Insiden ini sama sekali tidak menarik perhatian Yu Xiaoxuan. Dia memegangi minuman beralkohol rasa buah-buahan warna oranye itu dan meminumnya seteguk demi seteguk selagi Shen Qinglan tidak memperhatikan.
Setelah Shen Qinglan mengatasi pria dengan kepala berminyak itu, di depan Yu Xiaoxuan sudah ada empat gelas anggur kosong.
Shen Qinglan yang emosinya selalu tidak terlihat itu pun memegangi keningnya dengan tidak berdaya. Dia sudah bisa membayangkan situasi mengenaskan yang akan terjadi nanti.
Melihat Yu Xiaoxuan yang masih ingin mengulurkan tangan untuk mengambil gelas kelima, Shen Qinglan bergegas menjauhkan gelas anggur itu. Di sekeliling mereka sudah ada laki-laki yang mulai tidak sabar dan ingin datang untuk memulai percakapan. Wanita cantik seperti ini benar-benar sangat langka.
Melihat mata Yu Xiaoxuan yang kabur, Shen Qinglan pun tahu kalau gadis ini sudah mabuk. Dia mengeluarkan beberapa lembar uang kertas dan melemparkannya ke atas konter lalu menarik Yu Xiaoxuan keluar dari bar.
Tanpa ada yang menghalangi di sepanjang jalan, mereka pun keluar dari bar dengan lancar. Ketika Shen Qinglan baru akan memanggil taksi, dilihatnya Yu Xiaoxuan menutupi mulutnya, lalu dia membungkuk dan muntah dengan hebat sambil memegangi sebuah pohon.
Shen Qinglan menepuk-nepuk pelan punggungnya.
"Eh, mengapa ada dua, bukan, tiga Qinglan?" Setelah muntah sampai habis, Yu Xiaoxuan menatap Shen Qinglan sambil terhuyung-huyung.
Melihatnya yang akan roboh ke samping, Shen Qinglan bergegas maju dan memeganginya. Yu Xiaoxuan menggoyang-goyangkan kepalanya, "Aduh, Qinglan, kamu jangan goyang, itu membuat kepalaku pusing."
"Iya, iya, iya. Aku tidak goyang. Berdiri yang stabil." Shen Qinglan memapahnya agar dia tidak jatuh.
"Baik." Yu Xiaoxuan berdiri dengan patuh.
Untung saja jalanan ini penuh dengan bar, ada banyak sekali taksi. Shen Qinglan melambaikan tangan memanggil sebuah taksi, lalu setelah membantu Yu Xiaoxuan masuk, dia memberikan alamat rumah Yu Xiaoxuan.
"Qinglan, hari ini aku senang sekali. Biar aku menyanyi untukmu." Yu Xiaoxuan tersenyum riang. Setelah itu dia pun mulai menyanyi.
"Sungai besar mengalir ke timur, bintang-bintang di langit membentuk rasi bintang biduk…" Nada yang tidak selaras itu merobek langit. Shen Qinglan yakin, kalau saat ini ada burung, burung itu pasti akan terbang karena kaget dengan nyanyian Yu Xiaoxuan. Apa tidak lihat tangan pak sopir yang sedang memegang kemudi tadi sampai tergelincir?
Setelah akhirnya tiba di alamat tujuan, begitu menurunkan penumpangnya pak sopir langsung menginjak pedal gas dan melaju pergi begitu saja, seakan dia takut akan dihentikan.
Suara nyanyian gadis ini terlalu mengerikan. Entah apakah dia akan bermimpi buruk nanti malam di rumah.
Yang membukakan pintu adalah Ibu Yu. Melihat mamanya, mata Yu Xiaoxuan langsung berbinar. Kemudian dia pun meghambur ke arah Ibu Yu, "Mama."
Ibu Yu bergegas menangkap putrinya, "Aduh, kamu ini sudah minum berapa banyak anggur?"
"Bibi, maaf, aku tidak mengawasinya." Shen Qinglan meminta maaf.
Ibu Yu mengibas-ngibaskan tangannya tanpa peduli. Dia memahami putrinya sendiri yang suka minum. Begitu melihat anggur matanya langsung berbinar, namun dia tidak tahan dengan alkohol. Seandainya tidak tahan dengan alkohol saja tidak apa-apa, tapi kebiasaannya saat mabuk juga jelek. Begitu mabuk dia suka menyusahkan orang. Melihat keringat tipis di dahi Shen Qinglan, mungkin dia sudah cukup dibuat susah olehnya.
"Bukan salahmu, Qinglan. Terima kasih karena sudah mengantar anak ini pulang. Anak ini sudah sangat merepotkanmu, ya."
"Tidak, aku tidak merepotkan. Benar bukan, Qinglan?" Yu Xiaoxuan bersandar di pelukan Ibu Yu dan memprotes dengan tidak puas.
"Iya, iya, iya, kamu tidak merepotkan. Aku yang merepotkan, oke?" Ibu Yu tidak berdaya.
"Bibi, biar kubantu membawanya ke kamar."
Rumah keluarga Yu bertingkat, kamar Yu Xiaoxuan berada di lantai dua. Dilihat dari fisik Ibu Yu, untuk membawa Yu Xiaoxuan ke kamarnya mungkin agak sedikit sulit.
Tentu saja Ibu Yu tidak menolaknya.
"Kalau begitu maaf merepotkanmu, Qinglan."
"Anda terlalu sungkan."
