Bukankah hari terlalu cepat berlalu, rasanya baru kemarin pertengkaran itu terjadi tapi kini Aarun sudah berada di depan ayahnya berniat memberikan surat gugatan cerai dari ibunya.
Selama perjalanan dari depan kompleks hingga sampai di rumah lamanya Aarun terus saja menguatkan niat itu, ia sangat takut dan kasihan secara bersamaan jika membayangkan dirinya memberikan surat gugatan itu.
Tapi semuanya harus tetap di berikan karena seperti pembicaraannya dengan Arin tempo hari, jika ayahnya tidak tahu karena mereka tidak memberikan surat itu bisa-bisa ayahnya di anggap bersalah.
"Aarun kau datang nak?" kejut Ayahnya setelah meladeni pelanggan yang baru saja membeli sesuatu.
Aarun hanya tersenyum kikuk di sana, tidak beranjak sekali pun.
"Kenapa di situ saja, duduklah di sini." Ayahnya menepuk-nepuk tempat duduk di sampingnya.