Download App
11.11% Haya / Chapter 2: Menuju Desa Tetangga

Chapter 2: Menuju Desa Tetangga

Hari ini merupakan hari dimana Brick akan pergi ke desa tetangga untuk mengantarkan barang dagangannya. Bersama pembantu, mereka bersiap-siap pergi. Matahari baru saja terbit menggantikan bulan yang terbenam.

Barang-barang sedang dimuat di dalam kendaraan. Sementara itu, Haya sedang memakai sepatu di teras rumah melihat ayah dan pembantunya sedang mengemaskan barang di kendaraan yang telah disiapkan.

"Ini yang terakhir, bos." Virelin yang merupakan pembantu Brick mengangkat barang terakhir dan diletakkan di dalam kendaraan.

"Baiklah, kita akan berangkat. Haya, ayo cepat." teriak Brick kepada Haya yang sudah siap.

"Oke." Haya berlari menuju kendaraan yang akan ditumpanginya selama perjalanan.

Dengan semua orang sudah dalam kendaraan siap, mereka mulai bergerak meninggalkan rumah dan Clarissa.

"Sampai jumpa ibu, jaga diri." Lambaian tangan Haya membuat hati ibunya luluh.

"Ya, jangan lupa dengan tugasmu. Kalian juga jaga diri dan hati-hati di perjalanan." Clarissa mengingatkan tugas Haya dan menunggu kepulangan mereka nanti.

Pertama kalinya Haya pergi dari desa. Tujuannya adalah menjadi penjaga barang dagangan yang akan dibawa ke desa tetangga.

Bergerak dengan kecepatan sedang, desa mulai tidak terlihat. Melewati jalan yang tidak terlalu besar, melintasi pepohonan, sekali-sekali merasakan hembusan angin pagi yang menabrak wajah dengan lembut dan dingin.

Ini merupakan pengalaman pertamanya sebagai penjaga. Brick dan Clarissa berharap Haya bisa belajar dengan melakukan sesuatu seperti ini. Haya juga tidak lupa dengan tugasnya, dia fokus dengan lingkungan sekitar.

"Santai saja, Haya. Lihat pemandangan sekitar yang tidak dapat dilihat di desa." Melihat anaknya yang fokus, Brick menyuruh Haya untuk bersantai.

Haya menarik napas dan melihat pemandangan sekitar. Berbagai macam pohon tumbuh dengan rimbun. Warna hijau memenuhi pandangan Haya. Terdengar suara burung yang berkicau karena masih pagi. Pemandangan ini seperti menyihir Haya untuk relaksasi.

Teringat akan sesuatu, Haya bertanya kepada Brick.

"Ayah, kenapa kita meninggalkan ibu sendiri? Ibu memang kuat, tapi aku agak khawatir." Haya dengan wajah yang cemas memikirkan itu.

"Tidak masalah. Dulu ibumu merupakan petualang tingkat 3. Dengan begitu, dia cukup kuat untuk melawan musuh yang datang sendirian, serta diimbangi dengan pengalaman yang didapat dari pekerjaannya sebagai petualang." Dengan tenang Haya mendengarkan penjelasan Brick mengenai Clarissa yang tidak perlu dikhawatirkan.

Setelah sekitar 1 jam terlewati, mereka tiba di desa tetangga bernama Desa Vei. Melihat 2 penjaga yang berada dekat gerbang desa, Haya dan yang lain menghentikan kendaraannya. Kedua penjaga berjalan menuju kendaraan yang ditumpangi Haya dan yang lain.

"Identitas?" tanya salah seorang penjaga dengan nada tegas.

"Aku Brick Alivair, supir ini Virelin, dan yang terakhir penjaga kami Haya." Brick memberikan identitas mereka sebagai jawaban.

"Apa tujuan kalian kesini?" Kali ini penjaga gerbang menanyakan tujuan kedatangan.

"Kami membawa barang dagangan untuk dijual kepada tuan kepala desa." Sekali lagi Brick menjawab tujuan mereka ke Desa Vei.

"Izinkan kami mengecek barang bawaan kalian." Permintaan penjaga gerbang tersebut.

"Baik-baik. Cek saja." Tidak perlu khawatir dengan barang bawaan, karena tidak ada hal yang berbahaya kecuali senjata yang memang digunakan oleh penjaga.

