Ketika Shen Qinglan kembali ke sekolah, di asrama hanya ada satu orang yaitu Wu Qian yang tinggal di sisi atas ranjang susun di seberangnya. Di dalam kamar asrama mereka totalnya ada empat orang, tiga di antaranya adalah warga lokal, hanya Wu Qian yang berasal dari provinsi lain. Selain libur musim dingin dan musim panas, dia tidak pulang. Di akhir pekan pada dasarnya dia juga bekerja.
Selain Yu Xiaoxuan, yang satu lagi adalah Fang Tong. Hari ini dia pergi berkencan dengan pacarnya.
Shen Qinglan menyapa Wu Qian. Setelah mandi dia merebahkan dirinya di atas tempat tidur. Walaupun sudah larut malam, tetapi Shen Qinglan tidak mengantuk sedikit pun.
Entah sudah berlalu berapa lama, di saat dia sedang terkantuk-kantuk, layar ponselnya tiba-tiba menyala. Dia mengambil dan melihatnya, itu adalah sebuah pesan pendek. Melihat nomor tidak dikenal di atasnya, sorot matanya yang indah agak berkilat. Jarinya yang ramping membuka layar lalu menekan 'hapus'.
Pada hari jumat, Shen Junyu benar-benar datang pagi-pagi sekali untuk menjemput Shen Qinglan pulang. Ketika Shen Qinglan kembali ke kediaman Shen, dia tidak melihat Chu Yunrong dan Shen Xitong. Bibi Song berkata kalau mereka sudah pergi berbelanja.
Shen Qinglan tidak suka berbelanja, terkadang dia pergi berbelanja juga karena diajak Yu Xiaoxuan. Satu-satunya saat dia pergi berbelanja dengan Chu Yunrong adalah ketika dia baru kembali ke keluarga Shen.
Shen Qinglan menemukan Kakek Shen di taman belakang rumah. Kakek sedang memangkas bunga-bunganya.
"Kakek."
"Lanlan sudah pulang." Melihat cucunya datang, Kakek Shen pun tersenyum. Dia telah menjadi tentara seumur hidupnya. Walaupun awalnya dia bukanlah orang yang keras, namun tanpa sadar dia telah terpengaruh dan mau tidak mau menjadi orang yang agak kaku.
"Aku sudah bilang kalau akhir pekan akan pulang dan menemani kakek, tentu saja tidak boleh mengingkarinya." Nada bicara Shen Qinglan datar, namun sorot matanya tetap dapat menunjukkan kedekatannya dengan kakeknya.
Kakek Shen memegang gunting untuk memangkas tanaman di tangannya. Sambil memangkas daun dan ranting dia berkata kepada Shen Qinglan, "Cucunya Kakek Fu sudah kembali. Dia mengundangku untuk bertamu ke rumahnya. Maukah kamu menemani kakek pergi besok?"
Cucunya Kakek Fu? Fu Hengyi? Mengingat orang yang dia temui hari itu di restoran, mata indah Shen Qinglan berkilat sejenak, lalu dia pun mengiyakan.
"Kakek, biar kubantu." Shen Qinglan mengambil gunting besar di tangan Kakek Shen. Di bawah bimbingan Kakek Shen, dia pun membantu memangkas tanaman.
Ketika mereka sudah selesai dan kembali ke dalam rumah, Chu Yunrong dan Shen Xitong sudah pulang.
"Ma, baju warna ungu yang hari ini dibeli itu benar-benar terlihat cantik saat mama kenakan. Mama tidak tahu, waktu mama keluar dari kamar pas, pramuniaga bahkan bertanya kepadaku apakah ini adalah kakakmu? Saat aku berkata kalau ini adalah mamaku, dia tidak percaya dan mengira kalau aku sedang menipunya." Suara manis Shen Xitong masih bisa terdengar dengan jelas walaupun terhalang pintu.
Chu Yunrong tertawa, "Mulutmu ini, ya. Tapi tidak perlu dikatakan lagi, baju itu sangat bagus. Selera putriku memang bagus."
Sepasang ibu dan anak itu mengobrol dengan antusias dan sama sekali tidak memperhatikan dua orang yang masuk. Pada akhirnya Shen Xitong yang terlebih dahulu menyadari keberadaan mereka.
"Kakek, Qinglan, pas sekali kalian datang. Aku dan mama pergi berbelanja, kami membelikan pakaian untuk kalian." Shen Xitong mengeluarkan sebuah atasan berwarna coklat tua dari kantong lalu mengepaskannya ke badan Kakek Shen, "Kakek, ini kupilihkan untuk kakek. Apakah kakek menyukainya?"
Kakek Shen mengangguk lembut lalu berkata, "Kamu sudah berniat baik, kakek menyukainya."
Shen Xitong tersenyum manis setelah mendengar perkataannya, "Baguslah kalau kakek suka." Setelah itu dia mengeluarkan lagi sebuah gaun merah muda dari dalam kantong, "Qinglan, ini mama yang memilihkan untukmu. Begitu melihatnya mama langsung menyukai gaun ini. Bagaimana? Apakah kamu suka?"
