Ketika pandangan saya mendarat pada anak laki-laki berambut hitam itu, hati saya terhuyung ke depan. Air mata memenuhi mata saya sementara dada saya tertekan hingga susah bernapas.
"Mumm. " Katanya, dengan nada anak kecil yang lembut. Matanya yang besar menatap mata saya.
"Niall." Nama itu meloncat keluar dari bibir saya.
Anak ini adalah anak yang saya bawa bersama saya pada malam saya melarikan diri dengan kekasih saya. Dan anak ini—saya hampir membuatnya terbunuh.
Pikiran itu mengisi saya dengan kesedihan yang tak terkatakan sehingga sebentar saya merasa tidak bisa mengatakan sepatah kata pun.
Bagaimana saya bisa melakukan itu pada anak yang tidak bersalah?
Rasa bersalah yang sangat menggerogoti saya di dalam saat saya melihat dia. Seolah sebuah tombol telah ditekan, saya teringat kesalahan yang saya lakukan dan saya menyadari bahwa saya tidak akan pernah memaafkan diri saya sendiri karena menyeret hidup yang tidak bersalah ke dalam bahaya.