Download App
75% He's The King Of His Life / Chapter 3: Arjuna (Chapter 3)

Chapter 3: Arjuna (Chapter 3)

Arjun dan Citra telah kembali tiba di sekolah dengan satu kantong plastik yang berisi dua bungkus plastik Cilok. Namun ternyata, wali kelas mereka, Made, sedang menghadang mereka di Parkir Sekolah.

"Habis darimana kalian?" tanya Made dengan santai. Namun tetap saja begitu mencurigakan.

"Oh, kita abis beli pulpen, Pak," sahut Arjun. Mana mungkin ia bisa berkata jujur?

Made tiba-tiba menyodorkan tangannya.

"Mana pulpennya?" tanya Made. Arjun pun melihat ke dalam kantong plastik yang tentu saja tidak akan ada pulpen.

"Pulpennya sama lo kan?" tanya Arjun. Citra pun bingung.

"Lo nggak ngasih apa-apa ke gue!" seru Citra. Arjun pun mencoba cara lain.

"Kayaknya sih ketinggalan, Pak," sahut Arjun sekenanya. Ia tidak menemukan cara lain itu.

"Itu apa?" tanya Made sembari menunjuk kantong plastik yang dipegang Arjun.

"I-ini ..." Arjun jadi gugup. Lalu tiba-tiba, Made merebutnya dari tangan Arjun dan melihat isinya.

"Kenapa kamu berbohong?" tanya Made kepada Arjun.

"Pak, itu ..." Citra berusaha menjawab. Namun, Made menyuruhnya untuk diam.

"Bapak tidak berbicara sama kamu!" bentak Made hingga membuat Citra terkejut. Arjun pun tidak terima.

"Heh! Jangan pernah kasar sama dia!" Arjun sangat kesal saat ini.

"Kamu ini tinggal jawab apa susahnya sih?!" Made benar-benar kehabisan kesabaran melihat mereka berdua.

"Pak, jangan marahi Arjun," pinta Citra.

Namun tiba-tiba, Made mendorong tubuh gadis itu hingga terjatuh dan terluka. Arjun maupun gadis itu pun sangat terkejut.

"Lo nggak apa-apa?" tanya Arjun dengan khawatir sembari membantu Citra berdiri.

Arjun pun menatap mata Made dengan tajam. Ia benar-benar marah melihat cara Made memperlakukan Citra. Bahkan orang tua Citra tidak pernah memperlakukan gadis itu dengan kasar.

"Kenapa kamu melihat saya seperti itu?!" tanya Made yang terlihat seperti sedang menantang Arjun.

Arjun sangat marah. Sampai-sampai, ia memukul hidung Made hingga berdarah.

"Arjun, apa yang lo lakuin?!" Citra sangat shock melihat apa yang dilakukan oleh Arjun. Made pun menyentuh hidungnya yang berdarah. Sementara murid-murid yang lainnya hanya menonton ...

*****

Setibanya di rumah, tentu saja Arjun dimarahi oleh Rudi di hadapan Citra dan juga Robby.

"Kamu pikir, kamu ini siapa bisa memukul gurumu sendiri?! seru Rudi dengan marah. "Hidung gurumu itu sampai patah, dan kita yang harus membayar biaya pengobatannya!"

"Oh baguslah kalau sampai hidungnya patah," sahut Arjun. "Itu pelajaran buat dia karena udah kasar sama Citra,"

Arjun sama sekali tidak memiliki penyesalan untuk itu. Hal itu membuat Rudi semakin kecewa.

"Kapan kamu bisa membanggakan Ayah?! Kapan?! Kenapa kamu selalu membuat Ayah malu?!" tanya Rudi dengan raut wajah yang penuh kemarahan.

"Ayah, sudahlah, Ayah," Robby membela Arjun.

"Arjun emang salah karena keluar tanpa ijin saat jam istirahat," lanjut Robby. "Tapi sudahlah, Ayah nggak perlu sekasar itu sama dia,"

"Tapi, dia sudah terlalu sering bikin malu Ayah!" seru Rudi.

"Oh jadi itu sebabnya Ayah membiarkan orang yang menipu Ayah itu pergi dan tidak menangkapnya?" tanya Arjun. "Karena itu memalukan, begitu kan?"

Rudi menatap Arjun dengan matanya yang merah. Sementara Robby dan Citra jadi semakin bingung.

"Apa yang kamu katakan?!" tanya Rudi.

"Ayah tahu dengan apa yang sedang aku katakan," jawab Arjun. "Bahkan meskipun Ibu meninggal, Ayah tetap membiarkan orang itu pergi. Kenapa?!"

"Ini dan itu lain ceritanya!" Rudi berteriak.

"Ini dan itu sama, Ayah!" seru Arjun. "Yang membedakan adalah, kejahatan orang itu jauh lebih besar daripada Pak Made. Bedanya,  aku nggak ngebiarin Pak Made!"

"Ayah bisa saja setidaknya memukul orang itu kan?!" tiba-tiba, Rudi menampar Arjun setelah anak laki-lakinya menanyakan hal itu. Setelah itu, pria paruh baya itu pun masuk ke kamarnya.

"Lihat kan? Ayah selalu marah dengan apa yang gue lakuin!" seru Arjun. "Kapan gue pernah benar di matanya?"