Pandangan Shen Qinglan tertuju kepada gaun itu. Desainnya tanpa lengan, tidak ada motif rumit lainnya pada gaun itu, hanya saja di bagian pinggangnya ada sebuah bunga peony putih besar, sangat manis. Gaya ini sangat mirip dengan gaun yang ada di tubuh Shen Xitong.
"Qinglan, apakah kamu menyukai baju ini?" Chu Yunrong menatap Shen Qinglang dengan kegugupan yang samar di matanya. Perkataan Kakek Shen tadi malam masih terngiang di telinganya.
Shen Qinglan mengulurkan tangan dan menerima gaun itu, "Sangat suka. Terima kasih, Mama." Tidak ada tambahan kata-kata, sorot matanya tenang tanpa pergolakan. Tidak dapat dilihat apakah dia suka atau tidak.
Melihat wajah putrinya itu, emosi Chu Yunrong pun menjadi tawar. Sambil menatap Shen Xitong, di dasar matanya melintas seberkas emosi yang tidak diketahui oleh siapa pun.
**
Ketika Shen Qinglan dan Kakek Shen tiba di kediaman Fu, di rumah hanya ada Kakek Fu seorang.
"Fu Tua, aku sudah datang, keluarlah." Begitu memasuki pintu, suara nyaring Kakek Shen terdengar, dia selalu seperti ini di depan rekan seperjuangannya.
"Telingaku tidak tuli, untuk apa memanggil dengan begitu keras?" Terdengar suara Kakek Fu dari atas, yang segera diikuti dengan suara langkah kaki.
"Kakek Fu." Melihat pria tua yang bersemangat di depannya, matanya pun diwarnai oleh senyuman yang nyata.
Mata Kakek Fu langsung berbinar, "Qinglan juga datang. Kamu si tua ini, mengapa tidak lebih awal memberitahuku kalau Qinglan juga akan datang?"
Kakek Fu menoleh kepada Kakek Shen dengan marah.
Wajah Kakek Shen terlihat seperti keheranan. Dulu kalau datang kan juga tidak memberitahu lebih dulu.
Tetapi yang saat ini dipikirkan oleh Kakek Fu adalah, seandainya dia tahu lebih awal kalau gadis dari keluarga Shen akan datang, maka hari ini dia pasti tidak akan membiarkan bocah busuk di rumahnya itu pergi, bahkan meskipun dia harus mengikatnya di rumah.
Fu Hengyi tahun ini berumur tiga puluh satu tahun, tapi sejauh ini dia bahkan belum punya pacar satu pun. Sepanjang hari dia hanya berada di kemiliteran. Cucu orang lain yang seumur dia bahkan sudah mempunyai anak, tapi bagaimana dengan yang di rumahnya ini? Kakek Fu merasa khawatir.
Sedangkan gadis dari keluarga Shen, dia bukan hanya cucu perempuan dari teman lamanya, tapi dilihat dari penampilannya, dia dan cucunya adalah pasangan yang serasi. Kelak anak yang mereka lahirkan pasti juga cantik dan rupawan. Hanya dengan membayangkan dirinya sedang menggendong cicit yang cantik di depan teman-teman lamanya dan menerima serangkaian tatapan penuh kecemburuan saja, Kakek Fu hampir meneteskan air liurnya saat memandang Shen Qinglan.
Untung saja niat Kakek Fu ini tidak diketahui oleh Kakek Shen. Kalau tidak, mereka berdua yang sudah lanjut usia ini pasti akan bertarung. Cucumu sudah tiga puluh satu tahun, cucuku baru dua puluh satu. Dilihat dari umur cucumu dia bahkan bisa menjadi paman dari cucuku. Apakah cucumu tidak malu?
Shen Qinglan tidak mengetahui apa yang dipikirkan Kakek Fu. Hanya saja melihat Kakek Fu yang menatapnya dengan pandangan yang sebentar penuh penderitaan, sebentar sangat gembira, lalu kemudian juga kecewa, meskipun wajahnya tetap tenang, namun mau tidak mau tetap ada ketakutan dalam lubuk hatinya.
Kakek Fu juga tidak kebingungan terlalu lama. Dengan segera dia mencari alasan untuk ke kamar kecil lalu bergegas menelepon cucunya dan mengancamnya untuk segera kembali dalam waktu setengah jam. Kemudian dia berseru memanggil Kakek Shen untuk menemaninya main catur.
Kakek Shen semula tidak berencana untuk tinggal lama di kediaman Fu. Sore harinya dia dan Shen Qinglan masih akan pergi ke rumah sakit untuk menemani istrinya. Hanya saja sekarang dia terjerat oleh Kakek Fu. Dia tahu bahwa sehari-hari Kakek Fu juga hanya sendirian di rumah. Satu-satunya putra dan menantunya sudah lama pergi, putrinya juga sudah menikah dan biasanya jarang pulang. Cucunya yang menjadi tentara malah sepanjang tahun tidak berada di rumah. Hatinya pun sedikit melunak.