Download App
58.03% JANJI / Chapter 112: Bertaruh

Chapter 112: Bertaruh

Setelah beberapa hari berlalu, tiba pada hari jumat adalah puncak pada festival yang di iringi pagelaran seni budaya. Mulai dari tarian, nyanyian hingga parade budaya turki tersaji memanjakan mata. Tak kalah juga, berbagai makanan khas turki di pamerkan dengan beberapa stand yang sudah memiliki resep masakan turun temurun namun tetap berinovasi mengikuti perkembangan zaman dan lidah masyarakat yang lebih modern.

Meri dan junior turut ikut menyaksikan pesta makanan di lapangan ege universitesi. Tak akan ada yang mengenalinya di malam yang penuh keramaian itu. Dia baru saja pulang dari shift pagi saat junior mengajaknya mengikuti malam puncak. Tak ingin mengecewakan putranya meri akhirnya berada di pagelaran itu bersama putranya yang antusias menoleh ke kanan dan ke kiri.

Berbagai jajanan mulai dari kebab turki hingga berbagai makanan khas dari berbagai negara di ikutkan. Hanya negara yang sejak awal berpartisipasi yang boleh memiliki stand makanan asal negara mereka.

Di turki tepatnya di izmir tidak sedikit masyarakat Indonesia yang menetap di sana. Bahkan ada beberapa mahasiswa ege yang juga berasal dari Indonesia dan berpartisipasi dalam beberapa cabang lomba. Hanya saja, mereka tidak mewakili nama Indonesia karena bukan berasal dari kampus Indonesia.

Utusan dari kampus-kampus yang berada di Indonesia lah yang seharusnya mewakili nama negara itu. Tapi tak ada satupun perwakilan padahal pihak kampus sudah mengirimkan surat undangan kepada beberapa kampus yang ada di sana.

Setelah lumayan lama berjalan, meri duduk menikmati jajanan yang berasal dari negara jepang. Itu adalah sushi dengan rumput laut yang melingkar menutup bagian dalamnya. Sudah lama ia tidak pernah mencicipi makanan asal negara itu.

"ibu, besok penutupan lomba di sekolahku. Hadiah dan piala akan di berikan besok. Apa ibu bisa hadir?" junior berharap ibunya kan hadir untuknya.

Tahun lalu, meri meminta Ali yang menghadiri acara itu karena ia sedang mendapat giliran shift malam dan baru kembali pada pukul sembilan pagi. Ia tetap datang ke acara itu, hanya sedikit terlambat dan hadiah sudah di serahkan.

Di tahun pertamanya, junior hanya mengikuti lomba akademik dan tidak berminat di cabang non akademik. Dia merai juara satu lomba cerdas cermat matematik dan memenangkan piala sains dan teknologi untuk keterampilan merakit sebuah robot mini dengan kendali komputer.

Hasil karya putranya itu bahkan di ikutkan dalam lomba karya anak bangsa tingkat nasional, tapi meri dengan cepat bertindak agar junior tidak sampai pada tahap internasional agar identitas dan keberadaan mereka tidak terbongkar. Pada akhirnya karya itu hanya sampai di tahap nasional dan menjadi pajangan di museum sekolah ege.

Di tahun keduanya ini, junior kembali memenangkan dua piala yaitu catur dan tenis. Meri sudah cukup menyesal karena terlambat datang pada penerimaan piala junior tahun lalu. Kali ini ia tidak akan mengecewakan putranya lagi.

"tentu saja ibu akan hadir. Minggu depan kita libur tahunan, kakekmu tadi menelfon mengabarkan acara pernikahan uncle rido dua minggu lagi. Apa junior tidak leberatan kalau liburan kali ini kita kembali ke Indonesia?" meri selalu melibatkan junior dalam pengambilan keputusannya untuk memberi kepercayaan kepada putranya sebagai seorang laki-laki yang akan menjadi pemimpin di dalam rumah kelak.

"aku juga sangat ingin pulang. Piala caturku akan ku bawa sebagai oleh-oleh untuk kakek" jawab junior bersemangat.

Saat junior bersemangat untuk kembali ke Indonesia, fuad di kediaman ayah dan kakaknya bersemangat merayu agar ia menjadi perwakilan masuk saat pengumuman pemenang lomba di sekolah keponakannya.

