"Bagus, kok"
Aksa membuka sedikit ruas jarinya untuk mengintip wajah Irona.
"Beneran bagus?" tanya Aksa dibalik telapak tangan yang menutup wajahnya.
"Beneran. Cuman pembawaan kamunya aja yang lebay"
Aksa menyingkirkan telapak tangan tersebut dan menyengir setelahnya.
"Wiii... Akhirnya gue bisa bikin puisi" pekik Aksa sebari berselebrasi. Ia juga memegang bahu Irona dan menggoyangkannya sebagai tanda bahagia.
"Lebay, lo. Lebih bagus puisi ciptaan gue yang buat yayang Susi" timpal Galih tidak terima.
"Apaan? Bagusan puisi gue, lah" sahut Aksa sambil mengibaskan kertas berisi puisi tersebut.
"Udah. Yang namanya karya seseorang itu nggak ada yang jelek. Sebuah karya itu patut kita banggakan" ujar Irona menengahi.
"Denger tuh, Irona. Udah cantik, bijak lagi"
"Ekhem.. Cari mati, lo?" tanya Arina dengan kedua mata melotot.
"Hehe.. Nggak, Yang. Aku becanda" sahut Daffa menggaruk tengkuknya.
"Puisi ini, kamu simpen, ya"