"Mama, hari ini aku sangat gembira, aku sayang sekali kepadamu." Yu Xiaoxuan tidak patuh, dia memeluk leher ibunya dan bersikap seperti anak kecil.
"Mama juga sayang padamu. Menurutlah, berdiri yang baik."
Yu Xiaoxuan berdiri dengan patuh.
Setelah bersusah payah akhirnya Yu Xiaoxuan berhasil dibawa ke kamarnya. Shen Qinglan dan Ibu Yu lelah dan berkeringat. Yu Xiaoxuan yang mabuk benar-benar menyusahkan orang.
"Qinglan, sudah larut, tidak aman kalau kamu pulang sendirian. Malam ini menginap di sini saja." Ibu Yu menahannya.
Shen Qinglan menggeleng ringan, "Tidak usah. Bibi, temanku menunggu di luar. Dia akan mengantarku pulang."
Begitu mendengar kalau ada yang mengantar Shen Qinglan pulang, Ibu Yu pun tidak memaksa lagi, "Baiklah kalau begitu. Hati-hati di jalan pulang. Lain kali datanglah ke rumah untuk makan, bibi akan membuatkanmu iga babi madu yang kamu sukai."
"Baik."
Shen Qinglan tidak membiarkan Ibu Yu mengantarnya. Dia berjalan keluar kompleks seorang diri.
Di luar kompleks tidak ada orang yang menunggu Shen Qinglan, dia hanya berkata seperti itu agar Ibu Yu tidak khawatir.
Rumah Yu Xiaoxuan terletak di sebuah kompleks perumahan kelas atas di Beijing. Di sekitar sini kebanyakan adalah mobil pribadi, sangat sulit mencari taksi.
Cuaca malam ini cukup bagus. Hawa panas di siang hari sudah mereda dan meresap menjadi kesejukan malam.
Shen Qinglan memutuskan untuk berjalan-jalan dulu.
Dia berjalan perlahan-lahan, pandangan matanya kosong. Sudah enam tahun dia kembali ke kota ini. Kenangan yang diberikan kota ini kepadanya masih sangat sedikit, dan memorinya tentang kota ini di masa kecil sudah lama terlupakan.
Sosok banyak orang berkelebat di mata Shen Qinglan. Kakek, nenek, papa, kakak, mama, Shen Xitong, Kakek Fu, Yu Xiaoxuan, juga Fu Hengyi.
Walaupun saat itu adalah musim panas yang terik, tetapi udara malam masih membawa sedikit kesejukan. Di jalanan yang dingin itu hanya ada bayangan punggung Shen Qinglan yang kesepian. Lampu jalanan memperpanjang bayangannya, juga memperpanjang hawa dingin di tubuhnya.
Tiba-tiba, Shen Qinglan mendengar suara perkelahian, sepertinya datang dari gang kecil di depan.
Shen Qinglan berhenti dan berdiri di sebuah sudut di mulut gang yang gelap. Lewat cahaya lampu yang redup dia dapat melihat dua orang yang sedang berkelahi, tepatnya, sekelompok orang sedang memukuli seorang pria.
Tubuh pria itu penuh luka yang berdarah, bahkan wajahnya juga berlumuran darah sampai rupanya tidak terlihat jelas. Tapi meski begitu, gerakannya tetap ganas. Setiap kali menyerang, dia dapat menjatuhkan satu orang lawannya. Walaupun pada saat itu sebuah luka baru akan ditambahkan ke tubuhnya tanpa bisa dicegah.
Shen Qinglan berdiri tanpa bersuara dan menatap dengan pandangan dingin semua yang terjadi di depannya. Dia tidak pergi, tapi juga tidak maju untuk membantu.
"Polisi datang, cepat lari!" Tiba-tiba terdengar sirene mobil polisi di kegelapan malam dari jauh dan dekat yang mengejutkan sekelompok orang yang sedang berkelahi itu.
"Polisi datang, cepat pergi!" Salah satu di antara mereka berseru panik lalu ikut kabur dengan rekan-rekannya.
Dengan cepat di dalam gang hanya tersisa pria yang seluruh tubuhnya berlumuran darah itu. Dia duduk bersandar di dinding dengan tidak bertenaga dan terengah-engah.
Sekelompok orang yang kabur dengan panik itu sama sekali tidak memperhatikan bahwa mereka hanya mendengar suara mobil polisi, tetapi tidak melihat polisinya. Bahkan setelah mereka melarikan diri, di belakang mereka juga tidak ada polisi yang mengejar.
Setelah cukup lama barulah Shen Qinglan berjalan keluar perlahan-lahan dari kegelapan. Dia berdiri di depan pria itu dan memandangnya dari atas.
Lukanya sangat parah, lebih banyak udara yang keluar daripada yang masuk. Luka di tubuhnya masih mengalirkan darah. Begitu menyadari ada orang yang mendekat, pria itu tiba-tiba membuka matanya dan menatap Shen Qinglan dengan pandangan buas.
Tetapi setelah melihat dengan jelas sosok Shen Qinglan, tiba-tiba dia merasa lega. Dia mengulurkan tangan seakan-akan mau menarik Shen Qinglan, tetapi tangannya jatuh kembali tanpa tenaga. Pada akhirnya dia memiringkan kepalanya lalu pingsan.
Shen Qinglan melihat dengan jelas dua kata terakhir yang tidak terucapkan olehnya…'Tolong aku'.