"kakak, undangan masuk hanya ada dua jadi biarkan aku dan kakak ipar yang masuk" pinta fuad kepada kakaknya.

"aku ayahnya dan suami dari ibunya. Lalu mengapa jadi kau yang harus mendampingi istriku. Tidak bisa" tolak dokter imran.

Profesor anwar sangat tahu maksud dari keinginan putra bungsunya itu. Jika fuad sampai memohon dan merengek seperti anak kecil yang menginginkan sesuatu, sesuatu itu tak lain pasti berhubungan dengan dokter pujaan hatinya. Putranya banyak berubah sejak berusaha mendekati meri.

"ayolah. Hanya tahun ini saja" fuad masih berusaha menawar permintaannya.

"tahun ini saja? Bagaimana dengan tahun depan?"

"aku akan mewakili lutfi dan bukan lagi malik" jawab fuad dengan percaya diri.

Ayahnya hanya tersenyum senang dan imran hanya menggelengkan kepalanya melihat perubahan dan betapa percaya diri adiknya. Dia baru saja mengatakan tahun depan akan mewakili lutfi yang tak lain anak dokter ana, itu artinya ia percaya bahwa dalam waktu 12 bulan dia akan berhasil mendekati dokter ana dan bahkan harus menikahinya karena dokter ana bukan wanita yang membiarkan pria bukan suaminya mengambil posisi penting di samping putranya.

"apa anak dokter ana juga mengikuti lomba?" tanya ayah fuad.

"ayah tidak tahu bahwa malik kita di kalahkan oleh anak dokter ana saat lomba catur. Tidak, bukan hanya malik bahkan kakak juga di kalahkan olehnya dalam lomba tenis" fuad kembali menjawab dengan bangga seakan orang yang di sanjung adalah putranya sendiri.

"aku sangat terkesan. Tapi bukankah malik meraih juara satu di lombanya?"

"itu untuk lomba renang. Ku dengar anak dokter ana hanya mengikuti dua cabang lomba dan menjadi juara di kedua lomba itu. Malik kita beruntung karena lutfi tidak mengikuti lomba renang. Jika tidak, maka kita harus puas di posisi kedua di semua cabang lomba" ujar fuad masih dengan keangkuhan yang sama.

"kau terlalu membanggakan anak itu" kilah imran merasa putranya selalu di kecilkan oleh fuad.

"tidak tidak. Dia memang membanggakan. Memikirkan dia akan menjadi putraku saja sudah cukup membuatku bangga. Jika aku memiliki anak dari gen ku sendiri, aku rasa anakku bahkan tidak akan memiliki setengah dari kecerdasan anak itu. Kau sendiri terkejut dengan skill nya bermain catur yang sudah di atas rata-rata anak seusianya. Dia seharusnya masuk lomba catur untuk usia dewasa dan bukan anak-anak" tambah fuad lagi.

Keluarga bahagia itu kini menjadikan meri dan junior sebagai bahan perbincangan mereka. Mereka membahas mengenai kecerdasan junior yang sepertinya di turunkan oleh meri. Namun ingatan fuad sampai pada pernyataan meri bahwa ayah junior adalah seorang jenius dengan predikat lulusan terbaik di standford university.

Kedua pria di hadapan fuad terlihat terkejut dengan fakta yang baru saja mereka dengar. Jika begitu maka sangat wajar jika junior memiliki otak yang sangat cerdas. Imran bahkan memprediksi anak itu bisa menjadi seorang penggebrak dunia pada saat ia dewasa.

"jadi kak, biarkan aku masuk menggantikanmu mendampingi malik" fuad kembali pada niat awalnya.

"tidak bisa. Aku semakin penasaran dengan anak dokter ana dan ingin menemuinya langsung" jawaban berisi penolakan kembali terdengar.

"bagaimana jika aku menjadi sopir pribadi malik selama satu semester dan mengantar jemput ia di sekolah" fuad tak ingin menyerah begitu saja.

Tiket masuk ke dalam ruangan pengumuman lomba itu seakan merupakan kunci untuk masuk ke kehidupan meri. Karena itu fuad tidak keberatan menjadi sopir pribadi karena itu juga tidak akan terlalu merugikan baginya.

Dengan mengantar jemput malik maka ia juga akan bisa bertemu dengan lutfi dan jika dia beruntung, dia juga bisa bertemu dengan ibu anak itu. Jadi penawaran yang ia ajukan adalah hubungan simbiosis mutualisme di mana semua pihak akan di untungkan.