Kedua penjaga mulai memeriksa barang bawaan. Tidak terlalu lama mereka mengecek, Haya dan yang lain diizinkan masuk ke desa.

Dengan begitu mereka memarkirkan kendaraan di tempatnya. Sambil membawa barang dagangan, mereka langsung menuju rumah kepala desa. Negosiasi berjalan dengan lancar. Brick dan yang lain menerima sejumlah uang dari hasil penjualan mereka. Karena itu, tujuan telah tercapai. Mereka tidak ada niat untuk menginap di sini. Mereka akan langsung pulang ke desa.

"Karena kita sedang di sini, setidaknya aku akan membeli suvenir untuk Clarissa." Melihat sekeliling desa, Brick teringat untuk membelikan suvenir.

Selesai membeli suvenir. Mereka kembali ke kendaraan yang diparkir. Melewati gerbang, kendaraan bergerak menuju kepulangannya di desa.

Hari sedang terik, matahari berada di puncaknya, panasnya yang menyengat membuat Brick dan yang lain kepanasan. Untung saja hutan terlihat di depan mata, setidaknya pohon bisa melindungi dari panasnya pancaran matahari.

Baru saja masuk hutan tiba-tiba muncul semburan api dari dalam hutan. Brick dan Virelin yang melihat itu, buru-buru menggunakan sihir perisai di depan kendaraan mereka.

"[Skild]"

Terbentuk 2 lembaran sihir perisai yang berasal dari Brick dan Virelin. Semburan api bertemu dengan [Skild], itu berhasil menahannya, tetapi tidak dengan hawa panas yang ditimbulkan.

"Ayah, Kak Virelin!!" Haya berteriak melihat ayahnya dan Virelin yang berusaha keras menahan semburan api.

"Tidak apa-apa, kau diam saja melindungi kami jika ada sergapan." ucap Brick menenangkan Haya yang cemas dengan keadaannya.

Keringat menetes dari wajah Brick dan Virelin karena hawa panasnya. Semburan api menghilang dan keadaan menjadi tenang sementara.

Baru saja selesai bernapas, Haya menyadari ada anak panah yang datang tepat menuju ke arah Brick. Dengan cepat dia menghalau anak panah menggunakan pedangnya.

"Ayah, kita diserang." ucap Haya dengan tenang.

"Ya, aku tau itu." jawab ayahnya sambil melihat anak panah yang terjatuh.

"Gunakan [Skild] kepada diri kalian dan tetap disini. Kalau bisa berikan aku bantuan saat melawan mereka." Haya menyuruh mereka untuk melindungi diri mereka sendiri.

"Hahaha, tentu saja aku akan membantumu. Harga diriku sebagai ayah akan hancur jika melihatmu melindungi kami." Brick tertawa sekaligus bangga melihat Haya yang pandai memahami situasi.

Haya turun dari kendaraan memeriksa lingkungan dengan kesadarannya. Kali ini muncul 2 orang dari semak-semak menyerang Haya dari 2 arah yang berbeda. Dia tau akan bahayanya, tetapi dia juga bermaksud menahan serangan itu.

Yang satu menggunakan pedang, satunya lagi menggunakan tombak. Karena serangan datang di saat bersamaan, Haya yang sekarang menggunakan belati di masing-masing tangannya, menangkis serangan itu dengan belati dan gerakan tangan menyilang.

Brick yang melihat ini terkejut, tetapi dia kembali sadar dan menembakkan sihir bumi [Stone shoot] ke arah musuh. Begitu juga dengan Virelin yang menembakkan [Stone shoot]. Musuh yang melihatnya menghindari sihir tersebut dan membuat jarak dari Haya.


next chapter
Load failed, please RETRY

Weekly Power Status

Rank -- Power Ranking
Stone -- Power stone

Batch unlock chapters

Table of Contents

Display Options

Background

Font

Size

Chapter comments

Write a review Reading Status: C2
Fail to post. Please try again
  • Writing Quality
  • Stability of Updates
  • Story Development
  • Character Design
  • World Background

The total score 0.0

Review posted successfully! Read more reviews
Vote with Power Stone
Rank NO.-- Power Ranking
Stone -- Power Stone
Report inappropriate content
error Tip

Report abuse

Paragraph comments

Login