau mengidam?"
Cessie mengomel. Sudah tidak mood, mendapat tuduhan seperti itu pula. Kesal sekali dia, hingga para rekan sekerjanya yang ada di ruangan itu akhirnya tidak lagi menanggapi masalah tersebut.
Mereka duduk kembali di kursi masing-masing, meneruskan pekerjaan mereka, begitu juga dengan Cessie. Tapi, sial! Makin ditahan, makin menyiksa gadis itu menahan rasa mualnya.
Dan akhirnya seharian dilewati oleh Cessie dengan penuh perjuangan yang amat sangat.
Cessie segera pulang ketika jam kerjanya sudah usai. Masih menahan rasa mual dan tatapan aneh rekan sekerjanya, gadis itu memilih untuk memasabodohkan itu semua.
Ia melangkah sembari sesekali melihat ke arah jalan untuk mencari angkot. Butuh waktu satu jam jika berjalan kaki untuk Cessie agar sampai ke rumah.
Jika ia nekat berjalan kaki, yang ada kaki dan sekujur tubuhnya akan terasa sangat lelah sebelum pekerjaan rumahnya selesai.
Meskipun ada ibunya di rumah, tetap saja kewajiban membersihkan rumah dan terkadang juga memasak harus dilakukan oleh Cessie. Lelah sebenarnya, tapi apa boleh buat? Cessie tidak mau membuat situasi rumah jadi kacau hanya karena pertengkaran ia dengan ibunya.
Alhasil, Cessie melakukan semuanya meskipun sebenarnya tubuhnya sangat lelah sekali.
"Aneh, angkot pada ke mana? Aku nggak liat satu pun?"
Cessie bicara sendiri ketika sejak tadi ia tidak melihat angkot tidak lewat satupun padahal ia sedang menunggu.
Biasanya, sore hari adalah jam yang paling banyak mendapatkan angkot. Sangat mudah menemukannya, karena para sopir angkot mencari kesempatan di jam saat orang pulang bekerja.
Cessie tidak pernah kesulitan menemukan angkot, tapi hari ini entah kenapa, ia jadi sangat sulit menemukan transportasi murah meriah itu.
Karena sudah terlalu lama menunggu, akhirnya, Cessie memilih untuk mencari jalan alternatif untuk berjalan kaki. Masih terang, hingga jika memakai jalan alternatif yang sepi kendaraan dan pemukiman penduduk, ia tidak akan bertemu dengan para begal yang biasanya banyak jika sedang malam hari.
Tergesa, Cessie menggunakan kakinya untuk mencapai rumah melewati jalan alternatif. Ia harus berburu dengan waktu.
Jalan alternatif itu di sisi kiri kanannya banyak rawa dan semak belukar karena tidak ada rumah penduduk. Biasanya beberapa orang suka sekali memancing di rawa tersebut karena banyak ikan yang bisa didapatkan sekedar untuk lauk makan.
Sore ini, tidak terlihat para pemancing ada di tepi rawa yang dilewati oleh Cessie.
Aneh memang. Biasanya meskipun naik angkot, Cessie bisa melihat banyak juga yang memancing entah itu para remaja bahkan orang dewasa.
Tapi kali ini, jalanan berbatu tidak beraspal seperti jalan alternatif ini cukup sepi, tidak seperti biasanya. Hingga Cessie sedikit was-was juga saat melintasi jalan tersebut.
Gadis itu mempercepat langkahnya untuk mencapai gang menuju rumahnya.
Tidak mau hari menjadi gelap karena itu akan memancing para begal menghampirinya.
Ketika Cessie fokus untuk mempercepat langkahnya, telinganya mendengar suara teriakan kecil seseorang yang merintih meminta tolong di antara rawa berair tertutup semak belukar.
Awalnya, Cessie mengira ia salah dengar. Akan tetapi, begitu ia kembali mendengar teriakan itu untuk kedua kalinya, Cessie yakin itu suara seseorang yang sedang kesakitan dan meminta tolong!
Note: Kesimpulan yang dibuat hanya karena melihat tanpa membuktikan, akan menjadi sebuah kesimpulan yang salah.
(Siapakah yang perlu pertolongan tersebut?)