Tapi imran dengan mudah memahami penawaran itu. "hahaha kau pintar menawarkan hal itu tapi aku tetap tidak setuju" jawab imran.

"imran berbaik hatilah dengan adikmu. Dia sangat berusaha keras dalam hal ini jadi beri dia kemudahan" ayah dari dua laki-laki itu akhirnya menengahi.

"ayah, tahun lalu aku mengemis padanya sampai kehilangan proyek seharga hampir satu juta dolar karena dia menolak menemani malik karena Zahra sedang sakit. Sekarang saat kakak iparnya sehat dan aku sedang dalam waktu luang dia justru ingin aku tidak hadir. Tidak bisa, aku akan membalasnya kali ini" ujar dokter imran masih bersikeras.

"ya ampun, kau ternyata memiliki sikap pendendam" sindir fuad. "oke, bagaimana dengan proyek di istambul, Desa penyembuhan. bukankah kau sangat menginginkannya? Aku akan menyerahkannya padamu"

"bukankah proyek itu di hentikan?"

Fuad menggelengkan kepalanya. Ia tak percaya kakaknya ketinggalan informasi mengenai proyek yang selama ini menjadi incarannya. Dengan kerja kerasnya, fuad berhasil bekerja sama denga pihak rumah sakit untuk membangun desa penyembuhan sejak delapan tahun silam. Proyek itu akan rampung dalam dua tahun lagi.

"mengapa informasi mu begitu ketinggalan? Tadi kau bahkan tidak mengetahui latar belakang ayah lutfi, sekarang kau tidak tahu bahwa proyek itu tetap berlanjut bahkan ketika pemilik proyek itu menghadapi masalah. Aku menjadi tidak yakin dengan informasi bahwa dokter ana adalah janda. Apa kau yakin dia belum menikah lagi?" tanya fuad penuh selidik.

"aku mendapatkan informasi itu dari sekolahnya, lagipula ayah dan aku selalu memperhatikannya di kampus dan tidak pernah melihat ia bersama dengan seorang pria atau sekedar di antar ke kampusnya setelah menginjak tahun kelimanya di ege" jawab imran. "berbicara mengenai tawaran proyek di Istanbul tadi. Aku menerimanya, kita deal"

Dua adik kakak itu berjabat tangan pertanda mereka meraih kesepakatan.

"fuad, proyek itu bernilai puluhan juta dolar. Apa kau yakin tidak akan kecewa mengorbankan uang sebanyak itu untuk sebuah tiket masuk? Kita bisa mengundang dokter ana ke rumah dengan alasan makan malam atau semacamnya dan kalian bisa bertemu" ujar ayah fuad.

"jika aku merasa mengundangnya ke rumah akan berhasil, sejak kemarin aku sudah meminta ayah melakukannya. Tapi aku tahu dia akan menolaknya, karena itu aku mengincar tiket masuk itu" fuad menjelaskan kepada ayahnya namun jawabannya masih belum memuaskan.

"Tempat duduk di atur berdasarkan juara lomba dan lutfi berada di peringkat satu, malik di peringkat dua. Maka kursi kakak pasti berdampingan dengan kursi dokter ana. Jika tidak bisa mendekati dokter ana, setidaknya aku bisa mendekati lutfi dan membuat kakak ipar berkenalan dengan dokter ana. Ayah, rencanaku sudah ku susun dengan rapi untuk besok jadi jangan khawatir. Jikapun gagal, aku tidak akan kecewa apalagi menyerah. Uang bernilai puluhan juta dolar tidak bisa sebanding dengan apa yang aku dapat jika rencana ku berhasil. Anggap saja aku sedang bertaruh" lanjutnya lagi.


next chapter
Load failed, please RETRY

Weekly Power Status

Rank -- Power Ranking
Stone -- Power stone

Batch unlock chapters

Table of Contents

Display Options

Background

Font

Size

Chapter comments

Write a review Reading Status: C112
Fail to post. Please try again
  • Writing Quality
  • Stability of Updates
  • Story Development
  • Character Design
  • World Background

The total score 0.0

Review posted successfully! Read more reviews
Vote with Power Stone
Rank NO.-- Power Ranking
Stone -- Power Stone
Report inappropriate content
error Tip

Report abuse

Paragraph comments

Login