"Padahal, gue nggak pernah ngelakuin hal-hal yang memalukan kayak yang dilakuin remaja seusia gue pada umumnya," ujar Arjun. "Gue nggak pernah jahat sama orang, gue nggak pernah ngebully, gue nggak pernah nyoba narkoba, apalagi ngelakuin seks!"

"Tapi kenapa Ayah memperlakukan gue seolah-olah gue ngelakuin semua itu?!" Arjun meluapkan amarahnya.

Setelah merasa puas, Arjun pun masuk ke dalam kamarnya.

Kini hanya Robby dan Citra yang tidak tahu harus berbuat apa.

"Sorry ya," ujar Robby. Citra pun menggelengkan kepala.

"Nggak perlu minta maaf, Kak. Ini juga salah gue kok," sahut Citra sembari tersenyum. "Tapi apa Kakak tahu kalau Arjun itu Disleksia?"

"Ya, gue tahu," jawab Robby. "Tapi, Ayah menganggap Arjun adalah anak yang memalukan,"

"Baginya, Disleksia itu sama dengan idiot," lanjut Robby.

"Dalam hal ini, gue paham kenapa Arjun merasa bahwa dirinya diperlakukan nggak adil. Sebab, Ayah menganggap gue lebih baik daripada Arjun,"

"Tapi, gue juga nggak bisa menyalahkan Ayah di sini ..."

*****

Di malam hari, Arjun akhirnya membuka pintu. Ia melihat Robby sedang menonton Televisi. Arjun melihat sekelilingnya. Namun, ia tidak menemukan sang Ayah.

"Ayah di mana, Kak?" tanya Arjun.

"Ayah lagi pergi belanja buat keperluan toko. Kenapa emangnya?" Robby balik bertanya.

"Gue lapar. Lo punya duit nggak?" tanya Arjun.

"Ada di laci toko. Tapi itu buat duit kembalian, kali aja ada yang beli," sahut Robby. Dirinya juga tidak memiliki uang sepeserpun saat ini. Arjun pun cemberut.

Tiba-tiba, Arjun memiliki sebuah ide. Ia masuk ke dalam toko dan mengambil dua butir telur. Ia lalu berjalan menuju ke arah dapur.

Robby pun mengikuti Arjun dengan penuh kecurigaan. Ternyata benar yang ia pikirkan. Adiknya sedang memasak sesuatu di dapur. Robby pun tersenyum.

"Ntar, lo harus cuci semua peralatan bekas masak sendiri ya? Gue nggak ikutan!" perintah Robby.

"Beres!" sahut Arjun. Ia pun kembali melanjutkan aktifitas memasaknya dan sangat menikmatinya.

Arjun dua atau tiga kali diam-diam masuk ke dalam toko karena melupakan bahan-bahan yang seharusnya ada. Robby pura-pura tidak melihat. Namun, ia bisa mencium aroma masakan yang begitu harum dan menggoda dirinya.

Arjun pun keluar dari toko. Lagi-lagi, ia melakukannya diam-diam.

Beberapa saat kemudian, Arjun pun berteriak.

"Kak, udah selesai!" seru Arjun. Robby pun berjalan ke dapur dengan tidak sabar.

Ia melihat ke arah meja makan. Arjun telah selesai menyiapkan semuanya. Di sana terdapat dua buah masakan yang sama dengan bahan dasar telur. Robby begitu terpesona melihat penampilan fisik masakan Arjun.

"Ini apa namanya?" tanya Robby.

"Ini namanya Poached Eggs dari Turki!" Arjun sangat antusias. Ia pun menyuruh Robby duduk. Aroma lezat semakin tercium di hidung mereka.

Robby pun mulai mencicipi masakan Arjun. Ia sangat terheran-heran, bagaimana mungkin adiknya pintar dalam memasak tapi dirinya sama sekali tidak tahu itu?

"Ini enak banget," puji Robby. Ia pun melanjutkan makannya.

"Lo belajar dari mana? Nyontek dari google ya?" tanya Robby.

"Enak aja! Mentang-mentang gue tukang nyontek di Sekolah, bukan berarti yang ini gue bakalan nyontek juga!" sahut Arjun. "Gue lihat ini di TV sekali,"

"Dan lo langsung hafal?" tanya Robby. Arjun pun mengangguk sembari tersenyum.

"Tapi, gue nggak nemu Yoghurt. Jadi, gue pake Whipped Cream," jawab Arjun.

Robby merasa takjub. Ia menyadari bahwa Arjun ini sebenarnya jenius. Sangat sulit untuk menyesuaikan kematangan yang pas untuk sebuah masakan. Dan Arjun bisa melewati rintangan itu.

Hanya saja, ia lemah dalam pelajaran dan kurang responsif terhadap apapun. Selebihnya, dia ini anak yang pintar ...

***** TBC *****


next chapter
Load failed, please RETRY

Weekly Power Status

Rank -- Power Ranking
Stone -- Power stone

Batch unlock chapters

Table of Contents

Display Options

Background

Font

Size

Chapter comments

Write a review Reading Status: C3
Fail to post. Please try again
  • Writing Quality
  • Stability of Updates
  • Story Development
  • Character Design
  • World Background

The total score 0.0

Review posted successfully! Read more reviews
Vote with Power Stone
Rank NO.-- Power Ranking
Stone -- Power Stone
Report inappropriate content
error Tip

Report abuse

Paragraph comments

Login